Suka Baca Setelah Ikut Klub Buku
Sejumlah anak muda tertarik mengikuti klub buku. Bisa meningkatkan minat baca dan makin percaya diri berbicara di depan publik.
Di sudut lantai 2 Perpustakaan Jakarta, Taman Ismail Marzuki, sekitar 20 anak muda duduk melingkar. Mereka tak saling kenal, tapi disatukan oleh kegiatan bernama Pusreng atau Perpustakaan Bareng, yang diadakan klub baca Jakarta Book Party.
Sesuai dengan nama programnya, aktivitas yang dilakukan hanya pergi ke perpustakaan. Sisanya, selama di sana, mereka bebas melakukan kegiatan apa pun. Ada yang membaca buku, ada pula yang sambil bekerja di depan laptop.
Ketika Tempo bergabung dan duduk di antara peserta Pusreng pada Kamis, 4 Januari lalu, co-founder Jakarta Book Party, Ana Ubaisah, tengah memimpin sebuah sesi diskusi. Rupanya, mereka sedang membahas isi buku yang dibaca.
Salah satu peserta yang tampak bersemangat menceritakan bacaannya adalah Imas Ariyah. Perempuan 23 tahun itu mengulas sebuah buku berjudul Keperawatan Jiwa. "Yang aku tangkap dari buku itu adalah, ketika berhalusinasi atau stres, kita lalu gantung diri atau apa, itu bukan diri kita yang mau," kata Imas dengan suara yang agak pelan agar tidak mengganggu pengunjung lain.
Imas menyampaikan buku itu secara garis besar berisi tentang tanda-tanda orang yang berhalusinasi hingga muncul keinginan bunuh diri. Ada pula ihwal ciri-ciri orang stres, yang di antaranya bisa sampai tidak merasa kantuk dan lapar. Semua hadirin pun menyimak penjelasan Imas. Tak sedikit pula peserta yang menimpali dan menyampaikan pendapat. Kegiatan diskusi itu berlangsung khidmat.
Peserta Jakarta Book Party, Imas Ariyah saat mengikuti kegiatan Perpustakaan Bareng (Pusreng) di Perpustakaan Jakarta, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, 4 Januari 2024. TEMPO/Bintari Rahmanita
Dalam dua bulan terakhir ini, Imas menyibukkan diri dengan mengikuti klub baca buku. Ia mengenal Jakarta Book Party melalui media sosial. Karyawan swasta ini mengaku tidak terlalu suka membaca buku. Untuk menyelesaikan satu bab saja, ia butuh berbulan-bulan membaca.
Menurut Imas, hal itu juga dialami teman-temannya sesama generasi Z. Minat baca mereka rendah. Sesuai dengan data yang disebutkan UNESCO, Indonesia menempati urutan kedua dari bawah soal tingkat literasi dengan hanya 0,001 persen.
Imas jarang membaca karena lingkup pertemanannya lebih suka menonton drama Korea ketimbang melahap buku. Selain itu, tak ada wadah yang tepat untuk meningkatkan minat baca. Setelah mengenal Jakarta Book Party, ia merasa klub tersebut hadir untuk mengubah orang-orang yang tidak suka membaca seperti dirinya. "Sejak ikut, aku jadi suka baca buku. Akhirnya termotivasi."
Imas menuturkan ada gengsi tersendiri bila mengikuti kegiatan Jakarta Book Party tanpa memiliki bekal membaca. Sebab, sesi mengulas bacaan adalah bagian paling seru dari kegiatan tersebut. Kini satu bab buku bisa ia habiskan hanya dalam beberapa hari. Paling lama satu pekan. "Jadi aku baca buku biar ada yang bisa di-share."
Perubahan lainnya dirasakan Afinda. Perempuan 22 tahun itu mengaku kegiatan klub membaca telah mengubah kepribadiannya, yang semula tertutup menjadi lebih percaya diri berbicara di depan publik. "Jadi enggak takut berpendapat," kata warga Jakarta Timur itu.
Peserta Jakarta Book Party, Afinda saat mengikuti kegiatan Perpustakaan Bareng (Pusreng) di Perpustakaan Jakarta, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, 4 Januari 2024. TEMPO/Bintari Rahmanita
Afinda sudah dua kali mengikuti program Pusreng dan empat kali piknik sambil membaca buku bersama Jakarta Book Party. Dengan kegiatan-kegiatan itu, ia akhirnya bisa mencurahkan isi bacaannya kepada orang lain. Tak lagi memendam sendiri seperti yang dilakukannya selama ini.
Selain itu, dalam setiap sesi diskusi, ia mendapat pandangan-pandangan baru dari banyak orang serta menambah teman.
Adapun Eralda Putri mengaku lebih nyaman mengikuti klub buku yang kegiatannya hanya membaca bersama. Sejak September tahun lalu, ia cukup rajin mengikuti acara baca bersama yang diadakan Baca Bareng Jakarta Silent Book Club.
Perempuan 26 tahun itu mengatakan ia hanya cukup datang ke lokasi, ikut duduk bersama orang-orang yang sedang membaca, dan mengeluarkan novel misteri favoritnya. Setelah satu jam, ia dan pembaca lain bakal diajak foto bersama oleh pendiri Baca Bareng, Hestia Istiviani. "Enggak berasa banget, deh. Serunya, bacanya tuh berasa ditemenin," ujarnya.
Warga Jakarta, Eralda Putri, gemar membaca buku dan pernah mengikuti kegiatan membaca bersama Baca Bareng. Dok. Pribadi
Menurut Eralda, membaca bersama orang lain akan lebih berfokus dan tidak mudah terdistraksi. Sebab, ketika sedang rehat tapi orang di kanan-kirinya masih ada yang membaca buku, Eralda justru makin menggebu untuk melanjutkan bacaannya.
Pengamat pendidikan dari Universitas Sebelas Maret, Surakarta, Munawir Yusuf, mengatakan keberadaan klub-klub baca merupakan wahana baru bagi para remaja untuk mengisi sebagian waktunya buat berliterasi dengan sesama anggota komunitas.
Manfaat klub membaca juga cukup besar. Selain untuk mengisi waktu dengan kegiatan positif, anak-anak muda bisa berinteraksi sosial yang lebih ilmiah. Mereka bisa bertukar pikiran tentang apa yang dibaca sehingga menambah wawasan dalam berbagai bidang kehidupan.
Klub tersebut, kata Munawir, juga mendorong rasa keterikatan kelompok dan ingin tahu yang lebih besar dari buku-buku yang tersedia. "Mungkin mereka tidak pernah membaca buku di rumah hingga tuntas, tapi melalui klub jadi terdorong membaca buku secara tuntas," ujarnya.
Munawir pun berharap keberadaan klub-klub baca bisa menggeser fungsi gadget, dari sekadar untuk bermedia sosial menjadi alat dan wahana meningkatkan literasi.
FRISKI RIANA