maaf email atau password anda salah


Turun Gunung Mengkritik Jokowi

Sejumlah kampus mengkritik Jokowi karena telah merusak demokrasi. Gelombang perlawanan semakin meluas. 

 

arsip tempo : 171465096063.

Ilustrasi: Tempo/J. Prasongko. tempo : 171465096063.

MELUASNYA gerakan civitas academica dalam sepekan terakhir menunjukkan ada persoalan etis yang akut dalam pemerintahan Joko Widodo. Gerakan petisi kampus ini merupakan bentuk keresahan moral atas pembajakan konstitusi dan hilangnya etika bernegara yang merusak prinsip-prinsip demokrasi.

Bermula dari Universitas Gadjah Mada dan Universitas Islam Indonesia, seruan guru besar ini terus menggelinding ke sejumlah kampus lain, seperti Universitas Indonesia, Universitas Andalas, dan Universitas Padjadjaran. Rusaknya koridor demokrasi—dimulai oleh pelanggaran etik di Mahkamah Konstitusi yang meloloskan Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Jokowi, maju dalam kontestasi politik—menjadi salah satu pusat keresahan para guru besar tersebut.

Bagi mereka, apa yang dilakukan Jokowi tidak bisa ditoleransi karena telah menggunakan MK untuk melanggengkan politik dinasti dan kekuasaan. Belum lagi soal dugaan keterlibatan aparat yang memihak kandidat tertentu dan politisasi pembagian bantuan sosial demi mengerek suara elektoral. Memanfaatkan sumber daya negara demi kepentingan politik praktis merupakan bentuk penyalahgunaan kekuasaan.

Pernyataan Jokowi bahwa presiden boleh memihak dan berkampanye dalam pemilihan umum asalkan tak memakai fasilitas negara juga pernyataan manipulatif berkedok konstitusi. Jokowi telah mengutip aturan secara tak utuh demi kepentingan keluarga. Keberpihakan presiden kepada salah satu calon—apalagi kandidat itu anaknya sendiri—jelas merusak pemilu yang jujur dan adil.

Bukannya berkaca, Istana malah menuding ada kepentingan elektoral di balik sikap kritis kampus. Pernyataan itu jelas mengada-ngada. Tak semestinya Istana menuduh keresahan guru besar dan civitas academica sebagai bagian dari kontestasi elektoral. Mereka bukan pendengung (buzzer) dan pemengaruh (influencer). Petisi kampus merupakan bagian dari kontrol sosial ketika pemerintah sudah melenceng jauh dari rel konstitusi.

Munculnya intimidasi terhadap guru besar UGM dan UI, juga gerakan tandingan dari sejumlah alumnus perguruan tinggi yang menarasikan pemerintahan Jokowi baik-baik saja, merupakan bentuk lain dari pembungkaman berekspresi yang melecehkan akal sehat dan demokrasi. Politik adu domba ini merupakan lagu lama. Penguasa alpa intimidasi dan upaya meredam kritik justru akan membuat gelombang perlawanan dari kampus bertambah masif. 

Yang juga perlu diingat, Pemilu 2024 bukanlah akhir dari krisis politik saat ini, melainkan titik awal pergolakan yang bisa memicu instabilitas politik di kemudian hari. Apalagi bila kemenangan dalam pemilihan presiden tersebut diwarnai kecurangan karena keberpihakan Jokowi dan mobilisasi aparat serta birokrasi untuk memenangkan Prabowo-Gibran.

Tanda-tanda ke arah sana sudah ada. Jokowi telah mengangkat tentara dan polisi yang ditengarai dekat dengan Istana untuk kepentingan memobilisasi suara. Ia juga mengganti mayoritas kepala daerah dengan penjabat sementara. Kita tahu bahwa tentara, polisi, dan birokrasi adalah senjata ampuh dalam menggiring opini publik serta massa. 

Hasil pemilu yang tidak jujur dan adil akan membuat pasangan Prabowo-Gibran—produk gagal reformasi serta anak haram konstitusi—semakin kehilangan legitimasi sekiranya mereka menang dalam kontestasi. Apalagi bila kemenangan itu ditempuh dengan segala cara--termasuk menerabas etika.

Rezim cacat dan haram ini bakal terus mendapat perlawanan dari berbagai kalangan. Bukan tidak mungkin perlawanan masyarakat ini akan semakin meruncing dan berpotensi meledakkan konflik horizontal bila upaya pembungkaman disertai politik adu domba. Kita tentu tak ingin semua itu terjadi.

Konten Eksklusif Lainnya

  • 2 Mei 2024

  • 1 Mei 2024

  • 30 April 2024

  • 29 April 2024


Jurnalisme berkualitas memerlukan dukungan khalayak ramai. Dengan berlangganan Tempo, Anda berkontribusi pada upaya produksi informasi yang akurat, mendalam dan tepercaya. Sejak awal, Tempo berkomitmen pada jurnalisme yang independen dan mengabdi pada kepentingan orang banyak. Demi publik, untuk Republik.

Login Langganan