JAKARTA – Komisaris Besar Achmad Yani, mantan Kepala Biro Perencanaan Kepolisian Daerah Jawa Timur, terseret dalam kasus kekerasan terhadap jurnalis Tempo, Nurhadi. Nama Achmad Yani muncul dalam berita acara pemeriksaan yang dibuat polisi dalam mengusut kasus kekerasan ini. Dia diduga mengetahui ketika polisi bernama Firman dan Purwanto menyekap Nurhadi yang sedang menjalankan kerja jurnalistik.
Koordinator advokasi Aliansi Anti-Kekerasan terhadap Jurnalis, Fatkhul Khoir alias Muhammad Djuir, mengatakan nama Achmad Yani muncul ketika penyidik Kepolisian Daerah Jawa Timur meminta keterangan tambahan dari korban. “Intinya merinci apa, bagaimana, dan siapa yang ditelepon dari hotel saat kejadian malam itu,” ucap Djuir kepada Tempo, kemarin.
Kepolisian juga meminta keterangan Nurhadi ihwal isi pembicaraan ketika proses penyekapan terjadi di sebuah hotel pada 27 Maret lalu. Termasuk meminta rekaman pembicaraan di telepon antara dua terduga pelaku penyekapan dan pihak Tempo. Ketika itu, pelaku bakal membebaskan Nurhadi apabila foto-foto yang sempat dipotret Nurhadi tidak diterbitkan di Tempo.
Nurhadi disekap dan dianiaya saat menjalankan kerja jurnalistik di Surabaya. Ia ditugaskan oleh redaksi majalah Tempo untuk meminta konfirmasi mantan Direktur Pemeriksaan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Angin Prayitno, yang terlibat kasus suap pajak. Nurhadi lantas mendatangi resepsi pernikahan anak Angin dengan anak Achmad Yani, yang digelar di gedung Graha Samudra Bumimoro, Kompleks Pembinaan Doktrin Pendidikan dan Latihan TNI Angkatan Laut, Surabaya. Tujuannya untuk meminta jawaban Angin ihwal kasus suap pajak tersebut.
Jurnalis melakukan aksi solidaritas untuk mengusut tuntas oknum pelaku kekerasan terhadap wartawan Tempo, Nurhadi di kawasan Tugu Adipura, Kota Tangerang, Banten, 31 Maret 2021. ANTARA/Fauzan
Menurut Djuir, polisi juga mendapat rekaman percakapan telepon antara Firman serta Purwanto dan Tempo yang direkam oleh pelaku. Dalam rekaman itu, Firman dan Purwanto menyebut kata "Bapak", yang diduga merujuk pada Achmad Yani selaku tuan rumah hajatan resepsi. Percakapan telepon dengan Tempo itu juga dikirim oleh pelaku kepada Achmad Yani. “Penyelidik menanyakan apakah korban dan saksi mengetahui siapa yang dimaksudkan di rekaman pembicaraan dua terduga pelaku tersebut dengan sebutan ‘Bapak’ yang punya hajatan.”
Selain memeriksa Achmad Yani, polisi disebut mengincar saudara kandung Angin yang bernama Agung Budi Wibowo dan Kuncoro Awan Sudrajat. Keduanya sempat menganiaya dan menyampaikan ancaman kepada Nurhadi. Satu di antaranya, yakni Agung, mengancam, “Mau masuk UGD atau kuburan?” Untuk membuktikan hal itu, polisi perlu memeriksa rekaman closed-circuit television (CCTV) untuk mencari bukti keterlibatan kerabat Angin itu. Menurut Djuir, polisi telah bekerja keras mengejar otak pelaku penganiayaan terhadap Nurhadi.
Tempo berupaya menghubungi Achmad Yani dengan pelbagai cara. Sumber di Kepolisian Daerah Jawa Timur menyebutkan dia telah pindah tugas ke Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta. Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta, Komisaris Besar Yuliyanto, menyatakan Achmad Yani sudah tidak lagi bertugas di wilayahnya. “Sudah lama pindah. Saya agak lupa, ke Manado atau Gorontalo, pokoknya daerah timur sana,” ucapnya.
