maaf email atau password anda salah


Baca Buku Bersama di Taman Publik

Klub buku terus bermunculan di berbagai daerah. Kegiatan membaca bersama-sama ini dikemas dengan cara yang tak biasa.

arsip tempo : 171419872782.

Ratusan anak muda berkumpul bersama membaca buku dalam acara Jakarta Book Party di Lapangan Banteng, Jakarta, 6 Januari 2024. TEMPO/Bintari Rahmanita. tempo : 171419872782.

Ratusan anak muda meriung di area taman Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, pada Sabtu, 6 Januari 2023. Di tengah cuaca yang agak mendung, mereka duduk berkelompok di atas rumput dengan beralaskan kain seperti sedang piknik. Ada aneka makanan ringan tersaji.

Suara kendaraan di jalan raya seolah-olah tak mengusik ketenangan mereka. Mereka tak saling berbicara dan berfokus pada buku di tangan masing-masing. Selama lebih dari setengah jam, mereka hanyut dalam bacaan.

Kegiatan lalu berlanjut ke sesi berikutnya, yaitu menceritakan isi buku. Di antara mereka, ada beberapa wajah yang cukup familier di kalangan penggemar buku. Ada Maman Suherman dan Jombang Santani Khairen. Dua penulis itu turut meramaikan kegiatan piknik sambil membaca yang diadakan klub buku Jakarta Book Party.

Klub baca ini didirikan sekelompok anak muda yang gemar membaca dan punya keresahan yang sama tentang stigma membaca buku di ruang publik. "Orang-orang menganggap baca buku di ruang publik hal yang enggak biasa. Baca buku itu culun, nerd, dan kurang pergaulan," kata Samuel Pratama Pandiangan, co-founder Jakarta Book Party.

Hal itu mendorong Samuel dan beberapa temannya mendirikan Jakarta Book Party. Mereka ingin menunjukkan bahwa membaca buku adalah kegiatan menyenangkan—tidak harus kaku dan membosankan. Samuel dan para pendiri Jakarta Book Party juga mengusung konsep inklusif. Mereka terbuka kepada pembaca dari berbagai kalangan ataupun genre bacaannya.

Piknik sambil baca ini rutin diadakan saban Sabtu di area terbuka, seperti taman publik. Awalnya, ketika pertama kali menggelar book party pada 22 Oktober 2023, lokasi yang dipilih adalah Taman Langsat. Pesertanya saat itu hanya delapan orang. Itu pun masih dari lingkup teman-teman Samuel dan para pendiri Jakarta Book Party.

Pendiri Jakarta Book Party, Samuel Pandiangan. TEMPO/Bintari Rahmanita

Untuk menarik massa lebih banyak, Samuel memanfaatkan media sosial. Dengan profesi utama sebagai spesialis media sosial, pemuda 24 tahun itu tak kesulitan mengatur strategi mengembangkan Jakarta Book Party.

Awalnya, ia menargetkan pertumbuhan jumlah pengikut akun @jktbookparty sebanyak 10 ribu akun dalam tiga bulan. Namun, per awal Januari 2024, pengikutnya di Instagram meledak dan sudah mencapai 109 ribu akun. 

Target jumlah peserta piknik sambil baca buku juga terlampaui. Mereka menargetkan selama tiga bulan setidaknya ada 25-40 orang yang datang dalam sekali pertemuan. Namun, pada pekan keempat, jumlah pesertanya melonjak jadi 50 orang.

Bahkan, pada 30 Desember lalu, peserta piknik sambil baca buku mencapai 250 orang. Satu dari pesertanya ada penulis ternama, Jombang Santani Khairen. "Dia terharu banget sampai mau nangis pas pertama kali datang. Sesenang itu karena adanya komunitas ini," ujar Samuel.

Bak magnet, kegiatan membaca bareng ini turut menarik minat penggemar buku di berbagai daerah. Samuel mengungkapkan, banyak warganet yang meminta klubnya mengadakan book party di daerah mereka. Tingginya permintaan itu akhirnya membuat kegiatan book party tumbuh di berbagai wilayah. Dari Bandung, Surabaya, Yogyakarta, Medan, hingga Makassar.

Selain menggelar piknik sambil baca buku, klub ini punya program lain yang tak kalah seru. Namanya Pusreng. Sekilas terdengar seperti istilah dalam permainan Mobile Legend. Namun Samuel meyakinkan bahwa kegiatannya justru tak ada kaitannya dengan game. Pusreng yang dimaksudkan adalah akronim dari Perpustakaan Bareng. Kegiatan ini mengambil tempat di Perpustakaan Jakarta, Taman Ismail Marzuki.

Kegiatan ini berangkat dari keluhan para bookmates—sebutan bagi anggota Jakarta Book Party—yang sering malu atau enggan ke perpustakaan sendirian. "Jadi kami bikin Pusreng supaya punya teman diskusi. Lebih seru kalau di perpustakaan bareng-bareng." 

