Apa Itu COP dan Mengapa Pertemuan Itu Penting

COP28 akan berlangsung di Dubai mulai 30 November 2023. COP menuai kritik karena dinilai terlalu lambat, tapi tetap penting.

Tempo

Rabu, 29 November 2023

COP atau Conference of The Parties adalah pertemuan tahunan global untuk membahas ancaman krisis iklim. Namun konferensi antarpemerintah ini juga menjadi biang kontroversi, terutama akibat minimnya kemajuan dalam penanggulangan bencana iklim.

Sejak pertama kali berlangsung pada 1995, setiap COP menghasilkan pengurangan emisi secara bertahap. Sementara itu, transformasi besar-besaran dan sistemik untuk mencapai tujuan yang ditetapkan Perjanjian Paris masih jauh panggang dari api.

Meski demikian, kita juga perlu memahami besarnya tantangan untuk mencapai konsensus bagi 198 negara peserta. Di tengah kondisi itu, COP telah meraih sejumlah tonggak penting, terutama Perjanjian Paris.

Maka, meski progresnya sangat lambat, COP tetap menjadi mekanisme paling potensial untuk memberi tekanan kepada semua pemerintah untuk menjalankan perubahan besar agar pemanasan global tak melebihi 1,5 derajat Celsius, atau setidaknya, tetap berada di ambang batas 2 derajat Celsius.

Asap mengepul dari pembangkit listrik tenaga batu bara terbesar di Eropa, Belchatow di Kleszczow, Polandia, 22 November 2023. REUTERS/Kacper Pempel

Definisi COP

Secara resmi, COP adalah badan pengambil keputusan tertinggi pada Konvensi Rangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) dan perjanjian-perjanjian di bawahnya.

UNFCCC, yang aktif sejak Maret 1994, berupaya mencegah segala aktivitas manusia yang mengganggu sistem iklim. Badan ini menekankan pentingnya pencapaian tujuan itu dalam batas-batas waktu tertentu supaya ekosistem dapat beradaptasi secara alami terhadap perubahan iklim, menjaga produksi pangan, dan mendorong pembangunan ekonomi berkelanjutan.

Tujuan mereka bukan menghentikan pemanasan global secara total, karena sudah tak lagi memungkinkan, melainkan untuk melakukan mitigasi dan adaptasi terhadap dampak negatifnya supaya tidak terjadi bencana yang lebih besar.

Keanggotaan dan Pengambilan Keputusan COP

Saat ini, UNFCCC beranggotakan 198 negara, yang berarti semua negara di dunia telah meratifikasi konvensi perubahan iklim.

Selama pertemuan COP, semua pihak bermusyawarah untuk mencari cara menerapkan hasil konvensi perubahan iklim dan membentuk kesepakatan agar pelaksanaannya efektif. Diskusi itu termasuk soal pengaturan administratif dan institusional. Keputusan-keputusannya masuk dalam dokumen hasil COP, seperti “Glasgow Climate Pact” dan “The Sharm el-Sheikh Implementation Plan”. 

Keputusan dicapai lewat konsensus, yang membuka peluang setiap negara untuk memberikan pengaruh besar yang kadang tak proporsional. Dari tahun ke tahun, sejumlah keberatan muncul dari negara maju, seperti Amerika Serikat, Rusia, Cina, dan Australia, yang sering kali didasari kepentingan ekonomi.

Hal ini disebabkan konvensi tersebut lebih sering memberikan tanggung jawab kepemimpinan dalam aksi global kepada negara-negara maju. Mereka mendukung inisiatif perubahan iklim dengan memberikan bantuan keuangan, pengetahuan, dan teknologi kepada negara-negara berkembang.

Penyebabnya adalah negara-negara berkembang berada di barisan depan dalam menghadapi krisis iklim, meski lebih sedikit mengeluarkan emisi karbon. Hal ini terjadi karena negara-negara paling rentan di dunia berada di garis depan krisis iklim, dengan tingkat penderitaan yang sangat besar, lebih terkena dampak, tapi berkontribusi paling kecil terhadap emisi karbon. Cakupan dan mekanisme untuk mendukung relasi tersebut masih menjadi perdebatan. Selama ini Bantuan Fasilitas Lingkungan Global lebih banyak mengawasi sistem hibah dan pinjaman.

Secara khusus, COP27 di Sharm El-Sheik, Mesir, membentuk Dana Kehilangan dan Kerusakan sebagai kompensasi bagi negara berkembang yang terkena dampak emisi dari negara-negara industri. Meski demikian, tenggat operasionalnya tak kunjung jelas, sehingga banyak pihak khawatir semuanya bakal terlambat bagi negara berkembang.

