Ada dua versi informasi tentang pelaku penembakan terhadap Yeremia Zanambani pada 18 September lalu. Satu-satunya cara mengetahui versi sebenarnya dari penembakan yang berujung kematian pendeta Gereja Kemah Injil Indonesia di Distrik Hitadipa, Kabupaten Intan Jaya, Papua, itu adalah investigasi independen.
Yeremia ditembak tak jauh dari rumahnya, sehari setelah pembunuhan dan perampasan senjata anggota Tentara Nasional Indonesia di wilayah itu. Istri dan penduduk sekitar menyebutkan tentaralah pelakunya. Adapun tentara dan kepolisian menuduh kelompok separatis yang menembak sang pendeta. Penyelidikan menyeluruh, termasuk terhadap kasus penembakan prajurit sehari sebelumnya, akan bisa meredakan situasi.
Kesimpangsiuran informasi membuat suasana terus memanas di Papua. Demonstrasi untuk memprotes penembakan ini bahkan telah meluas menjadi penolakan otonomi khusus di provinsi itu. Tanpa investigasi secara transparan, krisis kepercayaan masyarakat akan semakin kuat. Sorotan internasional—termasuk dari jaringan gereja dunia—diperkirakan akan tertuju ke pemerintahan Joko Widodo.
Presiden selama ini menunjukkan perhatian untuk Papua dengan frekuensi kunjungan ke wilayah itu. Ia juga memutuskan kebijakan satu harga bahan bakar minyak, serta mengebut pembangunan jalan trans-Papua. Pendekatan simbolis dan proyek seperti itu terbukti tidak cukup buat melunakkan masyarakat di wilayah paling timur Indonesia tersebut.
Pemerintah Jokowi juga mengulang kekeliruan lama, yang mengutamakan pendekatan keamanan di Papua. Ribuan tentara dan polisi dikirim ke sana. Alih-alih “menciptakan keamanan”, operasi ini sering kali meningkatkan ketegangan dengan masyarakat lokal, seperti yang terjadi di Nduga pada tahun lalu.
Perhatian terhadap masyarakat Papua semestinya tidak hanya berkaitan dengan ekonomi, tapi juga hak-hak dasar lainnya. Jaminan kepastian hukum masyarakat, terutama pada kasus-kasus kekerasan, juga satu hal yang mutlak dipenuhi. Penyelidikan terhadap kematian pendeta Yeremia pun menjadi prioritas yang harus dilakukan.
Berbagai kekerasan di Papua selama ini tidak diselesaikan hingga tuntas. Padahal, beberapa kali Presiden Jokowi berjanji menyelesaikan kasus pelanggaran hak asasi manusia berat masa lalu yang terjadi di sana. Pada 31 Juli 2017, ketika bertemu dengan Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia di Istana Merdeka, Presiden juga mengatakan akan menghentikan pelanggaran hak asasi yang masih terjadi. Janji itu hanya tinggal janji jika penembakan pendeta Yeremia tidak diusut tuntas.
Tanpa penyelidikan sungguh-sungguh atas kasus penembakan terhadap Yeremia, masalah ini bisa menjadi bola liar. Tuntutan kemerdekaan dari sebagian masyarakat Papua akan semakin besar. Pemerintah pun tidak punya basis argumentasi kuat jika masalah ini juga menjadi perhatian internasional.
Editorial
Investigasi Kematian Yeremia
Ada dua versi informasi tentang pelaku penembakan terhadap Yeremia Zanambani pada 18 September lalu. Satu-satunya cara mengetahui versi sebenarnya dari penembakan yang berujung kematian pendeta Gereja Kemah Injil Indonesia di Distrik Hitadipa, Kabupaten Intan Jaya, Papua, itu adalah investigasi independen.
Edisi, 28 September 2020

Reporter: Tempo
