Diah Setia Utami terkejut melongok perolehan data hasil surveinya ihwal kondisi kejiwaan masyarakat selama masa pandemi Covid-19. Ia menemukan 551 orang tengah mengalami gangguan stres pascatrauma. Data tersebut ternyata dikuatkan dari cerita beberapa pasien yang masuk ke telinganya.
"Mereka rata-rata mengalami peristiwa atau menyaksikan kejadian-kejadian terkait Covid-19," kata Ketua Umum Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) itu kepada Tempo, Kamis pekan lalu.
Beberapa orang mengaku depresi akibat stigma masyarakat atau ditolak lingkungannya akibat dituduh menyebarkan Covid-19. Sebagian besar lainnya karena menyaksikan bagaimana keluarganya tiada akibat pagebluk ini. Ia juga mendapati banyak orang yang stres lantaran kehilangan pekerjaan dan diusir dari tempat kontrakan atau rumah kos mereka.
Sejak 5 April hingga 7 Agustus lalu, lembaga yang dipimpinnya itu mengadakan pemeriksaan terhadap 3.443 orang secara daring. Survei itu diikuti 85 persen perempuan dan 15 persen laki-laki untuk melihat tingkat depresi masyarakat pada masa pandemi Covid-19. Sebagian besar pasien merupakan kelompok kelas menengah yang melek terhadap ancaman corona.
Ia menemukan fakta bahwa 551 orang di antara subyek survei itu mengalami gejala berat. Umumnya mereka mengalami masa-masa sulit, seperti merasa terisolasi, berjarak dengan orang lain, bahkan kehilangan gangguan stimulus pancaindra. Hal kentara adalah pasien mudah lelah, selalu waspada terus-menerus, hingga berdampak pada menurunnya kesehatan fisik.
Selain temuan tersebut, Diah mendapati 1.649 orang mengalami tingkat stres ringan berupa kecemasan berlebihan yang dialami penderita. Diah juga mendapati 1.243 orang mengalami tanda-tanda depresi sedang, di antaranya kesulitan tidur, tidak percaya diri, dan lemas atau tidak bertenaga. Masalah-masalah kejiwaan ini banyak ditemukan dalam beberapa bulan terakhir.
Diah mensinyalir stressor atau biang persoalan ini adalah wabah Covid-19 yang tak berkesudahan. Banyak orang kemudian dipaksa di rumah atau bahkan kehilangan pekerjaan. "Stres itu normal, tapi apabila pasien tidak mampu beradaptasi dengan situasi Covid-19, maka dia akan jadi stres dengan gejala gatal-gatal, pusing, dan sebagainya."
Persoalan menjadi pelik ketika orang tidak bisa mendeteksi tanda-tanda Covid-19 secara kasatmata. Bahkan tak ada yang bisa memperkirakan sampai kapan pandemi ini berlangsung. Imbasnya, menurut Diah, orang menjadi selalu waswas dan ketakutan. Ini merupakan cikal-bakal stres yang diduga diderita banyak orang di Indonesia.
Situasi ini juga menyebabkan kelompok rentan, seperti mantan penderita gangguan itu, terkena imbasnya. Pasien yang sebelumnya sudah sembuh dan bekerja kini kambuh lagi. Biasanya hal ini terjadi karena mereka kehilangan pekerjaan.
Diah menyarankan ada empat hal yang perlu diwaspadai masyarakat untuk menghindari stres. Pertama, masyarakat diminta untuk menyaring setiap informasi yang berkelindan di media sosial. Menurut dia, informasi hoaks dianggap sebagai penyumbang terbesar stres karena dapat menyerang psikologi manusia.
Kedua, masyarakat disarankan mengisi waktu luang dengan melakukan kegiatan positif, seperti berkegiatan sesuai dengan hobi. Ketiga, sering berbagi cerita secara daring dengan orang-orang terdekat, termasuk dengan sahabat atau sejawat. Keempat, tetap menjaga kebugaran tubuh dengan menerapkan pola hidup sehat dan berolahraga.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga memperingatkan ihwal peningkatan potensi stres pada masa pandemi. Menurut mereka, bencana ini menyebabkan orang ketakutan, cemas, pola tidur dan pola makan berubah, sulit tidur, dan berpotensi memperparah kondisi fisik seseorang yang sebelumnya mengalami penyakit kronis.
Direktur Bidang Gender dan Kepemudaan WHO, Diah Saminarsih, menyatakan sejak Desember tahun lalu lembaganya sudah berfokus menangani Covid-19, termasuk dengan memberi panduan bagi masyarakat. "Yang menyebabkan semua sekarang dalam kondisi serba membingungkan, tidak mengenakkan, adalah belum adanya obat atau vaksin untuk menangkal virus ini," ucapnya.
Ia juga tak memungkiri bahwa wabah ini berdampak signifikan terhadap kesehatan mental masyarakat. Apalagi adanya rekomendasi jaga jarak untuk menghindari penularan Covid-19. Di satu sisi, kodrat manusia adalah makhluk sosial. Dia menyarankan agar masyarakat tetap mendayagunakan teknologi untuk tetap bersosial secara daring.
AVIT HIDAYAT