Sama seperti program pertama mereka, Pusreng disambut antusias. Dari awalnya belasan peserta, jumlahnya tiba-tiba melonjak hingga 50 orang yang datang ke Perpustakaan Jakarta. Namun tak semuanya datang untuk membaca buku. Ada yang sambil bekerja, mengerjakan skripsi, hingga menyulam.

Samuel menuturkan semua program yang diadakan Jakarta Book Party tak dipungut biaya alias gratis. Hal ini dilakukan demi membuat masyarakat jadi minat baca. "Kami enggak pengin bikin mereka merasa ribet. Gimana mau ningkatin minat baca kalau masuk lingkaran kami saja dipersulit," ucapnya.

Selama ini, kebutuhan untuk menunjang kegiatan klub sebagian berasal dari kantong pribadi Samuel. Di tengah tingginya minat masyarakat dalam mengikuti klub membaca, ia berharap bisa berkolaborasi dengan brand ataupun instansi lain agar bisa menyediakan kegiatan yang lebih matang.

Sejumlah anak muda dalam kegiatan Baca Bareng - Silent Book Club Jakarta di Taman Literasi Blok M, Jakarta. Dok Hestia Istiviani

Namun Jakarta Book Party tak sendiri dalam menggelorakan minat baca. Ada pula klub membaca yang cocok bagi kaum introver. Namanya Klub Baca Bareng. Klub ini terafiliasi dengan Silent Book Club dari Amerika Serikat. Pendirinya, Hestia Istiviani, bikin Baca Bareng pada Agustus 2019 agar ada yang menemaninya membaca buku di tempat publik. "Aku suka baca di tempat publik, tapi ditemenin dan saling diam," kata Hestia.

Alasan lainnya, Duta Baca DKI 2023 itu punya misi agar membaca menjadi kegiatan yang inklusif. Hal ini berangkat dari pengalaman pribadi, terutama sang adik, yang dirisak hanya karena lebih suka menghabiskan waktu di kelas atau perpustakaan untuk membaca buku.

Hestia mengatakan masih banyak orang yang memandang kegiatan membaca itu eksklusif dan elitis, serta membeda-bedakan jenis bukunya. Misalnya hanya terpaku pada buku cetak ketimbang mengakui adanya komik, novel grafis, buku anak, buku digital, hingga audio book

Konsep Baca Bareng tak sepenuhnya sama seperti Silent Book Club di Amerika yang berlangsung dua jam dan diadakan di bar. Hestia menggunakan konsep sendiri, yaitu membaca dalam senyap selama satu jam tiap sebulan sekali. Setelah membaca, mereka berfoto bersama dan bubar. Lokasinya yang dipilih pun mudah diakses pengguna transportasi publik, yaitu Taman Literasi Martha Christina Tiahahu, Jakarta.

Untuk mendukung inklusivitas, kegiatan silent reading dilakukan di taman agar semua orang bisa bergabung. "Kalau pakai kedai kopi dan harus berbayar, ada teman-teman yang mungkin berkeberatan karena buat mereka itu terlalu mahal," ucapnya.

Peminat baca senyap ini pun cukup banyak. Ketika kegiatan baca di taman terhenti karena pandemi Covid-19, Hestia menggelar silent reading melalui aplikasi Zoom. Partisipannya bisa mencapai 75 orang dalam satu kali pertemuan. 

Setelah kebijakan pembatasan berkegiatan mulai longgar, Baca Bareng kembali menggelar pertemuan fisik. Pada 2022, pesertanya hanya 8-10 orang. Namun, setahun kemudian, peminatnya terus bertambah. Apalagi setelah klub berkolaborasi dengan pengelola Taman Literasi, kegiatan baca bareng jadi makin ramai. "Tiap kali ada event baca bareng, selalu sampai ada yang ngemper duduk di jalanan. Bisa dianggap sekali datang 40-50 orang." 

Peserta baca buku bareng berdiskusi bersama saat mengikuti kegiatan yang diadakan Klub Buku Semarang di Taman Indonesia Kaya, Semarang. Dok. Klub Buku Semarang

Klub Buku Semarang juga memilih taman sebagai lokasi pertemuan untuk membaca. Klub yang didirikan pada November 2022 ini mengalami pasang-surut. Komunitas ini sempat vakum karena inisiatornya kembali ke kampung halaman. Firly Aufa, yang semula anggota klub tersebut, akhirnya memutuskan menghidupkan kembali klub setelah Lebaran tahun lalu.

Mahasiswi 20 tahun itu tergerak membangun klub baca agar punya teman sehobi serta menyediakan ruang aman dan nyaman untuk saling berbagi bacaan. Kegiatan dikemas sesuai dengan selera anak muda. "Bukan kegiatan yang kolot, yang cuma baca doang," katanya.

