Tujuh bulan lalu, Maria Darmaningsih pernah memiliki nama alias, yaitu Pasien 02. Dia dinyatakan positif terinfeksi Coronavirus Disease 2019 (Covif-19) berdasarkan hasil tes polymerase chain reaction (PCR). Begitu juga dengan dua putrinya, Sita Tyasutami (Pasien 01) dan Ratri Anindyajati (Pasien 03).
Maria masih mengingat jelas keadaan yang ia jalani tujuh bulan lalu itu. Selama dua pekan, koreografer yang juga pengajar di Institut Kesenian Jakarta ini hanya bisa berdiam diri di ruang perawatan Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI) Sulianti Saroso. Ia mengusir rasa bosan dengan melukis atau bercanda dengan teman-temannya lewat telepon seluler. Namun tidak jarang muncul juga rasa sedih dan haru karena dua anaknya juga mengalami penderitaan serupa.
Maria mengatakan, meski terpenjara di ruang perawatan, ia tetap lancar berkomunikasi dengan teman-temannya di luar. Dari merekalah ia mendapat banyak informasi tentang virus corona. “Ketika menghadapi ini (Covid-19), ya, memang kita harus selalu menaikkan imun dengan cara bahagia, melakukan hal yang kita sukai,” kata Maria saat ditemui di kediamannya, Senin lalu.
Karena itulah, ia banyak mengisi waktu dengan melukis. Kebetulan ada teman yang mengirim kertas gambar dan peralatan melukis. Ia berpegang pada anggapan bahwa Covid-19 adalah self-limiting disease atau penyakit yang bisa sembuh dengan sendirinya. “Jangan cuek, tapi juga jangan terlalu panik, karena ini penyakit yang bisa sembuh sendiri. Jadi, imun itu yang penting,” katanya.
Setelah sembuh dan kembali ke rumah, Maria sering diminta menceritakan perjuangannya melawan virus mematikan dari Wuhan, Cina, tersebut. Ia kerap diundang menjadi pembicara dalam webinar atau memenuhi undangan wawancara dari stasiun televisi.
“Kalau sekarang, lebih banyak menjalankan aktivitas biasa, mengajar dan berseni,” kata dia.
Menurut Maria, saat ini ia sedang mempersiapkan festival tari bersama teman-temannya yang tergabung dalam Dance Festival 2020. Kegiatan ini bakal digelar secara virtual selama sepekan, mulai 7 November 2020.
Anis Hidayah, pengurus lingkungan di tempat tinggal Maria, mengatakan banyak situasi baru yang ia hadapi setelah Maria dan kedua anaknya dinyatakan positif Covid-19: dari kedatangan wartawan hingga serangan pesan berantai yang menyebut lingkungan tempat tinggalnya menjadi episentrum wabah. “Riuh sekali, ya, waktu itu. Kami pun berupaya menenangkan warga agar tetap tenang,” kata Anis.
Menurut Anis, kondisi tersebut bertahan lebih dari sebulan sehingga mengganggu sisi psikologis warga. Karena itu, dia berupaya menetralkan keadaan dengan meningkatkan kegiatan program bertanam organik. “Secara bertahap, kegiatan ini memulihkan kesehatan psikologis masyarakat,” kata Anis.
Tujuh bulan berlalu. Kini, kata Anis, kondisi masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya telah benar-benar pulih. Wabah memang masih menjadi ancaman nasional, namun masyarakat sudah memiliki pemahaman yang cukup tentang virus corona. “Memang penanganan virus corona ini 50 persen ada di tingkat RT, 20 persen medis, dan kebijakan pemerintah hanya 10 persen,” kata Anis.
ADE RIDWAN YANDWIPUTRA | SUSENO
8