maaf email atau password anda salah


Operasi Penggembosan Gerakan Kampus

Setelah intimidasi polisi, muncul forum guru besar yang mendegradasi gerakan kampus. Belasan guru besar dimobilisasi ke Jakarta.

arsip tempo : 172847781338.

Komunitas guru besar dan dosen Institut Teknologi Bandung mengikuti Deklarasi Akademik terkait Pemilihan Presiden 2024 di Sasana Budaya Ganesha, Bandung, Jawa Barat, 5 Februari 2024. TEMPO/Prima mulia. tempo : 172847781338.

JAKARTA – Profesor Jiuhardi bersama 16 guru besar lintas perguruan tinggi berkumpul di Hotel Aryaduta, Jakarta, selama tiga hari, Selasa hingga Kamis lalu. Di hotel itu, mereka menggodok rancangan maklumat yang akan dibacakan secara terbuka.

Jiuhardi merupakan guru besar ilmu ekonomi dari Universitas Mulawarman. Ia dan 16 guru besar lainnya bergabung dalam Presidium Forum Guru Besar Indonesia.

Rapat di Hotel Aryaduta itu dipimpin oleh Singgih Tri Sulistiyono, guru besar dari Universitas Diponegoro. Singgih merupakan Ketua Presidium Forum Guru Besar Indonesia.

Adapun Jiuhardi datang ke Jakarta atas undangan Singgih Tri Sulistiyono, yang dikirim kepadanya pada 4 Februari lalu. “Kami berangkat sehari setelahnya,” kata Jiuhardi kepada Tempo, Jumat, 9 Februari 2024

Ia mengatakan pengundang menanggung biaya transportasi peserta pergi-pulang (PP) dan sewa hotel selama empat hari. “Ongkos ke bandar udara saja yang pribadi,” katanya.

Jiuhardi mengatakan rapat Presidium Forum Guru Besar Indonesia sengaja dilakukan untuk merespons sikap guru besar yang berlebihan, khususnya mengenai tanggapan mereka terhadap pelaksanaan Pemilu 2024.

Sikap guru besar yang berlebihan yang dimaksudkan Jiuhardi itu merujuk pada gerakan kampus yang meningkat sejak akhir Januari lalu. Gerakan kampus itu berawal dari petisi civitas academica Universitas Gadjah Mada yang dinamai Petisi Bulaksumur, 31 Januari lalu. Mereka menegur Jokowi sebagai bagian dari keluarga besar UGM. Jokowi adalah alumnus UGM dari Fakultas Kehutanan.

Sejumlah civitas academica UGM menyampaikan petisi Bulaksumur yang dibacakan oleh guru besar Fakultas Psikologi, Prof Drs Koentjoro PhD, di UGM, Yogyakarta, 31 Januari 2024. Dok. UGM

Petisi Bulaksumur ini menjadi pemantik civitas academica di kampus lainnya bersikap serupa. Mereka mengkritik penurunan demokrasi pada era pemerintahan Presiden Jokowi. Mereka merujuk pada pernyataan Jokowi tentang presiden boleh berkampanye dan memihak. 

Gerakan kampus ini juga menyinggung putusan Mahkamah Konstitusi tentang uji materi Pasal 169 huruf q Undang-Undang Pemilu, yang memuluskan jalan Gibran Rakabuming Raka—putra sulung Jokowi—menjadi calon wakil presiden pendamping Prabowo Subianto.

Menurut Jiuhardi, semestinya para guru besar itu tidak menyoroti secara berlebihan proses pencalonan presiden dalam Pemilu 2024 ini. Sebab, mereka yang mencalonkan diri pasti sudah memiliki keyakinan terhadap kelayakan dan kepantasan untuk menjadi pemimpin. “Sehingga maklumat ini tujuannya adalah untuk menjaga keutuhan bangsa,” katanya. 

Rapat Presidium Forum Guru Besar Indonesia itu menghasilkan delapan poin maklumat. Maklumat itu, antara lain, meminta segenap elemen masyarakat, khususnya akademikus dan cendekiawan, menyampaikan pemikiran yang lebih menyejukkan dibanding membakar situasi. Lalu menyampaikan pemikiran yang lebih mendamaikan ketimbang meramaikan serta menyampaikan pemikiran yang lebih solutif, bukan malah provokatif.

Presidium Forum Guru Besar Indonesia ini mendesak civitas academica di semua kampus menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan elektoral yang bersifat sesaat.

Maklumat Presidium Forum Guru Besar Indonesia terkesan berseberangan dengan gerakan kampus selama ini. Jiuhardi mengakui sikap Presidium Forum Guru Besar Indonesia yang berbeda dengan sejumlah guru besar lainnya.

Guru besar Universitas Airlangga (Unair), Hotman Siahaan (tengah), membacakan manifesto akademikus didampingi sejumlah civitas academica, keluarga besar, dan alumnus Unair saat menggelar aksi Unair Memanggil: Menegakkan Demokrasi, Menjaga Republik di depan gedung Pascasarjana Unair, Surabaya, Jawa Timur, 5 Februari 2024. ANTARA/Moch. Asim

Jiuhardi mengatakan Presidium memang meminta para guru besar tidak menyoroti secara berlebihan proses pencalonan Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Presiden Jokowi. “Kita jangan menggiring opini demi kepentingan elektoral pihak lain. Serahkan saja 14 Februari nanti kepada rakyat yang memilih,” ujarnya.

