maaf email atau password anda salah


Cawe-cawe Polisi Menandingi Gerakan Kampus

Polisi ditengarai mengintimidasi sejumlah pejabat kampus. Berdalih dengan narasi mewawancarai perihal kinerja Jokowi.

arsip tempo : 171460836559.

Presiden Joko Widodo membagikan kaus kepada warga di Bandung, Jawa Barat, 3 Februari 2024. ANTARA/Hafidz Mubarak A. tempo : 171460836559.

JAKARTA Hardi Winoto menjalankan rutinitas bersepeda sehabis pulang kerja pada Jumat sore, 2 Februari 2024. Wakil Rektor II Universitas Muhammadiyah Semarang (Unimus) ini rutin menyempatkan gowes pada akhir pekan dengan berkeliling kampung setiap petang.

Tiba di rumah, dia mendapati dua polisi berseragam menyambangi rumahnya di Kabupaten Demak. Hardi menuturkan bahwa kedatangan kedua polisi itu untuk membuat video semacam testimoni perihal kebaikan pemerintahan Presiden Joko Widodo.

“Mereka sempat bertanya, 'Apakah benar ini rumah Pak Hardi?' Saya jawab, 'Benar.' Kedua polisi itu lalu memperkenalkan diri,” ujar Hardi kepada Tempo pada Ahad, 4 Februari 2024. Menurut Hardi, salah seorang polisi itu memperkenalkan diri sebagai Kepala Polsek Tembalang, Semarang.

Kedua polisi itu lalu menjelaskan tujuannya menemui Hardi untuk mewawancarai. Hardi menerima permintaan tersebut sebagai bentuk kerja sama dan kekerabatan antara Universitas Muhammadiyah Semarang dan kepolisian. Hardi mempersilakan tamunya masuk ke rumahnya dan diminta menunggu sejenak karena dia akan bersalin pakaian.

Hardi menuturkan, awalnya dia hanya mengenakan kaus saat hendak diwawancarai. Namun kedua polisi itu meminta Hardi menggantinya dengan pakaian formal. Dia mengatakan polisi tersebut sempat memberikan selembar kertas sebelum wawancara. Kertas tersebut semacam naskah “sontekan” jawaban yang kira-kira mesti disampaikan saat wawancara. Tapi Hardi menolaknya. “Ada naskahnya. Saya bilang tidak usah, Bu. Silakan langsung saja wawancara,” ujar Hardi kepada Kapolsek Tembalang.

Wakil Rektor II Universitas Muhammadiyah Semarang (Unimus), Hardi Winoto. unimus.ac.id

Wawancara dimulai tentang pemilihan umum (pemilu). Wawancara tersebut direkam berbentuk tayangan gambar video menggunakan telepon dan kamera telepon seluler. Menjawab pertanyaan polisi tentang pemilu, Hardi mengatakan, perguruan tinggi harus bersikap netral dan memberi ruang yang sama bagi para kandidat yang ikut kontestasi pemilihan presiden.

Polisi kemudian meminta Hardi menjawab dan memberi penilaian perihal sejumlah program kerja Presiden Joko Widodo. Hardi lantas mengomentari kinerja pemerintahan Jokowi saat menangani pandemi Covid-19.

Proses wawancara rampung sekitar pukul 18.30 WIB. Hardi kemudian diberi file rekaman video wawancaranya melalui aplikasi perpesanan WhatsApp. File itu berisi dua rekaman video yang disunting kemudian dijadikan satu file. Dalam file tayangan video itu juga disematkan logo Universitas Muhammadiyah Semarang di sisi kanan atas.

Tak berselang lama, pada Jumat malam itu juga, dia mendapat kiriman tautan portal media yang memuat materi wawancaranya dengan polisi itu. Keesokan harinya, berita itu menjadi perbincangan para dosen di perguruan tinggi tempatnya mengajar. "Saya dikira mengarahkan ke salah satu pasangan calon (presiden)," ujarnya.

Hardi tak menyangka wawancaranya dengan polisi itu muncul di portal media nasional. “Karena polisi yang datang, saya pikir wawancara itu hanya untuk kepentingan internal mereka," ujarnya.

Hardi lantas menghubungi Kepala Polsek Tembalang Komisaris Wahdah Maulidiawati untuk meminta konfirmasi sekaligus mempertanyakan alasan wawancaranya tersebut diterbitkan di media massa.

