JAKARTA – Pembiayaan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) melalui kredit perbankan dinilai masih rendah. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat porsi kredit UMKM per November 2020 baru menyentuh 18,49 persen dari total kredit perbankan. Angka tersebut masih di bawah aturan rasio minimal penyaluran kredit sektor UMKM sebesar 20 persen.
Deputi Bidang Usaha Mikro Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, Hanung Harimba Rachman, mengatakan pemerintah sedang menyiapkan kebijakan untuk mendorong penyaluran kredit kepada UMKM. "Sesuai dengan Undang-Undang Cipta Kerja, jaminan pinjaman tidak hanya berupa aset seperti rumah dan tanah," ujar Hanung kepada Tempo.
Ia berujar, nantinya syarat jaminan atau kolateral bagi penerima Kredit Usaha Rakyat akan diperluas, misalnya prospek usaha, bukti penawaran, atau resi gudang. Selain itu, ia berharap perbankan bekerja sama dengan perusahaan teknologi finansial atau lembaga pembiayaan yang sudah punya prosedur untuk memberikan layanan kepada UMKM.
Perbankan juga didorong bekerja sama dengan lembaga yang memiliki penetrasi UMKM yang dalam, bahkan sampai ke desa. Nantinya, pinjaman tersebut harus diakui sebagai bagian dari kredit perbankan. Kementerian pun menyarankan agar perbankan menerapkan sistem untuk penilaian nasabah yang tak hanya berdasarkan cara konvensional.
"Bisa dari data jejak digital untuk menilai kemampuan UMKM dalam mengembalikan pinjaman," kata dia.
Pekerja menyelesaikan pembuatan mebel rotan di Pramuka, Jakarta. Tempo/Tony Hartawan
Sekretaris Perusahaan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, Mucharom, mengatakan perusahaan tetap berupaya melakukan ekspansi kredit secara hati-hati. Penyaluran kredit akan memprioritaskan industri yang memiliki orientasi ekspor dan padat karya, serta sektor UMKM yang mendukung pemulihan ekonomi nasional.
"Permintaan bulanan kami harapkan terus bertumbuh dengan dukungan bauran kebijakan Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan pemerintah," ujar Mucharom.
Menurut dia, realisasi penyaluran kredit kepada UMKM pada 2020 tetap meningkat, terlihat dari pertumbuhan jumlah debitor UMKM BNI yang mencapai lebih dari 300 ribu debitor dan penyaluran KUR BNI yang mencapai 97 persen dari kuota yang disediakan pemerintah. Namun, dilihat dari pertumbuhan baki debet, pertumbuhan kredit UMKM BNI 2020 sebesar 12,38 persen; menurun dibanding pada 2019 yang sebesar 14,23 persen.
Untuk menyasar pertumbuhan penyaluran kredit UMKM tahun ini, Mucharom mengatakan BNI akan melakukan akuisisi secara kluster dan membentuk closed loop ecosystem di berbagai komunitas atau kelompok UMKM. Selain itu, BNI akan mengoptimalkan rantai nilai dari debitor atau nasabah korporasi.
"Kami bekerja sama dengan mitra e-commerce, fintech, maupun start-up dalam menggaet pasar baru, serta pemanfaatan digitalisasi dalam akuisisi debitor UMKM baru," ujar Mucharom.
Sekretaris Perusahaan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (Persero), Aestika Oryza Gunarto, berujar bahwa program stimulus yang digulirkan pemerintah telah memberikan dampak positif terhadap pelaku UMKM. Berbagai program telah dilaksanakan pemerintah melalui Bank BRI, misalnya Kupedes Bangkit dengan sistem cicilan pokok yang dapat dibayarkan kemudian.
Selain itu, ujar Aestika, korporasi telah melaksanakan program-program pemberdayaan UMKM, seperti Desa BRILian, Pemuda BRILian, dan BRIncubator. "Program itu akan memberikan nilai tambah bagi UMKM yang sedang rentan di saat krisis ini," ujar Aestika.
Pemulihan sektor UMKM menjadi salah satu fokus pemerintah dalam membangkitkan ekonomi nasional. Rencana pemerintah ini didorong lewat alokasi dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) 2021 kepada sektor UMKM dan korporasi yang sebesar Rp 187,17 triliun; naik dari realisasi tahun lalu sebesar Rp 173,17 triliun.
Pekerja mengambil gambar melalui telepon pintar untuk dipasarkan secara daring di lokasi pembuatan tas kamera, di Manggarai, Jakarta, 16 Juli 2020. Tempo/Tony Hartawan
Ketua Umum Asosiasi Industri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Indonesia, Hermawati Setyorinny, berujar masih banyak UMKM yang belum mendapat manfaat dari program PEN. Menurut dia, PEN saat ini hanya berfungsi sebagai stimulus, sehingga harus diiringi dengan langkah konkret.
Ia menuturkan, rendahnya permintaan kredit dari UMKM terjadi karena banyak UMKM yang belum tahu mengenai jenis-jenis kredit yang ditujukan kepada mereka, termasuk prosedur dan persyaratannya. Menurut Hermawati, harus ada sosialisasi dari lembaga perbankan ataupun jasa keuangan mengenai prosedur peminjaman kredit UMKM.
"Selama ini sulit karena terbentur persyaratan seperti BI checking. Di masa Covid-19, justru masalah BI checking (informasi debitor individual) yang banyak muncul," tutur Hermawati.
LARISSA HUDA