Carolina Fajar sedang harap-harap cemas melihat progres penggalangan dana untuk acara "Project Sterilisasi Bareng" ke-4, yang ia inisiasi. Pasalnya, menjelang pelaksanaan acara di Malang, Jawa Timur, dana yang terkumpul melalui situs Kitabisa.com baru belasan juta rupiah. "Targetnya Rp 50 juta," ujar Carolina saat ditemui Tempo kemarin.
Jika target itu tercapai, cita-cita Carolina bersama Yayasan Adopsi Hewan Indonesia untuk melakukan sterilisasi terhadap seratusan kucing dan anjing pada akhir Februari mendatang bisa terlaksana.
Project Sterilisasi Bareng (PSB) adalah acara sterilisasi massal terhadap kucing dan anjing liar yang diinisiasi Yayasan Adopsi Hewan Indonesia-didirikan oleh Carolina dan kawan-kawannya-bersama empat komunitas pegiat sterilisasi hewan lainnya: Rumah Steril, Soulcare.cat, Steril Donk!!, dan Steril Malabar. Tahun lalu, mereka sukses menggelar tiga kali acara kebiri untuk kucing dan anjing liar di Jabodetabek.
Acara sterilisasi ini, kata Carolina, salah satu upaya komunitas pencinta hewan untuk membantu menjaga populasi kucing dan anjing liar agar terkendali. Sebab, menurut dia, di banyak daerah, kelebihan jumlah hewan liar ini menimbulkan masalah baru.
Yayasan Adopsi Hewan Indonesia, yang di media sosial dikenal dengan nama Let’s Adopt Indonesia, didirikan pada 2018. Sebelum menjadi yayasan resmi, Let’s Adopt Indonesia hanyalah berupa perkumpulan para pencinta hewan yang kerap menyelamatkan anjing dan kucing liar. Setelah menyelamatkan, mereka mengasuh para hewan itu hingga terbiasa hidup di dalam rumah bersama manusia. Jika dianggap sudah siap, hewan-hewan itu dicarikan pengadopsi yang serius mau merawat mereka.
Di Jabodetabek, Project Sterilisasi Bareng berhasil melakukan sterilisasi terhadap ratusan anjing dan kucing liar. Cara kerja mereka cukup unik, yakni dengan mengajak sukarelawan untuk "menangkap" kucing dan anjing liar di daerah masing-masing. Kemudian anjing dan kucing itu dibawa ke klinik sterilisasi yang telah ditentukan.Setelah itu, setiap hewan yang sudah menjalani kebiri harus dibawa pulang dan dirawat oleh para relawan hingga pulih sebelum dilepas-liarkan kembali.
Uang yang dikumpulkan Carolina melalui situs penggalangan dana Kitabisa.com itulah yang digunakan untuk membayar dokter dan klinik, membeli obat-obatan, dan membiayai acara. Karena ini misi sosial, ongkos sterilisasi pun lebih murah, berkisar Rp 200-300 ribu per ekor. Sedangkan biaya sterilisasi hewan peliharaan pada umumnya bisa mencapai Rp 750 ribu-Rp 1 juta.
Karena dilakukan berdasarkan inisiatif bersama para pencinta hewan, persoalan seperti kekurangan dana kerap dihadapi Carolina dan rekan-rekannya. Mereka hanya mengandalkan donasi dari orang lain. Untungnya, kata dia, produsen makanan kucing Happy Cat mau mensponsori acara mereka.
Di Jakarta, acara ini juga didukung Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Pertanian (KPKP) Provinsi DKI Jakarta. "Dinas KPKP menyediakan vaksinasi rabies untuk anjing dan kucing liar yang dibawa ke acara kami."
Jika Project Sterilisasi Bareng ke-5 di Malang berhasil, Carolina berencana memperluas jangkauan program ini ke seluruh Indonesia. "Kami yakin komunitas di daerah juga punya semangat yang sama dengan kami." Salah satu daerah yang ia incar adalah Kepulauan Karimun Jawa di Jawa Tengah, yang diketahui tengah menghadapi masalah kelebihan populasi kucing. Persoalan ini bisa mempengaruhi iklim pariwisata.
Populasi kucing liar berlebih, keberadaan kucing-kucing telantar dengan kondisi menyedihkan, menurut Carolina, bisa membentuk citra buruk di mata wisatawan asing. "Indonesia bisa dianggap sebagai negara yang tak ramah binatang liar dengan melakukan pembiaran seperti itu." PRAGA UTAMA