Bambang Widiatmoko
Tembok tua Colloseum meneteskan air mata
Saat aku berjalan mengelilinginya
Seolah menginjak lantai yang penuh genangan darah
Dan ribuan kepala yang terpisah dari badannya
Memancarkan aura kengerian, hitam dan kelam.
Sebilah pedang tajam menghadang
Seorang gladiator merayakan kemenangannya
Dengan garang bayangannya berkelebat
Menyuruhku untuk mundur ke belakang
Atau kepalaku yang akan ditebasnya.
Di Colloseum, kucatat peradaban tertua di dunia
Ribuan nyawa hilang tapi penonton tertawa melihatnya
Pertarungan para gladiator dan perburuan hewan
Jejaknya selalu mengikuti dalam reruntuhan batu
Jejaknya mengikuti hingga jiwaku menjadi beku.
Roma, 2019
Porta Sanivivaria
Dari balik pintu Porta Sanivivaria
Aku keluar dalam keadaan hidup
Tubuhku membeku tak mampu mengalahkan salju
Bayangan gladiator yang berteriak minta ampun
Kujejalkan saja sampai ke luar pintu.
Aku tak lagi memiliki semangat bertarung
Tembok-tembok semakin tua dan mulai runtuh
Tinggal deretan loket penjualan tiket
Di kejauhan terlihat gelanggang tampak garang
Tak peduli siapa yang datang lantas kembali pulang.
Roma, 2019
Stambul Surabaya
Indra Tjahyadi
ke lekuk surabaya, nona, aku tak pernah tahu bagaimana cahaya memar, dan kesepian mempertegas rasa kehilangan. pernah kuharap hujan mencipta sungai membangun jalan menuju rumahmu, tetapi di telapak tanganku, cuma kupu-kupu bangkai yang pernah tertangkap. kiranya, tak ada yang patut dikenang, juga juni yang duda tak lebih dari lanskap senyap dikukuhkan gersang dikekalkan asma-tak kunjung reda:
"eits, jangan pamerkan paha
karena kecantikanmu cuma peta jangak
: penuh tikus dan mayat pemabuk buta."
kau, jarak dan kekaburan
aku detak jantung
membagi umur dengan kematian
ke lekuk surabaya, pantaimu asat dan jejak kembaraku menjelma remah tanah kering tak bermakam tak bernama, mengeras dalam airmata
semacam batu pekuburan
maka, tak ada guna melukis bentuk bulan sebab sunyi sewarna ajal telah menghapus seluruh arah bagi kelana. kiranya, persetubuhan kita adalah mitos-miitos kusam yang menyimpan makna keperihan di kedalaman tanah. kulihat langit kurasakan udara sedingin derita:
"rinduku padamu, nona, adalah peta hitam
terapung hening
tak pernah menemukan jalan pulang."
ke lekuk surabaya, kemalangan seribu tahun menjelma sungai dengan pekik buta beburung gaib berlepasan dari dasar pekuburanku.
2019.
Bambang Widiatmoko, buku puisi terbarunya Air Mata Sungai (2019). Ia staf pengajar di Universitas Mercu Buana dan peneliti tradisi lisan di Asosiasi Tradisi Lisan (ATL).
Indra Tjahyadi, buku puisi terbarunya Nasihat bagi Orang Jatuh Cinta (2018). Ia mengajar di Universitas Panca Marga Probolinggo dan bergiat di Forum Studi Sastra & Seni Luar Pagar (FS3LP) Surabaya.