Tim Unimus juga bergerak menghubungi redaksi media yang menerbitkan berita dan tayangan video wawancara Hardi. Tim meminta konten wawancara di media tersebut diturunkan dari laman berita. Laman yang sebelumnya menampilkan foto Hardi dan narasi wawancaranya itu kini telah dicabut.

Tapi, rupanya, tayangan video wawancara itu juga muncul di media sosial TikTok. Tayangan video wawancara itu hingga kini masih bisa diakses. Akun TikTok dengan nama pengguna @enaknya.ngapain.y8 dengan foto profil calon presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto, mengunggah video wawancara Hardi dan beberapa rektor universitas lainnya.

Adapun Kepala Polsek Tembalang Komisaris Wahdah Maulidiawati belum bisa dimintai konfirmasi hingga berita ini ditulis. Dia belum merespons upaya konfirmasi perihal aksi wawancaranya kepada Hardi yang lantas muncul di media massa dan media sosial. Pertanyaan kepada Wahdah diajukan melalui aplikasi pesan WhatsApp, tapi belum ditanggapi.

Video testimoni tersebut muncul setelah para guru besar dan sivitas akademika dari puluhan perguruan tinggi negeri dan swasta menyatakan sikap mengkritik rusaknya demokrasi di bawah pimpinan Jokowi. Gelombang kritik tersebut berawal dari deklarasi Petisi Bulaksumur yang disampaikan sivitas akademika Universitas Gadjah Mada pada 31 Januari 2024. Mereka menilai banyak penyimpangan yang terjadi selama pemerintahan Jokowi.

Dalam petisi itu disebutkan sejumlah tindakan Presiden Joko Widodo yang menyimpang dalam ketatanegaraan, antara lain pelanggaran etik di Mahkamah Konstitusi, keterlibatan sejumlah aparat penegak hukum dalam proses demokrasi, serta pernyataan Jokowi tentang presiden dan menteri boleh berkampanye dalam Pemilu 2024.

Muncul di Akun yang Sama

Selain terhadap Hardi, berita dengan format narasi wawancara serupa muncul dengan rektor-rektor lain, seperti Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP), Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), dan Universitas Darul Ulum Islamic Centre Centre Sudirman (Undaris).

Ketiga rektor itu disebut menyampaikan pernyataan yang sama perihal pemilu dan pencapaian kinerja pemerintahan Jokowi. Tayangan video wawancara mereka juga muncul di media sosial TikTok dengan akun yang sama: @enaknya.ngapain.y8. Video yang disebut-sebut tayang secara bergiliran itu ditengarai dikumpulkan oleh polisi yang menemui pemimpin kampus.

Rektor Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP) Jebul Suroso. muhammadiyah.or.id

Rektor Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP) Jebul Suroso mengatakan ia mengapresiasi kinerja Jokowi, khususnya saat pandemi Covid-19, pembangunan infrastruktur, dan pengadaan riset untuk perguruan tinggi. Suroso dalam tayangan video itu juga berharap agar, dalam momen Pemilu 2024, Indonesia bisa mendapatkan pemimpin yang mampu melanjutkan kinerja Jokowi.

Menurut dia, Universitas Muhammadiyah Purwokerto memiliki sudut pandang berbeda dengan akademikus dari kampus lain dalam menilai kinerja Jokowi. "Saya lihat dan rasakan kinerja Jokowi sudah bagus," ucap Suroso, kemarin.

Ketika diminta Tempo untuk mengirim video yang dia buat, Suroso enggan membagikannya karena tak mau video itu tersebar. Dia hanya memberikan link atau tautan dari akun media sosial TikTok tersebut.

Suroso mengklaim pernyataannya murni dari dia dan tak disetir pihak mana pun. Suroso membantah jika dikatakan ada pihak yang memintanya membuat pernyataan positif perihal kinerja pemerintah. “Saya tidak berada di tempat saat membuat video yang kemudian saya kirim ke pihak hubungan masyarakat kampus," ujar Suroso, yang menyebut dirinya sedang berada di Abu Dhabi.

Tempo berupaya meminta konfirmasi Rektor Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, Akhmad Sodik, ihwal berita dan video testimoni yang disebut-sebut serupa dengan tayangan rektor kampus Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Namun pesan konfirmasi Tempo ke nomor telepon selulernya tidak direspons.

