Batara Yamadipati kesal. Ke mana pun ia pergi, ada Savitri yang mengikutinya. Ia merasa dimata-matai, tak nyaman menjalankan tugasnya mencabut nyawa wayang di dunia. Batara Yamadipati, yang diperankan oleh Rangga Riantiarno, lalu menanyakan apa kemauan Savitri (Sekar Dewantari). Perempuan ini semula diam. Namun, setelah didesak, akhirnya ia buka suara. “Hamba mau mata Begawan Jumasena bisa melihat lagi.”
Seketika itu juga, Batara Yamadipati mengabulkan permohonan Savitri dan berharap perempuan itu berhenti mengikutinya. Di layar di belakang Savitri, terlihat sepasang mata yang terpejam, lalu terbuka dan berkejap-kejap. Itu menjadi penanda bahwa mata sang begawan tak lagi buta. Puaskah Savitri? Ternyata tidak. Ia tetap mengikuti ke mana pun sang dewa kematian melangkah untuk melaksanakan tugasnya.
Pertunjukan Teater Koma berjudul Savitri karya dan sutradara N. Riantiarno. Youtube/Teater Koma
Berjudul Savitri, kisah itu merupakan produksi terbaru Teater Koma untuk memperingati ulang tahunnya yang ke-44, yang jatuh pada 1 Maret 2021. Pertunjukan yang ditulis dan disutradarai Nano Riantiarno itu disiarkan secara daring di saluran YouTube Teater Koma. Lakon itu merupakan bagian dari Festival 44, yang berlangsung pada Maret hingga Juni 2021. Festival itu menyiarkan karya-karya lama serta produksi baru kelompok teater tersebut.
Dalam pentas Savitri, Nano berhasil mengemas cerita yang bernas. Ia mengadaptasi kisah Savitri dan Setiawan dari Mahabharata itu dalam pertunjukan berdurasi kurang dari dua jam. Ia mengakui cukup susah membuat pertunjukan berdurasi sependek itu, mengingat biasanya ia menulis naskah untuk tiga-empat jam pertunjukan.
Kisah klasik yang telah dialihwahanakan dalam berbagai bentuk karya seni, seperti teater, film, hingga animasi, itu mengangkat persoalan cinta, kesetiaan, dan kesabaran seorang perempuan perkasa dari Kerajaan Mandraka. Sejak kecil, Savitri sudah gemar bertapa, berkelana mencari ilmu dan kesaktian. Seperti ibunya, ia menolak dijodohkan dan ingin mencari pujaan hatinya sendiri. Raja Mandraka (Budi Ros) paham benar akan putrinya dan merestui perjalanannya.
Pertunjukan Teater Koma berjudul Savitri karya dan sutradara N. Riantiarno. Youtube/Teater Koma
Savitri memilih Setiawan (Lutfi Ardiansyah) sebagai calon suaminya. Namun tiga penujum istana meminta Savitri membatalkan pilihannya. “Sebaiknya Den Putri memilih pemuda yang lain, itu berbahaya.” Mereka meramalkan usia Setiawan tak panjang. Raja pun sedih dan bingung atas ramalan itu. Namun Savitri tetap berkeras menikah dengan Setiawan dan bertekad melawan takdir itu. “Ya, hamba akan melawan. Suami sudah dipilih. Hamba tidak akan menyerah. Biarlah ini menjadi takdir hamba, tidak apa,” ujar Savitri kepada ayahnya.
Tiga hari setelah pernikahannya, seperti diramalkan para penujum, Batara Yamadipati mengambil nyawa Setiawan. “Raden Setiawan, ikutlah aku, melihat aku mencabut nyawa satu demi satu,” ujar Yamadipati. Savitri turut melihat momen ketika Yamadipati mengambil nyawa suaminya. Di layar, sebagai latar panggung, tampak bayangan Setiawan bangkit, sementara tubuhnya masih terbaring.
Pertunjukan Teater Koma berjudul Savitri karya dan sutradara N. Riantiarno. Youtube/Teater Koma
Pementasan ini dikemas dengan penggunaan teknologi multimedia. Sebelas kamera dan lampu menyorot adegan yang dipentaskan tanpa penonton di Gedung Kesenian Jakarta ini. Dengan kamera sebanyak itu, adegan dari berbagai sudut pandang bisa terlihat jelas dan lebih nyata. Seperti ketika Savitri dengan tegar meneguhkan sikap dan konsekuensinya untuk tetap menikah dengan Setiawan. Air mata menetes di kedua pipi Savitri. Lampu dan video yang disorotkan ke layar menampilkan berbagai pendukung adegan.
Ini merupakan pentas daring kedua Teater Koma di panggung pertunjukan sejak pandemi merebak tahun lalu. Mereka juga menggelar pentas daring dari sanggar Teater Koma. Lakon Savitri ini memperlihatkan semangat seorang perempuan yang pantang menyerah, sabar, setia, cerdas, dan sangat berdaya menghadapi takdir hidupnya. Nano berharap kisah Savitri tak hanya membawa hikmah tentang cinta dan kesetiaan. “Tapi dalam konteks kekinian juga memberi contoh tentang kesabaran.”