JAKARTA - Penelitian yang dilakukan Center for the Study of Religion and Culture (CSRC) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah (UIN Jakarta) menyimpulkan bahwa literasi keagamaan para takmir atau pengurus masjid, khatib, dan imam masjid masih rendah.
Direktur CSRC UIN Jakarta, Irfan Abubakar, mengatakan literasi keagamaan yang diukur CSRC bukan sebatas pemahaman tentang ajaran Islam dalam Al-Quran dan hadis. "Tapi juga meliputi wawasan tentang bagaimana ajaran Islam diterapkan dalam konteks sosial-historis yang berubah," ucapnya dalam acara peluncuran buku Masjid di Era Milenial: Arah Baru Literasi Keagamaan, kemarin.
CSRC mengadakan penelitian pada 2018 di Kota Banda Aceh, Palembang, Manado, Ambon, DKI Jakarta, Tasikmalaya-Garut, dan Mataram. Tim yang diketuai Irfan dan beranggotakan tujuh orang ini mewawancarai para pengurus masjid, khatib, imam, hingga jemaah masjid.
Indikasi rendahnya literasi keagamaan terlihat dari muatan dakwah di masjid, yang secara garis besar mengarah pada pengajaran fikih dan akidah konvensional. Jarang sekali ditemukan literasi keagamaan yang secara khusus mengarah pada syiar Islam sebagai rahmat atau mempromosikan ide-ide perdamaian dan toleransi
Berbagai kegiatan, seperti khotbah, ceramah, atau pengajian, umumnya berjalan apa adanya, tanpa dirancang untuk menyebarkan pesan Islam sebagai rahmat. Ide-ide seperti toleransi, perdamaian, dan anti-kekerasan sesekali muncul atas inisiatif penceramah. Namun, apabila penceramah tidak memiliki wawasan tentang ide-ide tersebut, kerap muncul tema-tema intoleransi.
"Selain itu, salah satu sarana penunjang literasi keagamaan, yakni perpustakaan, tidak ditemukan di masjid-masjid yang diteliti, kecuali pada dua-tiga masjid saja," kata Irfan.
Dia mengatakan, dengan literasi keagamaan yang baik, seorang muslim akan memiliki komitmen sosial yang tinggi, terbuka, dan toleran terhadap perbedaan. "Kami mendorong pemerintah memfasilitasi masjid untuk meningkatkan kualitas literasi keagamaannya," ujarnya.
Dia berpendapat, jika literasi keagamaan rendah, masjid rawan digunakan sebagai alat politik. Menurut Irfan, terkadang masjid menjadi ajang untuk saling menghujat, merendahkan, dan menjatuhkan lawan politik.
Survei CSRC pada 2018 ini juga menemukan bahwa generasi milenial muslim tidak lagi tertarik mendalami agama di masjid. "Di mata mereka, narasi keagamaan di masjid membosankan dan tidak memenuhi kebutuhan riil mereka yang tengah mencari jati diri," tutur Irfan. "Akibatnya, mereka meninggalkan pengajian di masjid dan pindah ‘mengaji’ di YouTube dan Instagram."
Dari masjid-masjid yang diteliti, sebagian besar tidak memiliki organisasi atau ikatan remaja masjid. Akibatnya, kaum muda jarang terlibat dalam aktivitas literasi masjid. Di Banda Aceh, misalnya, tidak ada organisasi remaja masjid. Adapun kaum mudanya lebih banyak menghabiskan waktu di warung kopi.
"Bahkan para takmir berbaur dengan kaum muda di warung kopi sehabis salat subuh," ucap Irfan. CSRC mendorong pemerintah dan pemangku kepentingan lain untuk membina takmir-takmir dalam hal pengelolaan masjid. Targetnya, menjadikan masjid sebagai pusat kegiatan masyarakat, tidak hanya ibadah, tapi juga kegiatan sosial-budaya.
Irfan Amalee dari Peace Generation, yang mewakili generasi milenial, berpandangan berbeda. Menurut dia, masjid-masjid di Indonesia lebih terbuka dibanding negara lain. Misalnya, Inggris yang melarang perempuan masuk ke masjid atau Pakistan yang melarang acara musik. "Bagi generasi milenial di Indonesia, masjid sebagai tempat nongkrong," ujarnya.
Dia mencontohkan Masjid Cut Meutia yang menyelenggarakan Ramadhan Jazz Festival di halaman masjid. "Kalau di Pakistan, ini termasuk haram atau bidah. Masjid di Indonesia lebih santai," kata dia. Ia pun merekomendasikan masjid-masjid untuk menyediakan coworking space sebagai tempat berkumpulnya berbagai komunitas.
Pelaksana tugas Sekretaris Jenderal Dewan Masjid Indonesia, Arief Rosyid Hasan, mengatakan sepakat dengan rekomendasi CSRC untuk melibatkan anak-anak muda dalam aktivitas literasi keagamaan. Dia menyatakan masjid-masjid perlu memiliki organisasi remaja dan mengembangkan dakwah bercorak milenial. "Relevan dengan survei kami yang berfokus pada aspirasi generasi muda," tuturnya. REZKI ALVIONITASARI
Memetakan Masjid