Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Aneka Isu Pameran Keroyokan

Can's Gallery menggelar pameran bertajuk "Across the Time" dengan menyuguhkan 40 karya dari 24 seniman. Tak cuma seniman kawakan, seniman muda juga ikut memamerkan karya dengan ide segar. Pameran "Across the Time" sekaligus merayakan hari jadi galeri tersebut ke-21 tahun.

8 Januari 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Karya seniman Entang Wiharso tahun 2021. Tempo/Indra Wijaya

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lukisan pepohonan berukuran besar menyambut tamu yang datang ke Can's Gallery, Tanah Abang, Jakarta, Kamis pekan lalu. Lukisan berukuran 371 x 200 sentimeter itu menyuguhkan pemandangan barisan pohon bercabang-cabang seperti di hutan. 

Serbuk gliter beraneka warna bertaburan di atas kanvas. Walhasil, sekilas lukisan pepohonan hutan itu tampak menyala. Lukisan tersebut berjudul Who Cut Down the Tree? karya perupa Entang Wiharso yang ia buat pada 2021. 

Pada sudut kiri kanvas tergambar sebuah pohon yang sudah terpotong batangnya. Sebuah golok besar tertancap di atas sisa batang pohon itu. Di balik batang pohon yang roboh, muncul dua kepala makhluk luar angkasa yang seakan-akan sedang mengintip. 

Lukisan seniman berusia 55 tahun tersebut seolah-olah menjadi pembuka pameran bertajuk "Across the Time" yang berlangsung sejak 10 Desember lalu hingga 10 Januari 2023 itu. Pameran ini menyajikan 40 karya dari 24 seniman. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Karya seniman Heri Dono pada 2019. TEMPO/Indra Wijaya

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Di sebelah karya Entang Wiharso, terpasang lukisan berjudul The Punakawan's Journey to Mars. Lukisan berukuran 150 x 200 sentimeter itu merupakan kreasi perupa Heri Dono. Sesuai dengan judul, lukisan Heri Dono menampilkan rupa mirip tiga tokoh punakawan, yakni Semar, Petruk, dan Bagong. 

Mereka digambarkan sedang menaiki pesawat luar angkasa yang bentuknya tak kalah aneh. Sepintas pesawat tersebut seperti gabungan hewan dan mobil. Pada bagian depan terdapat kaki ayam lengkap dengan cakar dan jalu. Adapun bagian belakang mirip mobil dengan dua roda ban. Asap pun mengepul dari dua knalpot di bagian buritan kendaraan itu.

Kurator pameran Alia Swastika menyebut lukisan punakawan bikinan perupa berusia 62 tahun itu sebagai suguhan kocak yang mempertemukan masa lalu dengan masa depan. Tak asal lucu, lukisan tersebut merupakan bentuk sindiran Heri Dono terhadap tokoh dunia yang punya mimpi besar hijrah dan membangun koloni manusia di Mars.

Celakanya, mimpi pergi ke Mars itu seakan-akan upaya mereka meninggalkan bumi yang sudah rusak. "Apakah Mars adalah harapan baru, seperti ruang di mana para dewa bertapa?" kata Alia. 

Selain itu, terdapat karya Agus Suwage berjudul Nrimo Ing Pandum. Lukisan cat minyak di atas linen berukuran 225 x 178 sentimeter itu lebih mirip pasfoto berukuran raksasa. Lukisan bikinan Agus pada 2022 ini menampilkan gambar seorang pria setengah badan yang mengenakan jas. Namun pada bagian leher hingga wajah tertutup semacam bola-bola kecil berwarna jingga. 

Nrimo ing pandum merupakan pepatah Jawa. Dalam bahasa Jawa, nrimo artinya menerima dan pandum berarti pemberian. Walhasil, jika diartikan, nrimo ing pandum adalah tulus atau ikhlas menerima segala sesuatu yang sudah diberikan Tuhan. Namun, dalam kehidupan sosial, nrimo ing pandum bisa berarti mudah hati dan mensyukuri segala pemberian Tuhan.  

