JAKARTA – Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) mendesak Markas Besar Kepolisian RI bertindak tegas mengusut dugaan penyalahgunaan narkoba oleh mantan Kepala Kepolisian Sektor Astana Anyar, Bandung, dan 11 anggotanya. Kompolnas menganggap hukuman etik berupa mutasi atau pemecatan tidak cukup adil untuk personel polisi yang terlibat penyalahgunaan narkoba. “Harus didalami potensi pelanggaran pidananya,” kata komisioner Kompolnas, Poengky Indarti, ketika dihubungi Tempo, kemarin.
Poengky berharap Divisi Profesi dan Pengamanan Polri menggali informasi lebih dalam dari pemeriksaan para polisi yang diduga terlibat penyalahgunaan narkoba itu. Misalnya, kata Poengky, bagaimana cara belasan polisi itu mendapatkan narkoba, apakah ada kaitan antara bandar dan narkoba yang mereka gunakan serta dugaan praktik melindungi bandar narkoba. “Termasuk apakah narkoba yang digunakan itu barang bukti dalam pengusutan suatu perkara atau tidak. Hal-hal seperti ini harus dikembangkan intensif,” kata Poengky.
Hal ini bermula dari aksi tim gabungan Divisi Profesi dan Pengamanan Mabes Polri serta Kepolisian Daerah Jawa Barat pada Selasa lalu. Tim menangkap Kepala Polsek Astana Anyar Komisaris Polisi Yuni Purwanti Kusuma Dewi bersama 11 anggotanya di hotel di Bandung karena diduga terlibat penyalahgunaan narkoba. Hasil tes urine mantan Kasat Narkoba Kepolisian Resor Bogor ini positif mengandung zat amphetamine atau sabu. Mabes Polri sudah mencopot Yuni dari jabatannya. Hingga kemarin, polisi masih menahan dan memeriksa Yuni serta 11 polisi lainnya.
Komisi Kepolisian juga mendesak Polri lebih tegas dan transparan dalam pengawasan di lingkup internal. Menurut Poengky, hukuman etik saja tidak akan memberikan efek jera. Menurut dia, hukuman pidana berat dianggap lebih manjur untuk menekan penyalahgunaan narkoba di Korps Bhayangkara. “Kompolnas akan terus memantau prosesnya,” kata dia.
Poengky prihatin atas kasus yang menimpa Yuni. Selain tak elok, kasus ini mencoreng korps polisi wanita alias polwan. Musababnya, jumlah polwan di Polri teramat sedikit. Menurut catatan Poengky, komposisi polwan hanya sekitar 7 persen dari total anggota Polri. “Seharusnya, dengan jumlah sedikit, polwan harus bisa menunjukkan prestasi serta kualitas diri yang baik,” ujar dia.
Yuni Purwanti, yang saat itu menjabat Kasat Narkoba Polres Bogor, di Polres Bogor, Jawa Barat, 2016. Dok. Tempo/Lazyra Amadea Hidayat
Peneliti dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) bidang kepolisian, Bambang Rukminto, mengatakan keterlibatan polisi dalam penyalahgunaan narkoba bukan hal baru. Menurut dia, Polri sudah punya mekanisme pengawasan, termasuk menggelar tes urine dadakan di setiap kesatuan. Namun, menurut Bambang, pencegahan saja tidak efektif membuat anggota jera. “Mereka lebih pintar mengelabui tes berkala itu,” ujar Bambang saat dihubungi, kemarin.
Menurut dia, hukuman etik berupa kurungan tahanan selama beberapa pekan hingga penundaan promosi tak akan mempan bagi personel kepolisian yang terlibat penyalahgunaan narkoba. Apalagi jika mereka terseret bisnis bandar narkoba. Jika sudah begitu, polisi nakal itu tak akan lagi memikirkan prestasi. “Sebab, uang dari narkoba itu lebih besar dari gaji mereka,” kata dia.
Bambang menegaskan, polisi yang bertugas di satuan narkoba harus punya modal integritas tinggi. Sebab, mereka tahu betul berapa besar uang yang beredar dari bisnis haram tersebut. Jika mentalnya lemah, kata dia, polisi itu pasti tergoda, atau setidaknya menjadi pelindung para bos narkoba.
Celakanya, kata Bambang, sistem di lingkup internal Polri cenderung masih memakai biaya besar dalam promosi jabatan hingga sekolah kenaikan tingkat. Walhasil, para personel kepolisian akan mencari duit tambahan untuk memperlancar upaya mereka naik jabatan.
Ihwal modus keterlibatan, Bambang mengatakan, bisa bermula dari operasi penggerebekan dengan menangkap bandar. Dari situ, para polisi nakal tersebut kenal dekat dengan bandar. Modus lainnya, dia melanjutkan, penangkapan anggota jaringan bandar narkoba. Biasanya, para gembong narkoba berupaya menyuap polisi agar tak ikut tertangkap sehingga hanya anak buah bandar yang dikorbankan. “Melihat rekam jejak Kapolsek Astana Anyar ini lama bertugas di direktorat narkoba, sudah saatnya jajaran tersebut dirombak,” kata Bambang.
Adapun Kepala Polda Jawa Barat Inspektur Jenderal Ahmad Dofiri menyatakan komitmennya untuk memberantas personel yang terlibat narkoba. Ahmad Dofiri menyatakan pemecatan dengan tidak hormat dan hukum pidana sudah menanti Yuni dan 11 anggota lainnya. “Bisa saja dua-duanya, yakni pemecatan dan pidana. Itu tergantung kesalahannya nanti. Ini sesuai dengan arahan Kapolri,” kata perwira tinggi polisi berpangkat jenderal bintang dua itu.
Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Raden Prabowo Argo Yuwono mengatakan penyidik masih mendalami kasus Yuni dan 11 anggotanya. Menurut Argo, penyidik akan memastikan peran Yuni dan 11 polisi lainnya hanya pemakai atau sudah menjadi bagian dari pengedar narkoba. Argo juga menjamin Polri akan mengevaluasi upaya pencegahan penyalahgunaan narkoba di lingkup internal Korps Bhayangkara.