maaf email atau password anda salah


Basa-basi Aturan Perlindungan Hukum Aktivis Lingkungan

Kementerian Lingkungan Hidup mengeluarkan aturan progresif soal perlindungan hukum bagi aktivis. Terganjal banyak persoalan.

arsip tempo : 172673599558.

Ilustrasi: Tempo/J. Prasongko. tempo : 172673599558.

SATU dekade terakhir, kriminalisasi terhadap aktivis lingkungan maupun warga yang memperjuangkan hak untuk memanfaatkan serta mempertahankan kelestarian sumber daya agraria di sekitar mereka marak terjadi.

Dimulai dari kasus Salim Kancil, September 2015, yang tewas dikeroyok setelah gigih menolak penambangan pasir di desanya. Penambangan tersebut mengakibatkan saluran irigasi persawahan rusak. Setelah peristiwa itu, eskalasi kriminalisasi dan intimidasi terhadap aktivis maupun warga yang memperjuangkan ekosistem lingkungannya semakin meningkat.

Rasa-rasanya baru kemarin tiga anggota masyarakat adat Sihaporas, Sumatera Utara, ditangkap saat sedang terlelap pada suatu malam pada Juli 2024. Begitu pula dengan vonis bersalah hakim Pengadilan Negeri Jepara terhadap aktivis lingkungan Karimunjawa, Daniel Frits Maurits Tangkilisan, pada April 2024. 

Sebelumnya, pada Oktober 2023, aksi unjuk rasa Masyarakat Desa Bangkal di Kalimantan Tengah berujung bentrokan dengan aparat. Seorang warga bernama Gijik yang ikut unjuk rasa tewas setelah menerima luka tembak di bagian dada.

Sebulan sebelum peristiwa Desa Bangkal di Kalimantan Tengah, pada September 2023, gas air mata dilepaskan oleh aparat keamanan ke arah permukiman warga di Rempang, Kepulauan Riau. Saat itu warga memprotes agenda pengosongan tanah adat untuk kepentingan pembangunan proyek strategis nasional (PSN). Gas air mata itu masuk ke area sekolah dasar dan sekolah menengah pertama pada saat jam belajar. Akibatnya, sepuluh siswa dan seorang guru dilarikan ke rumah sakit.

Agar berbagai peristiwa itu tak terulang, pada 30 Agustus 2024, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menerbitkan aturan progresif, yakni Peraturan Menteri LHK Nomor 10 Tahun 2024 tentang Perlindungan Hukum terhadap Orang yang Memperjuangkan Hak atas Lingkungan Hidup yang Baik dan Sehat. 

Melalui peraturan menteri ini, diharapkan kriminalisasi dan intimidasi terhadap aktivis dan warga yang memperjuangkan kelestarian ekosistem lingkungan hidup tidak terulang lagi. Namun peraturan menteri ini, jika ditilik lebih jauh, menghadapi berbagai tantangan yang berpengaruh pada efektivitas pelaksanaannya di lapangan.

Peraturan ini belum tentu berjalan efektif di ranah pidana. Pasalnya, peraturan tersebut tidak dapat membatasi atau memperluas tugas dan wewenang kepolisian yang diatur secara khusus dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Kepolisian tidak tunduk secara langsung pada peraturan menteri, kecuali sudah diterjemahkan ke dalam peraturan yang relevan dengan tugas-tugas kepolisian.

Peraturan yang dapat secara langsung mengikat atau mengatur kepolisian seharusnya berupa peraturan yang memiliki kekuatan lebih tinggi daripada sekadar peraturan menteri. Karena itu, penting ada penerbitan aturan serupa dari lembaga yang lebih relevan dalam bentuk peraturan presiden atau peraturan kapolri.

Tantangan berikutnya, perlindungan hukum yang seharusnya merupakan kewajiban pemerintah dihadapkan pada urusan birokrasi yang rumit. Peraturan Menteri LHK Nomor 10 Tahun 2024 mengharuskan warga atau aktivis yang ingin memperoleh perlindungan hukum untuk mengajukan permohonan kepada Menteri LHK (Pasal 9 dan 10).

Baca Juga:

Berkas permohonan tersebut akan dinilai oleh tim yang terdiri atas: perwakilan Kementerian Lingkungan Hidup, aparat penegak hukum, perwakilan kementerian/lembaga terkait, pemerintah daerah, akademikus/ahli, dan unsur lainnya. Tim penilai ini melakukan verifikasi dan validasi dokumen permohonan, menilai permohonan, serta menyampaikan hasil penilaian kepada Menteri Lingkungan Hidup (Pasal 11).

