maaf email atau password anda salah


Dukung Mahasiswa Melawan Pemilu Curang

Mahasiswa bergerak turun ke jalan menolak pemilu curang. Masyarakat perlu mendukung gerakan mereka lewat pilihan di bilik suara.

arsip tempo : 171463090315.

Ilustrasi: Tempo/J. Prasongko. tempo : 171463090315.

DI TENGAH jalan mundur demokrasi Indonesia yang semakin jauh, gerakan mahasiswa seperti lilin yang memberi secercah cahaya. Karena itu, gerakan mahasiswa perlu terus didukung untuk menghentikan penyelewengan kekuasaan yang bakal membawa negeri ini ke masa kegelapan. 

Ketika banyak generasi muda terlena oleh gimik politik, seperti goyang gemoy Prabowo Subianto, mahasiswa dari lebih 40 perguruan tinggi ambil bagian dalam deklarasi keprihatinan atas kecurangan Pemilu 2024. Mahasiswa pun kembali turun ke jalan demi menyuarakan keresahan mereka atas pembajakan konstitusi, pelanggaran atas etika politik, dan rusaknya sendi-sendi demokrasi. 

Alih-alih mendengarkan suara jernih (voice) dari kampus, pemerintahan saat ini malah menuding gerakan mahasiswa sebagai gangguan (noise) yang ditunggangi kepentingan politik elektoral. Sungguh tuduhan yang tak berdasar dan menghina akal sehat.

Maka, tampak jelas bahwa pemerintah saat ini tengah memakai jurus andalan para penguasa otoriter sebelumnya: memberi stigma buruk kepada gerakan mahasiswa. Sejarah mencatat, pemerintah Orde Lama menuduh gerakan mahasiswa pada 1966 disetir intelijen asing dan kekuatan neokolonialisme-imperialisme. Pemerintah Orde Baru juga menuding gerakan mahasiswa 1998 disusupi organisasi berhaluan kiri.   

Gerakan mahasiswa sejatinya merupakan barometer paling akurat yang menunjukkan bahwa situasi politik tidak baik-baik saja. Di awal periode kedua pemerintahan Joko Widodo pada akhir 2019, misalnya, mahasiswa menggelar demonstrasi besar-besaran—terbesar setelah gerakan reformasi yang menjatuhkan Presiden Soeharto pada 1998. Dengan tagar #reformasidikorupsi, mahasiswa mendesak penyelamatan Komisi Pemberantasan Korupsi yang dikebiri oleh Jokowi bersama DPR lewat revisi undang-undang. 

Pada tahun berikutnya, mahasiswa kembali berunjuk rasa secara masif menolak Undang-Undang Cipta Kerja dengan mengusung tagar #MahasiswaBergerak. Lalu, pada 2022, mahasiswa lintas kampus juga turun ke jalan menolak manuver politik perpanjangan masa jabatan Jokowi hingga tiga periode. Pendek kata, mahasiswa akan kembali turun ke jalan mana kala penguasa yang duduk di puncak piramida eksekutif dan legislatif mengkhianati amanat rakyat atau pemilih mereka.    

Memang, sebagian orang beranggapan bahwa gerakan mahasiswa belakangan ini tidak sekuat gerakan Reformasi 1998 yang sanggup menumbangkan rezim otoriter di bawah Soeharto yang telah berkuasa selama lebih dari tiga dekade. Banyak faktor yang dipercaya sebagai penyebab lemahnya gerakan mahasiswa: dari pengalaman yang terbatas, basis ideologi yang goyah, hingga pembungkaman yang sistematis oleh aparat. 

Lebih dari itu, gerakan mahasiswa belakangan ini juga menghadapi lawan yang tidak mudah didefinisikan atau dijadikan target perlawanan. Berbeda dengan senior mereka yang menghadapi pemerintah yang mudah dicela dari segala jurusan, mahasiswa hari ini menghadapi rezim populis yang dipilih secara demokratis, tapi kemudian membajak proses dan institusi demokrasi. Pemerintahan saat ini juga sangat piawai merangkul aktivis gerakan masyarakat sipil lalu menyumpal mereka dengan segala privilese sehingga kehilangan nalar kritisnya.   

Meski demikian, bara pergerakan mahasiswa tidaklah padam. Pekan ini, menjelang pemungutan suara pada Rabu, 14 Februari mendatang, mahasiswa berencana kembali turun ke jalan. Bila aparat menghalangi mahasiswa untuk menggelar unjuk rasa menjelang hari pemungutan suara, mahasiswa mengancam akan berdemonstrasi setelahnya. Mahasiswa pun berikrar akan terus mempersoalkan penyelenggaraan Pemilu 2024 yang sarat kecurangan. 

Walhasil, dalam beberapa hari terakhir, mahasiswa sudah mulai menjalankan tugas mulianya. Kehadiran "parlemen jalanan" itu jelas memberi harapan di tengah pesimisme sebagian orang akan hasil Pemilu 2024 yang belepotan dengan tanda-tanda kecurangan. Tapi api lilin perjuangan mahasiswa hanya akan menyala besar bila mendapat dukungan dari semua elemen masyarakat yang gandrung akan pemilu yang demokratis, jujur, dan berkeadilan. 

Bagi masyarakat umum (pemilih), cara terbaik untuk menghentikan penyelewengan kekuasaan adalah melawan di bilik suara. Jangan pilih pasangan calon presiden-wakil presiden yang didukung penguasa secara curang. Selanjutnya, kawal penghitungan hasil pemilu dari tempat pemungutan suara sampai Komisi Pemilihan Umum di tingkat pusat. Ingat, pemilu yang curang, jika tidak dilawan, pasti akan melahirkan pemerintah yang curang.

Konten Eksklusif Lainnya

  • 2 Mei 2024

  • 1 Mei 2024

  • 30 April 2024

  • 29 April 2024


Jurnalisme berkualitas memerlukan dukungan khalayak ramai. Dengan berlangganan Tempo, Anda berkontribusi pada upaya produksi informasi yang akurat, mendalam dan tepercaya. Sejak awal, Tempo berkomitmen pada jurnalisme yang independen dan mengabdi pada kepentingan orang banyak. Demi publik, untuk Republik.

Login Langganan