Firly bersama pengurus baru menata klub sehingga punya struktur organisasi yang jelas. Firly kini selaku pendiri dan Rasyid Mulia Irawan sebagai pemimpin klub. Setiap anggota pengurus memegang jabatan di bidang kreatif hingga pengembangan komunitas. "Itu yang membuat Klub Buku Semarang jadi lebih lancar, jalan terus programnya, dan konsisten tiap minggu," ujar Firly.

Rasyid mengatakan klub punya kegiatan rutin tiap sepekan sekali di Taman Indonesia Kaya berupa membaca senyap. Peserta yang hadir bisa mencapai 80-an orang. Mereka yang sudah mendaftar jadi anggota dan mengkonfirmasi kehadiran selanjutnya dibagi ke dalam 10 kelompok.

Mereka akan membaca di kelompok masing-masing selama 45 menit. Setelah itu, pengurus klub akan mengarahkan mereka untuk berdiskusi dan mengulas buku yang sedang dibaca. "Review itu paling seru karena bisa dapat banyak referensi. Setiap minggu, kalau ganti kelompok, kan dapat referensi baru," kata Rasyid.

Untuk kegiatan non-rutin, Klub Buku Semarang pernah berkolaborasi dengan penerbit atau penulis. Saban sebulan sekali, klub juga mengikuti acara yang dihelat penerbit, roadshow buku, hingga acara literasi.

Namun, Firly menambahkan, kegiatan literasi mereka tak hanya berpusat di Taman Indonesia Kaya. Klub pernah mengadakan book camp atau kamping buku selama 2 hari 1 malam di sebuah vila. Dalam acara itu, klub turut mengundang pembicara dari kalangan penulis untuk membagikan ilmunya seputar proses kreatif membuat buku.

Peserta baca buku bareng saat mengikuti book camp yang diadakan Klub Buku Semarang. Dok. Klub Buku Semarang

Bertumbuhnya klub-klub baca buku di sejumlah daerah ini, kata pengamat pendidikan Munawir Yusuf, sesuai dengan data Perpustakaan Nasional bahwa minat baca masyarakat cenderung meningkat dari tahun ke tahun. "Beberapa klub buku dibentuk untuk melawan anggapan bahwa minat baca rendah," kata pengajar di Universitas Sebelas Maret, Surakarta, itu.

Munawir menuturkan klub-klub baca menjadi wahana baru bagi para remaja untuk mengisi sebagian waktunya untuk berliterasi dengan sesama anggota komunitas. Selama ini, kata dia, ada beberapa kendala dalam menumbuhkan minat baca.

Kendala pertama, budaya baca di masyarakat rendah. Misalnya, masyarakat tidak biasa bepergian membawa buku. Sebaliknya, membaca buku saat liburan dan bepergian malah dipandang sok pintar.

Kedua, masyarakat lebih senang membaca yang ringan-ringan dan tidak tuntas. Ketiga, lingkungan keluarga cenderung belum menganggap penting investasi buku, sehingga anggaran untuk membeli buku dan mendukung literasi baca bagi anak-anak sangat rendah.

Keempat, perpustakaan sekolah cenderung tidak berkembang karena buku-buku yang ada tidak diperbarui. "Lebih banyak buku bahan ajar sesuai dengan tuntutan kurikulum," ucapnya.

Munawir menuturkan pembelajaran di sekolah juga cenderung kurang menggunakan pendekatan literasi, terutama dalam tugas-tugas di luar kelas. Terakhir, kepemilikan gadget pada anak-anak yang cenderung menghabiskan banyak waktunya untuk bermain media sosial daripada literasi.

Munawir pun berharap keberadaan klub baca buku bisa mengubah fungsi gadget dari sekadar untuk bermedia sosial menjadi alat dan wahana meningkatkan kemampuan literasi. 

Selain itu, peningkatan kemampuan literasi merupakan tugas utama sekolah. Karena itu, sekolah perlu mendorong siswa terbiasa membaca tidak hanya pada level dasar, tapi juga membaca secara cepat, sistematis, analitis, dan sintopikal atau tak sekadar memahami isi bacaan. "Tapi juga mengkritisi makna di dalamnya. Kebanyakan anak-anak kita berhenti pada level literasi dasar."  

FRISKI RIANA

Konten Eksklusif Lainnya

  • 27 April 2024

  • 26 April 2024

  • 25 April 2024

  • 24 April 2024


Jurnalisme berkualitas memerlukan dukungan khalayak ramai. Dengan berlangganan Tempo, Anda berkontribusi pada upaya produksi informasi yang akurat, mendalam dan tepercaya. Sejak awal, Tempo berkomitmen pada jurnalisme yang independen dan mengabdi pada kepentingan orang banyak. Demi publik, untuk Republik.

Login Langganan