JAKARTA – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memperkirakan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 akan mencapai Rp 1.028 triliun. Nilai itu setara dengan 6,27 persen produk domestik bruto (PDB), melebihi target defisit 5,07 persen atau Rp 852,9 triliun, yang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2020 tentang Perubahan Postur dan Rincian APBN 2020. “Outlook defisit lebih besar karena adanya kontraksi terhadap penerimaan negara,” ujar dia dalam konferensi pers secara virtual di Jakarta, kemarin.
Menurut Sri Mulyani, defisit diperlukan untuk penanggulangan dampak pandemi Covid-19 serta mendorong perekonomian agar tetap bertahan. Selama ini, penanggulangan tersebut ditalangi lewat pembiayaan langsung dan pengadaan surat berharga. “Sudah diatur di dalam perpu maupun surat keputusan bersama (SKB) Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia,” ujar dia.
Dia menyebutkan pendapatan negara diprediksi turun 13,6 persen ketimbang realisasi tahun lalu. Tapi angka belanja justru meningkat di masa pandemi. Belanja negara yang semula diperkirakan sebesar Rp 2.613,8 triliun dan posturnya diatur dalam Perpres Nomor 54 Tahun 2020 kini bertambah Rp 106,3 triliun menjadi Rp 2.720,1 triliun.
Postur belanja ini terdiri atas belanja pemerintah pusat sebesar Rp 1.959,4 triliun, serta transfer ke daerah dan dana desa sebesar Rp 760,7 triliun. Ada pula tambahan kompensasi Rp 76,08 triliun untuk dua badan usaha pelat energi, terbagi sebanyak Rp 38,25 triliun untuk PT PLN (Persero) dan Rpnya serta Rp 37,38 triliun untuk PT Pertamina (Persero).
HENDARTYO HANGGI