Jurnalis majalah Tempo, Linda Trianita, mengatakan penyidik Kepolisian Daerah Jawa Timur memanggilnya untuk bersaksi dalam kasus kekerasan yang menimpa Nurhadi pada Senin lalu. Namun ia meminta agar proses pemeriksaan diundur pada Kamis depan karena suatu alasan. “Selain saya, rencananya redaktur majalah Tempo, Mustafa Silalahi, dan Pemimpin Redaksi Tempo.co Setri Yasra juga akan dimintai keterangan,” tuturnya.
Linda dan Mustafa akan diperiksa berkaitan dengan penugasan liputan kepada Nurhadi untuk menemui Angin, dengan tujuan mencari konfirmasi kasus suap pajak yang sedang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi. Penugasan liputan dilakukan lantaran tersangka kasus suap pajak ini selalu menghindar ketika dimintai konfirmasi oleh Tempo. Sedangkan Setri akan dimintai keterangan soal status Nurhadi sebagai jurnalis Tempo.
Menurut Linda, Angin tak kunjung menjawab panggilan dan surat yang dikirim ke alamat rumah tersangka. Angin hanya membaca pesan WhatsApp dari Linda. Satu-satunya kesempatan untuk memberi ruang hak jawab kepada Angin adalah menemuinya dalam acara resepsi pernikahan pada 27 Maret lalu di gedung Graha Samudra Bumimoro.
Tim majalah Tempo kemudian menyiapkan agar Nurhadi dapat berangkat menemui Angin di resepsi itu, termasuk menyiapkan videografer. Dalam proses peliputan, Nurhadi disekap, diancam, dan dianiaya oleh sejumlah polisi, anggota TNI, serta ajudan Angin di gedung Graha Samudra Bumimoro, Surabaya. Pelaku juga merusak alat kerja milik Nurhadi dan menghapus seluruh berkas yang ada di dalam ponsel. “Perlu digarisbawahi bahwa Nurhadi sedang melakukan tugas jurnalistik untuk kepentingan publik,” kata Linda.
Proses penyekapan diketahui Linda ketika Nurhadi mengabarkan bahwa ponsel yang ia gunakan untuk memotret Angin di acara resepsi disita panitia acara. Sejak saat itu, komunikasi Linda dengan Nurhadi terputus. Selama hampir tiga jam Linda kelimpungan mencari tahu ihwal kondisi Nurhadi. Setelah itu, ia mendapat telepon dari nomor tak dikenal dengan suara Nurhadi di ujung telepon. “Nurhadi menelepon untuk memastikan bahwa foto-foto yang diambil di acara resepsi tidak akan dimuat. Berkali-kali dia mencari penegasan itu dengan suara yang terdengar tertekan.”
Telepon dilakukan berulang kali melalui Linda dan Mustafa untuk memastikan foto tidak diterbitkan di Tempo. Jika tidak, pelaku akan terus menyekap Nurhadi. Ancaman itu disampaikan langsung kepada Nurhadi oleh dua anggota kepolisian, Firman dan Purwanto. Belakangan Linda baru mengetahui bahwa Nurhadi tak hanya disekap dan interogasi, tapi juga mendapat ancaman pembunuhan dan penganiayaan dari polisi.
Kepala Kepolisian Daerah Jawa Timur, Inspektur Jenderal Nico Afinta, belum menjawab permintaan konfirmasi ihwal perkembangan pengusutan kasus kekerasan terhadap Nurhadi ini. Sebelumnya, ia menjamin akan menindaklanjuti kasus kekerasan tersebut dengan cara membentuk tim khusus. “Kami akan menindaklanjuti dengan memeriksa saksi-saksi yang akan diajukan dan tentunya kami juga berkomunikasi dengan instansi supaya proses ini bisa berjalan dan selesai,” tutur dia.
Nico juga telah memanggil dan memeriksa para terlapor, Firman dan Purwanto, yang diduga terlibat dalam kasus penganiayaan jurnalis. Ia berjanji akan menindak jika dalam keterangan Nurhadi muncul nama-nama baru. Saat ini, polisi sedang berfokus menyiapkan konstruksi hukum yang dibangun oleh tim khusus.