maaf email atau password anda salah

Cari angin
Cerpen

Dias Novita Wuri

"KAKEK itu datang lagi hari ini."

"Tuan Hojo?" tanya Izumi.

"Tuan Hojo," kata Nozomi.

"Ia menyukai roti lapis kita," kata Izumi seraya meluruskan letak hiasan rambutnya.

"Ia menyukai kopi kita," kata Nozomi seraya merapikan celemeknya.

"Tidakkah kau memperhatikan gadis itu?"

"Ya. Kelihatan sudah tua."

Izumi meraih lap bersih di atas rak dan mulai mengeringkan piring-piring kecil dengan sistematis. Di luar sana langit berwarna hitam seperti hendak mendatangkan badai. Nozomi menata kue-kue tiramisu ukuran mini di etalase, yang sebetulnya tidak perlu lagi ditata karena sudah rapi. Kue-kue tiramisu berjajar di sebelah kiri kue pavlova, gumamnya kepada diri sendiri seperti menghafal teks. Tiramisu berasal dari Italia, pavlova dari Selandia Baru. Pretzel diletakkan di atas baki. Pretzel berasal dari Jerman. Biji kopi digiling mulai pukul enam pagi. Dan sebagainya. Tokyo Shimbun diletakkan di rak paling atas. Dan sebagainya. Izumi membersihkan segala macam. Kafe itu beraroma vanilla, dan kopi yang baru digiling, dan kue yang baru dipanggang, lengkap dengan cahaya yang bersih kekuningan dari lampu-lampu berbentuk bunga di dinding, serta bunga-bunga segar di atas meja (bunga-bunga itu langsung dipetik dari laboratorium rekayasa genetika dan diantarkan oleh penjual bunga, aromanya tahan sepanjang hari). Setiap pagi, Izumi dan Nozomi berkeliaran mengenakan seragam berwarna merah muda, tetapi di sore hari mereka akan bersalin dengan seragam berwarna ungu lembayung yang lembut seperti awan. Begitulah permintaan dari Tuan Pemilik.

Pagi itu kafe itu terang-benderang meskipun di luar gelap gulita. Tidak ada tamu lain kecuali kakek bernama Hojo itu dan teman perempuannya. Seperti biasa, mereka duduk di dekat jendela yang menghadap Shibuya, supaya Tuan Hojo bisa memandangi jalanan dan supaya ia juga bisa berada dekat dengan stop kontak. Izumi mencuri dengar Tuan Hojo berkata, "Hari ini di berita, mereka berkata bahwa akan ada taifun." Nozomi mengkalkulasi bahwa usia kakek itu 77 tahun. Teman perempuannya berkata, "Kopi hitam akan membuat gelisah dan sulit tidur."

Baca Selengkapnya

Berita Lainnya

Ide

Jurnalisme berkualitas memerlukan dukungan khalayak ramai. Dengan berlangganan Tempo, Anda berkontribusi pada upaya produksi informasi yang akurat, mendalam dan tepercaya. Sejak awal, Tempo berkomitmen pada jurnalisme yang independen dan mengabdi pada kepentingan orang banyak. Demi publik, untuk Republik.

Login Langganan