Penonton beberapa kali tertawa. Pebalet tunggal itu memperagakan gerakan-gerakan dasar balet, seperti gerakan awal ketika seseorang belajar balet. Ia mulai dari gerakan nomor 1 hingga 100. Dari berdiri, gerakan tangan, gerak kaki, melangkah, hingga melompat serta gerakan lainnya. Namun kemudian ia harus berjumpalitan mengikuti perintah nomor gerakan yang disebut secara acak. Adegan menjadi komedi.
Pertunjukan berjudul Ballet 101, yang diperagakan itu, merupakan pelajaran posisi dasar gerakan balet klasik Academie Royale de Danse pada abad ke-17 di Prancis. Koreografer Eric Gauthier mengolah gerakan ini dengan sebuah akhir yang mengejutkan, memperlihatkan gerakan-gerakan yang secara teknis menantang. Gerakan ini dimunculkan dengan sisi komedi sehingga merebut perhatian dan tawa penonton.
Sebelum Ballet 101, sebuah koreografi berjudul Valse-Fantaisie berdurasi sembilan menit mempertontonkan seorang penari laki-laki yang dikelilingi enam penari perempuan. Salah satunya menjadi pasangan tetap si laki-laki. Mereka menghadirkan gerakan-gerakan klasik, diiringi komposisi musik Melancholy Waltz karya Frederic Chopin. Koreografi ini merupakan karya George Balanchine, kareografer balet kelahiran Saint Petersburg, Rusia, 22 Januari 1904, dan meninggal di New York, 30 April 1983.
Dua koreografi di atas merupakan penampilan awal The Junior Company of Dutch National Ballet asal Belanda, yang bertajuk Unboxing Ballet di Gedung Kesenian Jakarta, 31 Januari-1 Februari 2020. Pertunjukan itu diprakarsai Erasmus Huis. Sebelum di Jakarta, kelompok balet yang didirikan Dutch National Ballet itu tampil di Semarang. Para penari itu merupakan remaja yang digembleng di The Dutch National Ballet Academy.
Kareografi lain yang disajikan disusun oleh Ernst Meisner. Karya berjudul Embers ini menampilkan duet sepasang penari laki-laki dan perempuan, yang bergerak indah dan intim dalam balutan busana merah. Karya selanjutnya menghadirkan trio penari yang membawakan Fuse karya Charlotte Edmonds. Mereka bergerak dengan dinamis dalam dua seksi, yang pertama sangat ritmis dan kedua sangat sensitif.
Sebagai penutup, kelompok itu menampilkan koreografi berdurasi 11 menit dengan 12 penari berjudul No Time Before Time. Mereka melakukan gerakan-gerakan melayang, berpasangan, dan berkelompok. Meskipun membawakan koreografi kontemporer, gerakan dasar balet sangat kental. Koreografi ini memperlihatkan gerakan remaja yang merupakan peralihan masa kanak-kanak ke usia menjelang 20-an.
Ernst Meisner, koreografer dan koordinator artistik dari Junior Company, menjelaskan bahwa koreografi ini banyak bermuatan eksperimen berdasarkan masukan dari anak-anak muda. "Koreografi ini saat geladi banyak eksperimen," ujar Ernst Meisner di sela pementasan.
Sebelum The Junior Company, para pebalet Namarina Youth Dance pun unjuk kreativitas. Dengan koreografi berjudul The Future, mereka hadir dengan karya balet klasik yang khusus dibuat Sussi Anddri untuk pembuka pentas. Koreografi ini dipersembahkan untuk Yanni, musikus kondang asal Yunani.
Koreografi lainnya yang dipentaskan pebalet remaja dari Namarina berjudul Excerpt from Jalin. Karya ini pernah dibawakan saat perayaan ulang tahun Namarina ke-60 pada Desember 2016. Tarian ini merupakan proyek kolaborasi dengan musik dan seni visual yang mengeksplorasi dan mengintegrasikan akar budaya Indonesia dan balet. Pada karya kontemporer ini, para penari menampilkan koreografi berkelompok dengan gerak dasar balet. Iringan musik langsung dengan nuansa tradisi mewarnai gerakan para penari.
Maya Tamara, Direktur Artistik Namarina, mengatakan pentas bersama The Junior Company memberikan contoh bagi para murid di Namarina sekaligus gambaran pentingnya regenerasi dalam menghidupkan balet di Indonesia. "Apalagi Namarina sudah 63 tahun. Makanya dalam pertunjukan itu dipentaskan dari yang paling junior hingga yang senior. Junior Company juga memberikan contoh regenerasi ini," ujar Maya.
Mariska Febriyani dari Ballet.id, kepada Tempo seusai pertunjukan, mengatakan penampilan para anggota The Junior Company cukup memberikan wacana dan wawasan baru bagi para pebalet di Indonesia. "Beberapa repertoar jarang dipentaskan di Indonesia, seperti Valse-Fantaisie dan Ballet 101, ini menjadi inspirasi bagi kami."
DIAN YULIASTUTI