JAKARTA – Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Hariyadi Sukamdani, mengusulkan agar pemerintah menggelar program vaksinasi Covid-19 berbayar. "Lebih baik memberikan akses seluas-luasnya kepada masyarakat. Kalau masyarakat mampu bayar, ya sudah, kasih saja," kata dia kepada Tempo, kemarin.
Hariyadi mengatakan program ini akan mempercepat proses vaksinasi. Saat ini, kata dia, angka vaksinasi mencapai 60 ribu orang per hari. Agar vaksinasi selesai dalam setahun, dibutuhkan angka vaksinasi 500 ribu orang per hari. Hariyadi menegaskan, pandemi Covid-19 harus segera berakhir agar kegiatan usaha bisa kembali berjalan dan perekonomian pulih.
Menurut Hariyadi, program vaksinasi berbayar juga bisa meringankan beban pengeluaran negara untuk penanganan Covid-19. Pemerintah, menurut dia, tak perlu mendengarkan suara sumbang mengenai program ini. "Seperti beras, ada yang berkualitas sedang dan premium. Masyarakat terserah dia mau beli yang mana," tuturnya.
Namun Hariyadi meminta program vaksinasi mandiri diatur pemerintah. Dia menuturkan pemerintah perlu mengawasi distribusi dan memastikan keaslian vaksin. Pengaturan harga eceran juga dibutuhkan untuk menutup celah pemburu rente. Selain itu, dia menekankan agar pemerintah mengontrol pendataan penerima vaksin.
Program vaksinasi mandiri pernah dirancang pemerintah. Dari total 107 juta target penerima vaksin yang ditetapkan pada akhir tahun lalu, pemerintah berencana membiayai vaksinasi 32 juta orang. Sedangkan 75 juta orang lainnya harus merogoh kantong sendiri untuk memperoleh vaksin Covid-19.
Saat itu, PT Bio Farma (Persero) telah bersiap menyuplai vaksin dengan mengolah bahan baku buatan Sinovac dan mengemasnya dengan merek khusus. Direktur Utama Bio Farma Honesti Basyir sebelumnya menyatakan telah bersiap mendaftarkan merek bernama Cov2Bio untuk vaksin yang digunakan dalam program vaksinasi mandiri. Dari hasil penghitungan awal, harga vaksin tersebut Rp 200 ribu per dosis.
Tenaga medis menunjukkan vaksin Covid-19 Sinovac di Malang, Jawa Timur, 28 Januari 2021. TEMPO/Aris Novia Hidayat
Namun program ini menuai kritik masyarakat. Pemerintah dituntut menanggung semua kebutuhan vaksinasi di dalam negeri. Pada Rabu, 16 Desember 2020, Presiden Joko Widodo pun mengumumkan bahwa program vaksinasi mandiri dihapuskan. "Setelah menerima banyak masukan dari masyarakat dan setelah melakukan kalkulasi ulang, penghitungan ulang, mengenai keuangan negara, dapat saya sampaikan bahwa vaksin Covid-19 untuk masyarakat adalah gratis," ujarnya.
Seusai pengumuman itu, Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia, Rosan Roeslani, sempat mengajukan kembali program vaksinasi mandiri. Menurut dia, sejumlah pelaku usaha bersedia menyisihkan dana untuk memvaksin karyawan dan anggota keluarganya. Harapannya, program vaksinasi dapat segera selesai. "Akselerasi vaksin akan membantu akselerasi perekonomian," katanya saat dihubungi pada 14 Januari lalu.
Menurut Rosan, vaksinasi mandiri akan lebih efisien bagi perusahaan. Program ini lebih ramah di kantong dibanding harus berulang kali melaksanakan tes Covid-19. "Dengan tes antigen sekitar Rp 200-300 ribu, sebaiknya dibelikan vaksin."
Setelah pengusaha berdiskusi dengan pemerintah, muncul program vaksinasi gotong royong. Program ini dibatasi hanya untuk perusahaan yang ingin menanggung vaksinasi semua karyawannya. Pemerintah saat ini tengah menyusun regulasi program tersebut.
Juru bicara program vaksinasi dari Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi, mengatakan tidak ada kewajiban bagi perusahaan untuk ikut dalam program vaksinasi gotong royong. "Perusahaan yang mau saja," ujar dia.
Namun, saat dimintai tanggapan mengenai usul pengusaha mengenai program vaksinasi mandiri, Nadia tidak memberi jawaban. Panggilan ke nomornya tidak dijawab dan pesan singkat yang Tempo kirimkan melalui WhatsApp hanya dibaca tanpa berbalas. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin serta Staf Khusus Menteri Kesehatan, Rendi Witular, pun tak merespons pertanyaan Tempo.