Logo "COP28 UEA" ditampilkan di layar saat upacara pembukaan Abu Dhabi Sustainability Week (ADSW) bertema "Bersatu dalam Aksi Iklim Menuju COP28", di Abu Dhabi, UEA, 16 Januari 2023. REUTERS/Rula Rouhana

Frekuensi dan Format COP

Pertemuan COP berlangsung tahunan, kecuali para pihak memutuskan menundanya. Konferensi pertama berlangsung di Berlin pada Maret 1995. Rotasi presidensi COP mencerminkan lima kawasan, yaitu Afrika, Asia, Amerika Latin dan Karibia, Eropa Tengah dan Timur, serta Eropa Barat dan lainnya.

Dampaknya, ada kecenderungan lokasi pertemuan disebar di antara negara-negara satu kawasan. Misalnya Australia mengajukan diri menjadi tuan rumah COP31 pada 2026 dengan menggandeng negara-negara di Samudra Pasifik.

Di lokasi pertemuan, berlangsung banyak sekali kegiatan. Mulai dari negosiasi dan acara di paviliun-paviliun negara peserta. Pada saat yang sama, bisa berlangsung ratusan sesi.

Negosiasi kebanyakan berpusat pada negara yang terlibat, sehingga peserta masyarakat sipil—terdiri atas peneliti, organisasi nirlaba, aktivis, pemuda, masyarakat adat, pemimpin bisnis, dan pemangku kepentingan lain—berada di pinggiran proses pengambilan keputusan.

Para pemangku kepentingan ini sering kali ditempatkan di zona bergaya pameran yang berdekatan dengan lokasi negosiasi formal, tempat mereka memamerkan karya sekaligus berupaya mempengaruhi proses negosiasi. Belakangan ini, kritik terhadap greenwashing bermunculan. Minimnya interaksi antara pembuat kebijakan dan masyarakat sipil yang selalu terbatas menjadi satu kritik dari pelaksanaan konvensi COP.

Peran dan nilai dari kelompok masyarakat sipil yang berkembang di COP ini menjadi bahan perdebatan. Sebagian orang berpendapat bahwa hal ini secara tidak sengaja mendorong greenwashing dibandingkan dengan tindakan nyata. Seharusnya fokusnya tertuju pada negosiasi.

Di lain pihak, orang meyakini bahwa pengaturan tersebut menyediakan panggung bagi masyarakat sipil untuk menyuarakan keprihatinannya dan menyajikan penelitian baru. Sekaligus mengarahkan sorotan media dunia terhadap isu paling kritis di zaman kita.

Signifikansi COP

COP memegang peran yang sangat besar karena menjadi tempat lahirnya keputusan penting dunia, misalnya Perjanjian Paris. Contohnya, COP1 di Berlin pada 1995 menandai komitmen negara-negara maju untuk membahas pengurangan emisi dan perubahan iklim minimal setahun sekali.

Dalam COP3 di Kyoto pada 1997, lahir Protokol Kyoto. Ketentuan ini mewajibkan negara-negara industri mengurangi emisi gas rumah kaca dan membentuk pasar karbon. COP13 di Bali pada 2007 melengkapi Protokol Kyoto dengan Peta Jalan Bali yang melibatkan semua negara peserta. Sedangkan penentuan batas kenaikan suhu di bawah 2 derajat Celsius disepakati di COP15 di Kopenhagen pada 2009.

Puncak keberhasilan COP ada di COP21 di Paris pada 2015 dengan adopsi penuh Perjanjian Paris oleh seluruh negara peserta. Perjanjian ini bertujuan membatasi kenaikan suhu global tak lebih dari 2 derajat Celsius, dengan target ideal 1,5 derajat Celsius—meski kemajuannya masih sangat minim hingga saat ini.

Karena itu, UNFCCC meningkatkan fokusnya pada hal-hal yang bersifat mendesak. Peran penting dalam kerja ini adalah Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC). IPCC dibentuk pada 1989 sebagai inisiatif kerja sama antarpemerintah anggota Organisasi Meteorologi Dunia dan Program Lingkungan PBB. Laporan mereka menjadi kunci yang membantu pengambilan keputusan COP soal aksi iklim.

Kehilangan dan kerugian merupakan isu yang saling-silang, yang secara khusus menentukan kompensasi yang menjadi seharusnya negara berkembang terima dari negara industri atas kerusakan yang timbul akibat praktik-praktik yang tidak berkelanjutan.

---

Artikel ini ditulis oleh Susie Ho, Gerry Nagtzaam, dan Peter Graham dari Monash University serta Sali Bache dari Climate Works. Terbit pertama kali di 360info dalam bahasa Inggris dan diterjemahkan ke bahasa Indonesia oleh Reza Maulana dari Tempo.

Berita Lainnya