JAKARTA – PT Bio Farma memastikan pasokan vaksin untuk program vaksinasi tahap kedua aman. Stok vaksin ini berasal dari bahan baku vaksin yang diimpor dari Sinovac, tapi diproses produksi di Bio Farma. Sebanyak 7,5 juta dosis vaksin Covid-19 yang diproduksi Bio Farma ini sudah siap didistribusikan untuk diberikan kepada masyarakat.
Vaksin Covid-19 tersebut juga sudah mendapat persetujuan penggunaan darurat (emergency use of authorization) dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Sebelumnya, vaksin yang digunakan untuk vaksinasi tahap pertama yang dimulai pada Januari 2021 menggunakan vaksin impor CoronaVac dari Sinovac.
Juru bicara vaksinasi PT Bio Farma, Bambang Heriyanto, mengatakan pihaknya sudah siap mendistribusikan vaksin untuk vaksinasi tahap kedua. “Pemerintah telah mengamankan kuota vaksin yang akan diberikan secara gratis ke masyarakat. Ini dari bulk vaksin Sinovac yang diproses di Bio Farma,” kata dia kepada Tempo, kemarin.
Petugas menghitung jumlah vial vaksin Covid-19 Sinovac di instalasi farmasi Dinas Kesehatan Kota Bandung, 27 Januari 2021. TEMPO/Prima Mulia
Berdasarkan keterangan dari Bio Farma, sampai akhir Februari 2021, akan ada 7,5 juta dosis vaksin yang siap didistribusikan. Pemberian vaksin ini merupakan bagian dari vaksinasi tahap kedua yang diberikan kepada petugas layanan publik serta masyarakat lanjut usia.
Bio Farma sudah menerima bahan baku vaksin Covid-19 dari Sinovac sebanyak 25 juta dosis yang terkirim dalam dua gelombang. Gelombang pertama sebanyak 15 juta dosis tiba pada 12 Januari 2021 dan 10 juta dosis tiba pada 2 Februari 2021. Suplai bahan baku ini akan datang secara bertahap sebesar 140 juta dosis sampai akhir Juli 2021.
Juru bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito, mengatakan pemerintah sudah secara resmi mulai melaksanakan vaksinasi tahap kedua pada Rabu lalu. Pemberian vaksin tahap kedua akan menyasar pedagang pasar, warga lansia, tenaga pendidikan, tokoh agama, aparat sipil negara, aparat keamanan, pelaku pariwisata, pekerja sektor transportasi publik, atlet, dan jurnalis.
Berdasarkan data Satgas Penanganan Covid-19, terdapat 1.164.144 tenaga kesehatan yang sudah diberi vaksin tahap pertama sampai 18 Februari 2021, pukul 14.00 WIB. Sebanyak 623.832 tenaga kesehatan sudah mendapat vaksinasi tahap kedua. “Ini semakin mendekati jumlah tenaga kesehatan yang ditargetkan menerima vaksin sebanyak 1,4 juta orang,” kata Wiku, kemarin.
Menurut Wiku, pemerintah berusaha menyediakan vaksin dengan jumlah sesuai dengan kebutuhan sebagai komitmen melindungi masyarakat dan mencapai kekebalan komunitas lebih cepat. Vaksin Sinovac, kata dia, hanya satu dari berbagai macam vaksin yang sedang diusahakan pemerintah.
Sehubungan dengan vaksinasi tahap kedua, lembaga Centre for Strategic and International Studies (CSIS) merilis survei berjudul Antara Keselamatan Pribadi Vs Tanggung Jawab Sosial. Survei ini dilakukan di DKI Jakarta dan Daerah Istimewa Yogyakarta pada 13-18 Januari 2021. Total responden 800 orang yang dipilih secara acak dan diwawancarai secara tatap muka menggunakan kuesioner. Margin of error di level agregat dua provinsi sebesar 3,46 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen.
Kartu vaksinasi COVID-19 di Rumah Sakit Jati Sampurna, Bekasi, Jawa Barat, 28 januari 2021. TEMPO/Hilman Fathurrahman W
Peneliti dari CSIS, Noory Okthariza, mengatakan terdapat angka yang tidak ideal perihal persepsi masyarakat atas program vaksinasi. Ia menyatakan di Jakarta terdapat 42,5 persen masyarakat yang tidak mempercayai kemanjuran vaksin dan di Yogyakarta jumlahnya sebanyak 29,5 persen. “Ini angka yang tidak ideal. Perlu sosialisasi dan kerja keras untuk meyakinkan masyarakat agar lebih percaya terkait dengan kemanjuran vaksin Covid-19,” kata dia dalam konferensi pers daring, kemarin.
Survei ini juga menunjukkan bahwa anak-anak muda berusia 17-22 tahun atau yang disebut generasi Z cenderung kurang percaya atau tidak percaya kemanjuran vaksin. Generasi Z yang tidak mempercayai kemanjuran vaksin di Jakarta angkanya mencapai 63,6 persen dan di Yogyakarta mencapai 55,6 persen.
Survei ini juga menanyakan apakah masyarakat di dua provinsi itu bersedia menjalani vaksinasi atau tidak. Sebanyak 39,8 persen responden di Jakarta menyatakan tidak bersedia divaksin dan 27,5 persen responden di Yogyakarta menyatakan hal serupa. Alasan yang paling banyak diutarakan oleh mereka yang menolak divaksinasi adalah belum yakin terhadap kualitas vaksin, vaksin itu belum teruji, dan khawatir akan efek samping dari vaksin.
Menanggapi survei itu, Teti Tejayanti, dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan, mengatakan masyarakat bisa menilai kualitas program vaksinasi pemerintah. Ia mencontohkan, sementara ini di sejumlah pemberitaan tidak terdapat berita tentang kejadian ikutan pasca-imunisasi atau KIPI.
Bagi Teti, hal seperti ini bisa menimbulkan kepercayaan publik. Ia mengimbuhkan, cara menurunkan angka ketidakpercayaan publik akan program vaksinasi adalah dengan meyakinkan mereka bahwa vaksinasi aman dilakukan. “Beri bukti dan contoh dari para pemimpin negara dan kementerian. Itu akan berhasil menurunkan tingkat ketidakpercayaan terhadap vaksin. Terkait dengan kehalalan, tokoh agama juga harus berperan,” kata dia, kemarin.
DIKO OKTARA