Polisi yang menyambangi kampus dan meminta membuat video dengan narasi positif terhadap pemerintahan Jokowi juga terjadi di kampus Soegijapranata. Sumber Tempo mengatakan Rektor Universitas Katolik Soegijapranata, Ferdinandus Hindiarto, mendapat telepon dari seorang perwira di Polrestabes Semarang, Jawa Tengah, agar membuat video klarifikasi.

Hindiarto ditelepon setelah Unika Soegijapranata bersama Asosiasi Perguruan Tinggi Katolik (APTIK) membuat pernyataan mengkritik pemerintahan Jokowi. Namun Hindiarto tidak menggubris permintaan tersebut. Menurut sumber tadi, Rektor diminta mengikuti arahan berupa kalimat yang didiktekan perwira tersebut. “Tapi akhirnya rektor dan jajarannya memutuskan tidak menggubris,” ujar sumber itu, kemarin.

Cawe-cawe terhadap Lima Guru Besar 

Dugaan cawe-cawe polisi terhadap kalangan kampus setidaknya dialami lima guru besar dari perguruan tinggi berbeda. Lima guru besar yang dimintai konfirmasi Tempo membenarkan bahwa polisi mendatangi sejumlah petinggi kampus pada Sabtu, 3 Februari 2024. Polisi yang menemui petinggi universitas meminta kampus membuat testimoni. Isinya bahwa Presiden Joko Widodo dan pemerintahannya berjasa dan baik. “Isi testimoni sudah disiapkan sejak awal. Pihak kampus hanya diminta membuat pernyataan lewat video. Lalu video itu diserahkan atau diambil polisi,” kata sumber tersebut.

Sumber Tempo mengatakan isi testimoni bisa dimodifikasi, tapi substansi yang disiapkan sudah harus selaras. Adapun poin-poin dalam testimoni itu adalah apresiasi terhadap pemerintahan Joko Widodo dan bagaimana Jokowi berhasil melewati masa sulit pandemi.

Kemudian kampus diminta memberikan pernyataan, yang intinya Pemilu 2024 sebagai ajang mencari pemimpin terbaik yang bisa meneruskan kepemimpinan Jokowi. Lalu draf testimoni itu juga meminta pihak kampus mengatakan agar tidak ada sekelompok orang yang memaksakan pendapat.

Kalangan kampus juga diminta membuat imbauan agar menjaga persatuan dan kesatuan. Imbauan ini ditengarai untuk melawan pernyataan para guru besar lintas universitas yang mengkritik pemerintahan Jokowi. Testimoni ini diperoleh dari dua guru besar berbeda dan ternyata isinya sama.

Tempo belum mendapat konfirmasi dari Mabes Polri perihal dugaan aparat kepolisian yang membuat atau merancang testimoni terhadap para rektor. Pesan berupa upaya konfirmasi yang dikirim Tempo kepada Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Sandi Nugroho belum direspons. Setali tiga uang, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Trunoyudo Wisnu Andiko juga tidak merespons permintaan konfirmasi Tempo.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur mengatakan gerakan para guru besar dan sivitas akademika muncul karena publik semakin melihat ketidaknetralan menjelang Pemilu 2024. Isnur menuturkan dugaan intimidasi terhadap para guru besar atau rektor semakin represif karena aparat akan menganggap tindakannya atas perintah atasan, yakni Presiden Joko Widodo. “Sejak awal, kami mendesak adanya sikap netral. Jika presidennya tidak netral, kemudian berpihak dan memperjuangkan anaknya, dampaknya akan seperti ini,” ujar Isnur.

EKA YUDHA SAPUTRA | JAMAL ABDUN NASHR | YUNI ROHMAWATI | PITO AGUSTIN RUDIANA | ANDI ADAM FATURAHMAN

Konten Eksklusif Lainnya

  • 2 Mei 2024

  • 1 Mei 2024

  • 30 April 2024

  • 29 April 2024


Jurnalisme berkualitas memerlukan dukungan khalayak ramai. Dengan berlangganan Tempo, Anda berkontribusi pada upaya produksi informasi yang akurat, mendalam dan tepercaya. Sejak awal, Tempo berkomitmen pada jurnalisme yang independen dan mengabdi pada kepentingan orang banyak. Demi publik, untuk Republik.

Login Langganan