Jiuhardi juga mengatakan pernyataan Presidium Forum Guru Besar Indonesia dibuat bukan atas dasar kepentingan politik. Meski mengaku sebagai pengagum Jokowi, Jiuhardi mengatakan dirinya bersikap netral dalam pemilihan presiden ini. “Justru yang saya harapkan, siapa pun yang terpilih bisa melanjutkan program yang sudah berjalan baik saat ini,” katanya. 

Hingga saat ini, Singgih belum bisa dimintai konfirmasi. Kepala Biro Hubungan Masyarakat Universitas Diponegoro Utami Setyowati juga belum menjawab pertanyaan yang dikirim ke nomor telepon selulernya.

Saat konferensi pers di Hotel Aryaduta pada Kamis lalu, Singgih berharap maklumat dari Presidium Forum Guru Besar Indonesia dapat mencerahkan semua pihak. "Marilah kita jaga, rawat, dan kembangkan terus pusaka NKRI ini sebagai rumah bersama yang aman, tenteram, damai, bersatu, saling mengasihi, saling menghormati, gotong royong penuh kekeluargaan, tanggung jawab, sejahtera, adil, serta makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945," kata Singgih.

Indikasi Penggembosan Gerakan Mahasiswa

Upaya penggembosan gerakan kampus sudah terjadi sejak pekan lalu. Misalnya, polisi mendatangi perguruan tinggi, lalu meminta pihak rektorat membuat testimoni berisi pernyataan bahwa Presiden Jokowi menjalankan pemerintahan dengan baik.

Di samping gerakan guru besar, gerakan mahasiswa digembosi. Indikasi penggembosan gerakan mahasiswa itu terjadi pada mahasiswa Universitas Trisakti.

Civitas academica Universitas Trisakti melakukan aksi Trisakti Bergerak di Tugu Reformasi, Jakarta, 9 Februari 2024. TEMPO/Hilman Fathurrahman W.

Mantan Wakil Presiden Mahasiswa Universitas Trisakti, Lamadahur Pamungkas, mengatakan awalnya civitas academica Universitas Trisakti hendak membacakan Maklumat Trisakti Lawan Tirani di depan area gedung rektorat, Jumat kemarin. Lokasi ini dipilih karena memiliki nilai sejarah yang lekat dengan peristiwa reformasi 26 tahun silam. Namun rencana itu batal terealisasi karena pintu gerbang kampus terkunci.

Lamadahur mengatakan Rektor Universitas Trisakti tiba-tiba menerbitkan surat edaran yang berisi pernyataan bahwa aktivitas di kampus reformasi itu diliburkan pada Jumat kemarin. Alasannya, untuk menjaga stabilitas keamanan. Konsekuensi dari status libur ini membuat gerbang kampus ditutup.

“Kami sempat mengajak rektorat dan guru besar berkonsolidasi mengenai ini, tapi tidak terjadi,” kata Lamadahur. “Kami sudah menjelaskan bahwa kegiatan ini bukan untuk kepentingan elektoral salah satu pasangan calon, melainkan merespons situasi nasional.”

Civitas academica Universitas Triksakti terpaksa membacakan maklumat tersebut di Tugu Reformasi, depan kampus Universitas Trisakti, Grogol, Jakarta Barat.

Menurut Lamadahur, semestinya gerakan kampus oleh sejumlah guru besar lintas perguruan tinggi menjadi pemantik pihak rektorat Universitas Trisakti melakukan hal serupa. Namun pihak rektorat berbuat sebaliknya, yaitu mengeluarkan pernyataan yang tak mendukung maklumat tersebut. “Universitas justru menyatakan bahwa kegiatan ini tidak mengatasnamakan institusi,” katanya.

Pelaksana tugas Wakil Rektor Universitas Trisakti, Yoska Oktaviano, belum menjawab permintaan konfirmasi Tempo soal ini. Ketua Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA) Satria Unggul Wicaksana mengatakan upaya penggembosan gerakan kampus bukanlah hal baru. Upaya penggembosan gerakan itu, kata dia, berlangsung secara sistematis. 

“Kami berharap tekanan-tekanan ini tidak dilakukan untuk mewujudkan muruah pemilu yang bersih dan keadilan akademis,” kata Satria.

Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur mengatakan gerakan tandingan guru besar di Hotel Aryaduta tersebut menandakan bahwa pemerintah takut akan menguatnya gerakan di kampus. “Sehingga dilakukan politik adu domba antar-akademikus,” katanya. 

Menurut dia, pemerintah dan aparat semestinya sadar akan teguran yang lahir dari gerakan kampus tersebut. 

ANDI ADAM FATURAHMAN

Konten Eksklusif Lainnya

  • 9 Oktober 2024

  • 8 Oktober 2024

  • 7 Oktober 2024

  • 6 Oktober 2024


Jurnalisme berkualitas memerlukan dukungan khalayak ramai. Dengan berlangganan Tempo, Anda berkontribusi pada upaya produksi informasi yang akurat, mendalam dan tepercaya. Sejak awal, Tempo berkomitmen pada jurnalisme yang independen dan mengabdi pada kepentingan orang banyak. Demi publik, untuk Republik.

Login Langganan