KOPENHAGEN – Ketika sejumlah negara di dunia mulai melonggarkan pembatasan sosial setelah jumlah kasus infeksi Covid-19 mereka mulai menurun, salah satu yang kembali dibuka adalah sekolah.
Namun pembukaan sekolah di berbagai negara, dari Cina hingga Denmark, mempertimbangkan banyak hal agar anak-anak dan staf pengajar tak tertular virus corona baru yang mematikan.
Di Denmark, beberapa pekan menjelang pembukaan kembali sekolah pada 15 April lalu, Dorte Lange menghabiskan banyak waktu di Skype. Wakil Presiden Serikat Guru Denmark itu bertanggung jawab atas negosiasi dengan menteri pendidikan, otoritas kesehatan, dan serikat guru lainnya.
Tujuannya adalah memastikan semua orang bersepakat dengan langkah-langkah keamanan yang diberlakukan agar siswa dapat kembali ke ruang kelas. “Pemerintah sangat memperhitungkan suara serikat pekerja guru, sehingga kami merasa cukup aman untuk membuka sekolah," kata Lange kepada The Guardian, akhir pekan lalu.
Sekolah di Denmark kembali dibuka dengan aturan memperbanyak kelas untuk menjaga jarak 2 meter di antara setiap anak, mengadakan lebih banyak pelajaran di luar kelas, dan memberlakukan sanitasi tangan yang ketat. Hal itu pun dinilai cukup berhasil. "Sangat sedikit insiden guru sakit akibat Covid-19 sejak sekolah dibuka kembali," ujar Lange.
Kini Denmark sedang mempertimbangkan jam sekolah yang lebih singkat dengan jumlah siswa yang lebih sedikit di setiap kelas.
Penggunaan masker pun menjadi pemandangan biasa ketika anak kembali ke meja sekolah. Dari Provinsi Hubei hingga Guangdong di Cina, siswa dan guru memakai masker wajah, dengan beberapa pengecualian, seperti saat kelas olahraga atau makan siang.
Sementara itu, di Prancis, di mana sebagian besar sekolah dibuka kembali minggu ini, masker digunakan oleh siswa berusia 11 tahun ke atas. Di kota-kota seperti La Grand-Croix dan Val-de-Reuil, siswa sekolah dasar mengenakan topi pelindung dari plastik.
Di Jerman, di mana sekolah-sekolah mulai dibuka kembali bulan lalu, peraturan penggunaan masker bervariasi di setiap negara bagian. Bavaria mewajibkan semua orang yang berusia 7 tahun ke atas mengenakan masker.
Selain penggunaan masker, aturan jaga jarak menjadi solusi. New South Wales, negara bagian terbesar Australia, kembali membuka sekolah mulai kemarin, tapi para siswa hanya bersekolah satu hari dalam sepekan dengan hari lain tetap belajar dari rumah.
Jaga jarak fisik juga dilakukan dengan partisi plastik saat makan siang di Taiwan. Sementara itu, anak-anak prasekolah di Tourcoing, Prancis, bermain di dalam kotak kapur individu saat bermain di luar ruangan.
Protokol lain yang direkomendasikan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) adalah pemeriksaan suhu harian para siswa. Di Shanghai, siswa dan staf masuk sekolah melalui pemindai suhu. Di Montana, Amerika Serikat, salah satu sekolah pertama yang dibuka kembali juga memeriksa suhu siswa saat masuk sekolah.
Tes diagnostik Covid-19 juga dilakukan di halaman sekolah. Tes ini merupakan hal biasa di Wuhan, pusat wabah, di mana siswa berbaris untuk memberikan sampel swab. Siswa di sebuah sekolah menengah di Neustrelitz, Jerman utara, menjalani tes corona dua kali sepekan. Jika siswa dinyatakan positif, mereka tinggal di rumah selama dua pekan. Namun, jika hasilnya negatif, mereka memakai stiker hijau.
Kendati demikian, ada sejumlah negara yang masih belum membuka kembali sekolah dengan berbagai pertimbangan. Serikat kepala sekolah di Inggris, misalnya, menolak rencana pemerintah untuk membuka kembali sekolah dasar pada 1 Juni mendatang.
“Banyak sekolah tidak bisa menampung hanya 15 siswa di kelas untuk menjaga jarak fisik,” tutur Paul Whiteman, Ketua Asosiasi Kepala Sekolah Inggris, kepada parlemen, pekan lalu.
Hal ini disepakati Jenny Coles, Presiden Asosiasi Layanan Anak, yang mengawasi sekolah lokal di Inggris. “Butuh waktu sekitar lima hingga enam pekan untuk mempersiapkan otoritas sekolah dan keluarga sebelum siswa dapat kembali bersekolah.”
ABC NEWS | THE NEW YORK TIMES | INDEPENDENT | SITA PLANASARI AQUADINI
Membuka Sekolah dengan Aman pada Era Corona