JAKARTA - Wacana menghidupkan kembali utusan golongan di Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dianggap sudah tidak tepat di era reformasi. Upaya itu dikhawatirkan menjadi kedok untuk mengembalikan MPR sebagai lembaga tertinggi negara yang bisa memilih presiden.
"Gagasan itu jelas tidak membaca sejarah reformasi konstitusi. Membuat partai politik kian dominan dan menggerus keterwakilan daerah," kata Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universi
...Silakan berlangganan untuk membaca keseluruhan artikel ini.
Mulai dari
Rp. 58.000*/Bulan
Akses tak terbatas di situs web dan mobile Tempo
Aplikasi Tempo Media di Android dan iPhone
Podcast, video dokumenter dan newsletter
Arsip semua berita Majalah Tempo sejak terbit 1971 dan Koran Tempo sejak edisi perdana 2001
Register di sini untuk mendapatkan 5 artikel premium gratis. Jika sudah berlangganan, silakan login