JAKARTA – Ruangan bergaya industrial menyambut setiap pengunjung yang memasuki Mokka Coffee Cabana. Meja-meja berwarna hitam dan kursi berwarna cokelat berjajar rapi di bagian depan dan bagian dalam area kafe yang berada di Jalan M.H. Thamrin, Jakarta Pusat, itu. Bagian luar merupakan area yang diperkenankan untuk perokok.
Di bagian luar, pengunjung juga dapat melihat tempat pembuatan kopi yang terbuka atau disebut open kitchen. Saat memasuki area luar, pelayan berkemeja lengan panjang dan rambut tersisir rapi menyambut Anda di pintu depan, kemudian segera menunjukkan tempat yang kosong.
Memasuki area dalam, terdapat sebuah ruang meeting dengan kaca transparan berkapasitas 8-10 orang. Ruangan ini dapat dipakai bagi mereka yang menginginkan privasi lebih. Tentu mereka harus merogoh kocek lebih dalam jika ingin menggunakan fasilitas ini lantaran pemakaian ruangan ini memiliki pemesanan minimum (minimum order) Rp 1 juta.
Ruangan ini dipakai buron Samin Tan sejak Januari lalu ketika mengunjungi kafe itu. Seorang pegawai bercerita, Samin merupakan salah seorang pelanggan reguler di kafe itu dan rutin datang sepekan sekali atau dua pekan sekali. “Ia tidak pernah memakai ruangan lain, hanya ruangan itu,” kata pegawai yang enggan disebutkan namanya tersebut, kemarin.
Tempo mendatangi lokasi penangkapan Samin Tan, kemarin. Kondisi kafe cukup ramai pada jam makan siang sekitar pukul 12.00-13.00 WIB. Jarak duduk di antara pengunjung juga diatur sedemikian rupa. Begitu pula penempatan hand sanitizer di pintu masuk, demi menaati protokol kesehatan. Kondisi pengunjung berangsur berkurang seusai jam makan siang, sehingga hanya tersisa segelintir pengunjung pada sekitar pukul 14.00 WIB.
Pada Senin lalu, Samin, seperti biasa, mendatangi kafe itu dan langsung menuju ruang meeting. Ia tiba sekitar pukul 14.30 WIB dan baru memesan minuman. Tak berselang lama, dua orang laki-laki dan seorang perempuan yang kerap menemaninya di sana berdatangan. Sekitar satu jam kemudian, tim Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) datang ke kafe itu melalui pintu depan.
Tersangka pemilik PT Borneo Lumbung Energi dan Metal Samin Tan tiba untuk menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, 5 April 2021. Antara
Para pegawai kafe yang bertugas pada hari itu menduga bakal ada perkelahian di antara pengunjungnya. Mereka bersiap menghubungi petugas keamanan gedung. Namun tim pemburu Samin Tan dari KPK memberitahukan bahwa mereka sedang mengejar buron yang kebetulan pengunjung kafe itu. “Para petugas KPK sangat ketat. Kami tidak dapat mendekati dan mengambil gambar,” ujar pegawai itu.
Menurut keterangan pegawai kafe, Samin diinterogasi di lokasi sekitar 30 menit, sebelum akhirnya dibawa ke kantor KPK sekitar pukul 16.30 WIB. Pada saat dibawa, tangan Samin sudah diborgol oleh petugas KPK.
Pegawai kafe mengimbuhkan, Samin selalu datang pada siang hari dan pergi pada malam hari. Bahkan pernah, suatu hari, ia berada di kafe sampai jam tutup operasional. “Kadang ia memesan take away juga. Jumlahnya sesuai dengan minimum order ruangan itu,” tuturnya. Para pegawai mengaku tidak mengetahui sama sekali bahwa pelanggannya adalah buron KPK.
Keterangan pegawai kafe ini dipertegas oleh Deputi Penindakan KPK, Karyoto. Ia menyampaikan, saat ditangkap, Samin sedang beraktivitas di kafe itu dengan anak buahnya. “Saat ditangkap, dia sedang berada di kafe, entah minum kopi atau apa dengan anak buahnya,” kata dia, kemarin.
Karyoto menyampaikan, sejak April 2020, KPK menetapkan Samin dalam daftar pencarian orang (DPO). Tim penyidik KPK dibantu Polri melakukan berbagai pencarian dan penggeledahan sejumlah lokasi yang diduga menjadi tempat persembunyian Samin di wilayah Jakarta.
Pada Senin lalu, tim penyidik mendapatkan informasi dari masyarakat ihwal keberadaan Samin Tan. Tim kemudian bergerak ke Mokka Coffee di Jalan M.H. Thamrin dan menangkap dia.
Karyoto menyampaikan perkara ini merupakan pengembangan operasi tangkap tangan (OTT) pada 13 Juli 2018 di Jakarta. KPK sebelumnya telah menetapkan tiga tersangka, yakni Eni Maulani Saragih, Johannes Budisutrisno Kotjo, dan Idrus Marham. Perkara ketiganya sudah memiliki kekuatan hukum tetap.
Kasus ini bermula ketika Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memutus Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) PT Asmin Koalindo Tuhup di Kalimantan Tengah pada Oktober 2017. Asmin Koalindo merupakan anak usaha PT Borneo Lumbung Energy & Metal, milik Samin Tan.
Samin diduga meminta bantuan sejumlah pihak guna menyelesaikan masalah ini, termasuk kepada Eni Saragih yang saat itu menjabat Wakil Ketua Komisi VII DPR. Eni menyanggupi permintaan Samin dengan mempengaruhi sejumlah pihak di Kementerian ESDM, termasuk menggunakan forum rapat dengar pendapat dengan Kementerian ESDM.
Eni diduga meminta sejumlah uang kepada Samin. Samin diduga memberikan sejumlah uang melalui stafnya dan tenaga ahli Eni sebanyak dua kali. Totalnya Rp 5 miliar dan diberikan sebanyak dua kali pada Juni 2018.
DIKO OKTARA