Ketentuan-ketentuan yang menekankan pada aspek birokrasi-administratif ini menggeser paradigma hak asasi manusia atas lingkungan hidup. Dalam paradigma hak asasi manusia, memperoleh ekosistem lingkungan hidup yang baik dan bersih merupakan hak asasi masyarakat yang harus dipenuhi pemerintah secara bertanggung jawab.

Dalam hal menjaga serta melindungi kelestarian ekosistem lingkungan hidup, pemerintah harus bertanggung jawab melindungi dan menghormati setiap langkah politik hukum yang ditempuh oleh warga maupun aktivis lingkungan.

Karena memperoleh perlindungan hukum dalam ikhtiar menjaga kelestarian lingkungan merupakan hak asasi, seharusnya masyarakat tidak dihadapkan pada urusan birokrasi-administratif yang rumit. Pemusatan semua kewenangan kepada Menteri Lingkungan Hidup juga bakal berdampak pada rendahnya efektivitas perlindungan hukum bagi warga atau aktivis. Ditambah lagi, tidak ada ruang keterlibatan secara bermakna bagi pemohon atau warga maupun aktivis dalam proses penilaian permohonan.

Tantangan juga datang dari keberadaan undang-undang sektoral lainnya. Selain memiliki persoalan hierarkis, ketentuan pada aturan lain justru memungkinkan terjadinya kriminalisasi terhadap aktivis dan warga yang memperjuangkan haknya.

Pasal 73 dan Pasal 74 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi, misalnya, mengatur setiap orang yang dengan sengaja menghalangi atau merintangi pengusahaan sektor yang dimaksud diancam dengan pidana penjara. Ketentuan yang sama ditemukan dalam Pasal 162 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 juncto Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara.

Dari dua undang-undang tersebut, setiap upaya aktivis dan warga untuk mempertahankan haknya atas lingkungan yang baik dan sehat sering kali dianggap sebagai tindakan antagonis yang menghalangi dan merintangi pengusahaan sektor tertentu, sehingga mereka dengan gampang dijebloskan ke dalam penjara.

Kriminalisasi juga mudah terjadi ketika warga atau aktivis menyuarakan protes di media sosial. Mereka dengan enteng diseret ke meja penyidik melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, seperti kasus yang dialami Daniel Frits Maurits Tangkilisan.

Dengan demikian, rumusan perlindungan hukum warga atau aktivis yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup dalam Peraturan Menteri LHK Nomor 10 Tahun 2024 belum tentu berpengaruh secara signifikan. Peraturan tersebut dihadapkan pada regulasi sektoral yang secara hierarkis berada jauh di atasnya.

Ada dua asas hukum yang berpotensi meluluhlantakkan norma-norma baik yang ada dalam aturan kementerian itu, yakni asas lex superior derogat legi inferiori (peraturan yang lebih tinggi menyampingkan peraturan yang lebih rendah) dan asas lex specialis derogat legi generalis (peraturan yang khusus mengesampingkan peraturan yang umum).

Meski demikian, semangat dari Peraturan Menteri LHK Nomor 10 Tahun 2024 penting untuk dirawat. Agar kekuatan mengikatnya lebih luas dan tegas, maka perlu diatur secara khusus oleh regulasi setingkat undang-undang atau setidaknya melalui peraturan pemerintah.

Selain itu, ketentuan-ketentuan mengenai perlindungan hukum bagi aktivis dan warga yang berjuang mempertahankan keberlanjutan ekosistem lingkungan dan sumber daya agraria harus disusun lebih praktis sesuai dengan paradigma hak asasi manusia.

Kepolisian juga diharapkan segera merespons upaya demokratisasi aktivis dan warga yang memperjuangkan hak asasi mereka atas lingkungan yang baik dan sehat. Kepolisian perlu merumuskan ulang peraturan operasional di level internal.

Kolom Hijau merupakan kolaborasi Tempo dengan sejumlah organisasi masyarakat sipil di bidang lingkungan. Kolom Hijau terbit setiap pekan.

Redaksi menerima tulisan opini dari luar dengan syarat: panjang sekitar 5.000 karakter (termasuk spasi) atau 600 kata dan tidak sedang dikirim ke media lain. Sumber rujukan disebutkan lengkap pada tubuh tulisan. Kirim tulisan ke e-mail: pendapat@tempo.co.id disertai dengan foto profil, nomor kontak, dan CV ringkas.



Konten Eksklusif Lainnya

  • 19 September 2024

  • 18 September 2024

  • 17 September 2024

  • 16 September 2024


Jurnalisme berkualitas memerlukan dukungan khalayak ramai. Dengan berlangganan Tempo, Anda berkontribusi pada upaya produksi informasi yang akurat, mendalam dan tepercaya. Sejak awal, Tempo berkomitmen pada jurnalisme yang independen dan mengabdi pada kepentingan orang banyak. Demi publik, untuk Republik.

Login Langganan