Seniman berusia 63 tahun tersebut menutup wajah sosok itu sebagai sebuah simbol. Menurut Alia, lukisan wajah tertutup bermaksud seperti tak ingin menunjukkan ekspresi sedikit pun, termasuk berusaha menerima semua cobaan yang diberikan Tuhan. "Melihatnya sebagai sebuah siklus yang wajar dalam kehidupan," kata dia.

Karya Ajeng Martia Saputri pada 2022. TEMPO/Indra Wijaya

Selain karya seniman senior, ada karya seniman muda, seperti The Story from the Jelly buatan Ajeng Martia Saputri. Perempuan berusia 30 tahun itu menempelkan 13 piring keramik beraneka bentuk ke dinding. Ada piring yang berbentuk bulat, kotak, hingga lonjong. 

Di atas piring terdapat beraneka hidangan berbahan agar-agar berkelir ungu dan merah muda. Jeli tersebut dibuat dari resin. Menurut Alia, karya Ajeng merupakan kepingan cerita dari narasi yang berangkat dari pengalaman barunya menjadi seorang ibu. 

Potongan resin itu merujuk pada potongan jeli yang tersisa dari piring sang anak. Ada bentuk jeli yang masih utuh, tapi sudah berair lantaran terlalu lama didiamkan. Bahkan terkadang potongan agar-agar itu terserak di lantai. Menurut Alia, karya Ajeng mampu menggambarkan perjuangan ibu dalam melahirkan hingga membesarkan anak. 

"Bentuk yang tidak cantik seperti sedia kala juga mengingatkan akan perubahan tubuh perempuan setelah melahirkan," kata Alia.

Karya Arin Dwihartanto Sunaryo pada 2022. TEMPO/Indra Wijaya

Masih seputar kreasi seni berbahan resin, terdapat karya Arin Dwihartanto Sunaryo berjudul CMYK (Liquindi). Sekilas karya pria berusia 44 tahun itu mirip sebuah lukisan besar berukuran 320 x 98 sentimeter. Namun, jika dilihat dengan saksama, karya itu seperti kaca akrilik yang diberi warna campuran hitam, jingga, merah, dan putih. Karena terbuat dari bahan resin yang ditempelkan pada papan kayu, karya CMYK (Liquindi) tampak mengilap. 

Ada pula satu lukisan karya seniman muda lain, Naufal Abshar, berjudul I Love My Job. Sekilas tampak beberapa bayangan pria duduk dalam sebuah kursi. Penggunaan kombinasi warna hitam, abu-abu, cokelat tua, dan putih menjadi komposisi utama pada lukisan buatan pria berusia 29 tahun itu. Selain itu, seniman yang sempat menggelar pameran tunggal bersama Can's Gallery pada November-Desember 2022 tersebut memadukan sejumlah tulisan singkat pada lukisan ini. 

Karya Naufal Abshar pada 2022. TEMPO/Indra Wijaya

Layaknya pameran keroyokan, Alia menyebutkan beragam isu ditampilkan oleh 24 seniman yang ikut serta dalam pameran "Across the Time". Dari persoalan lingkungan, persoalan hidup, pembentukan identitas beserta kompleksitasnya, hingga teknologi. Pameran kali ini merupakan bentuk perayaan ulang tahun ke-21 Can's Gallery.

Pendiri Can's Gallery, Tommy Sutomo, mengatakan pameran ini ibarat refleksi terhadap peluang baru di dunia seni rupa yang berjalan teramat cepat. Karena itulah, karya seniman lintas generasi dipamerkan bersama. Meski begitu, karya yang dipamerkan merupakan ciptaan terbaru sehingga mampu menunjukkan perkembangan kekaryaan dari para seniman. 

Selanjutnya, Tommy punya rencana menambah gairah pameran Can's Gallery. Salah satunya membuat program yang lebih menyasar pada pendidikan seni dengan mengundang lebih banyak seniman dari dalam negeri maupun internasional. "Tujuannya agar bisa berpartisipasi dan memikirkan bagaimana bekerja sama dengan galeri seni di luar negeri." 


INDRA WIJAYA
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus