maaf email atau password anda salah
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menyiapkan aturan turunan setelah Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) disahkan. Pemerintah punya waktu dua tahun untuk menyiapkan aturan pelaksana penanganan kasus kekerasan seksual.
Para pegiat menantikan janji Menteri Nadiem Makarim mengeluarkan sanksi administratif terhadap dosen UNRI yang melakukan kekerasan seksual kepada mahasiswanya. Kekerasan seksual menjadi tiga dosa besar pendidikan selain perundungan dan intoleransi.
Terbitnya UU TPKS dianggap akan memperkuat Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual. Meski begitu, kedua regulasi untuk perlindungan dari kekerasan seksual itu dinilai perlu disinergikan.
Rancangan Undang-Undang (RUU) Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) belum ada kemajuan, juga belum jelas kapan disahkan. Padahal, menurut Direktur LBH APIK, Siti Mazumah, aturan itu sangat dibutuhkan untuk memberikan perlindungan bagi korban. Selain mengawal RUU ini, LBH APIK berjibaku mengadvokasi korban dan penyintas kekerasan.
Nasib anak perempuan berinisial D, 11 tahun, korban pemerkosaan ayah kandung, warga Kecamatan Sukmajaya, Kota Depok, Jawa Barat, kini telah ditangani pemerintah. Gangguan psikologi yang ia alami akibat perlakuan bejat ayah kandungnya sendiri saat ini tengah ditangani serius.
Komnas Perempuan mencatat sejumlah tindak kekerasan seksual yang prosesnya mandek lantaran tidak adanya regulasi yang mendukung perlindungan korban. Pengakuan korban sebagai bagian dari pembuktian tindak kejahatan kekerasan seksual.
Kuasa hukum korban, Judianto Simanjuntak, meminta majelis hakim Pengadilan Negeri Depok yang menyidangkan perkara ini dapat memberikan rasa keadilan bagi para korban. Ia juga meminta hakim memberikan hukuman pemberat untuk pelaku pelecehan seksual.
Kasus perundungan dan kekerasan seksual di dunia maya meningkat tajam. Sejumlah perempuan korban pelecehan berusaha melawan. Salah satunya dengan mengadukan kasus yang mereka alami kepada sejumlah komunitas dan lembaga advokasi. Namun regulasi belum berpihak kepada korban, sehingga mereka nyaris tak punya ruang aman.
Gerakan swadaya untuk membantu para korban kekerasan seksual di kampus kian berkembang. Mahasiswa dan pegiat sosial bahu-membahu menerima aduan, mendampingi korban, hingga membantu advokasi para korban. Bergerak lebih cepat ketimbang aturan yang mentok di meja politikus.
Petrus Richard Sianturi, CEO Legal Talk Society, menjelaskan ihwal pentingnya Kementerian Pendidikan dan kepolisian mendahulukan penyelesaian kasus pelecehan seksual di kampus sebelum memproses gugatan balik dari terduga pelaku.
Film Penyalin Cahaya karya sutradara Wregas Bhanuteja memborong 12 penghargaan dari 17 nominasi Piala Citra di Festival Film Indonesia (FFI) 2021. Film itu meraih Piala Citra antara lain untuk film cerita panjang terbaik dan sutradara terbaik.
Jurnalisme berkualitas memerlukan dukungan khalayak ramai. Dengan berlangganan Tempo, Anda berkontribusi pada upaya produksi informasi yang akurat, mendalam dan tepercaya. Sejak awal, Tempo berkomitmen pada jurnalisme yang independen dan mengabdi pada kepentingan orang banyak. Demi publik, untuk Republik.