maaf email atau password anda salah
Agama kerap dipakai sebagai alasan persekusi terhadap transpuan dan kaum LGBT di Indonesia. Namun, menurut riset Sharyn Graham Davies, Direktur Indonesian Engagement Center di Monash University, Australia, agama juga bisa menjadi sumber toleransi bagi kaum marginal tersebut.
Belasan ribu warga transpuan terancam kehilangan hak pilih pada Pemilu 2024. Sebab, mereka kesulitan mendapatkan dokumen kependudukan. Masalah kian bertambah bagi mereka yang terusir dari tanah kelahiran akibat label LGBTQI. Bersama Jaring.id, Koran Tempo menemui berbagai kelompok transgender di sejumlah daerah, termasuk di Daerah Istimewa Yogyakarta dan Nusa Tenggara Timur, menjelang Hari Demokrasi Internasional, 15 September ini.
Advokasi bagi kelompok transgender terus dilanjutkan setelah mereka mendapat dukungan dalam pembuatan kartu tanda penduduk (KTP). Kini kelompok tersebut tengah berupaya mengakses layanan dan kebijakan pemerintah lainnya dengan bermodalkan status warga negara dalam data KTP, di antaranya BPJS Kesehatan, bantuan sosial, program pendidikan, serta kursus keterampilan.
Sejumlah kantor dinas kependudukan dan pencatatan sipil sudah mulai merekam data e-KTP untuk transgender. Komunitas ini mendapat pelayanan yang sama dengan masyarakat umum lainnya. Kolompok pendamping pun mendorong dan mengajak para transpuan segera memiliki e-KTP.
Di sejumlah daerah, para aktivis memperjuangkan vaksinasi Covid-19 untuk masyarakat rentan, seperti gelandangan, pengemis, pemulung, dan waria. Selain mengusahakan imunisasi bagi mereka, para pegiat membantu mereka yang tak punya tempat tinggal mendapatkan identitas kependudukan.
Jurnalisme berkualitas memerlukan dukungan khalayak ramai. Dengan berlangganan Tempo, Anda berkontribusi pada upaya produksi informasi yang akurat, mendalam dan tepercaya. Sejak awal, Tempo berkomitmen pada jurnalisme yang independen dan mengabdi pada kepentingan orang banyak. Demi publik, untuk Republik.