BARITO UTARA -- Kementerian Perhubungan menyatakan segera merampungkan rekomendasi teknis larangan mudik Idul Fitri tahun ini. Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan masih akan berdiskusi dengan sejumlah lembaga, termasuk kepolisian, untuk menyusun rekomendasi tersebut. "Paling lambat lusa (Kamis ini) selesai," kata Budi di Barito Utara, Kalimantan Tengah, Selasa lalu.
Rekomendasi tersebut juga menerapkan adanya sanksi. Meski begitu, kata Budi, pemerintah menyatakan tak akan bertumpu pada sanksi bagi para pelanggar yang tetap nekat mudik dalam rekomendasi tersebut. Menurut dia, pemerintah ingin menumbuhkan kesadaran masyarakat tentang bahaya mudik pada masa pandemi.
Pemerintah memutuskan melarang mudik Lebaran 2021. Keputusan ini berlaku mulai 6 hingga 17 Mei 2021 bagi aparat sipil negara, TNI/Polri, pegawai BUMN, dan pegawai swasta. Pemerintah mengambil keputusan itu demi mencegah naiknya angka jangkitan virus Covid-19. Menurut data Satuan Tugas Covid-19, libur Lebaran tahun lalu mengakibatkan kenaikan rata-rata jumlah kasus harian terjangkit Covid-19 mencapai 68-93 persen dengan penambahan kasus harian 413-559 serta jumlah kasus mingguan berkisar 2.889-3.917. Adapun persentase kematian mingguan sebesar 28-66 persen atau sebanyak 61-143 kasus kematian.
Menteri Budi mengatakan, selain Kepolisian RI, pemerintah menyertakan lembaga masyarakat, seperti Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia dan Masyarakat Transportasi Indonesia. Kementerian Perhubungan juga melibatkan kalangan akademikus untuk ikut mengkaji aturan lengkap larangan mudik tahun ini. "Karena mengacu ke data tahun lalu, saat kita membiarkan mudik dilakukan dengan bebas, jumlah kasus Covid-19 ikut meningkat," kata Budi. Dia mengatakan, Kementerian Perhubungan akan membuat rekomendasi yang mudah diterjemahkan masyarakat. Harapannya, agar masyarakat paham ihwal maksud pemerintah.
Polisi memeriksa bagasi mobil saat penerapan pelarangan mudik di Jalur Pantura, Jawa Barat, 25 April 2020. TEMPO/Hilman Fathurrahman W
Wakil Sekretaris Jenderal Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Deddy Herlambang, mengatakan lembaganya tak merasa dilibatkan Kementerian Perhubungan dalam merumuskan rekomendasi larangan mudik tahun ini. Menurut Deddy, keputusan pemerintah melarang mudik tahun ini kurang bijak. "Berita larangan mudik ini justru berpotensi membunuh bisnis transportasi," kata Deddy ketika dihubungi Tempo, kemarin.
Alih-alih melarang, seharusnya pemerintah memperketat pelaksanaan mudik tahun ini. Salah satunya, mempertegas pelaksanaan protokol kesehatan di angkutan umum. Aturan kewajiban tes cepat Covid-19 bagi penumpang sebelum menggunakan angkutan umum dan pengurangan kapasitas penumpang dianggap cukup aman mencegah penularan Covid-19. "Pemerintah bisa memberikan hukuman bagi pengusaha transportasi yang tidak bisa memenuhi standar protokol kesehatan," ujarnya.
Menurut Deddy, larangan mudik masih bisa diterobos oleh masyarakat yang menggunakan kendaraan pribadi. Padahal sangat sulit menerapkan protokol kesehatan terhadap angkutan pribadi seperti mobil dan sepeda motor. "Angkutan umum lebih terjamin lantaran wajib tes sebelum berangkat. Adapun mobil pribadi bisa banyak orang dan berhenti di setiap tempat. Jadi, lebih berbahaya dari penularan Covid-19," kata dia.
Satgas Penanganan Covid-19 sebelumnya telah memperbarui aturan persyaratan perjalanan di dalam negeri selama pandemi. Aturan tersebut tertuang dalam surat edaran yang diteken Ketua Satgas Doni Monardo pada Jumat pekan lalu dan mulai berlaku Kamis ini.
Perubahan aturan itu, antara lain, masa berlaku hasil negatif tes usap PCR dari dan menuju Pulau Bali dari 3-24 jam menjadi 2x24 jam. Selain itu, ada syarat tambahan sebelum perjalanan berupa hasil negatif uji GeNose di bandara, pelabuhan, stasiun, terminal, hingga fasilitas peristirahatan yang menyediakan layanan tes Covid-19. "Masa berlaku tes GeNose satu kali perjalanan, termasuk transit perjalanan udara," kata juru bicara Satgas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito.
Surat edaran tersebut juga mewajibkan pengguna transportasi laut menunjukkan hasil tes usap antigen atau GeNose sebelum berangkat. Aturan baru tersebut mewajibkan para penumpang moda transportasi untuk menerapkan seluruh protokol kesehatan.
Perihal larangan mudik, Satgas Covid-19 menyebut bukan perkara mudah menerapkan pembatasan tradisi Lebaran. Terlebih, ini kali kedua pemerintah melarang mudik. Namun larangan mudik menjadi pilihan terbaik untuk mencegah bertambahnya kasus Covid-19. "Satgas berharap masyarakat menaati keputusan ini agar Indonesia segera bebas dari pandemi," kata Wiku.
Ketua Satgas Penanganan Covid-19, Doni Monardo, mengatakan pemerintah becermin pada pengalaman Idul Fitri tahun lalu. Saat itu, masih banyak warga yang nekat mudik. Hasilnya, jumlah kasus baru Covid-19 melonjak dan nyaris melumpuhkan rumah sakit. Karena itu, Doni meminta seluruh kementerian, lembaga, hingga swasta ikut mengingatkan masyarakat ihwal bahaya lengah disiplin protokol kesehatan saat perayaan hari raya nanti. "Tradisi pulang kampung memang punya hubungan emosional. Tapi, yang penting, kita melindungi keselamatan rakyat," kata Doni.
Adapun Wakil Presiden Ma'ruf Amin mengatakan pemerintah sengaja mengumumkan larangan mudik lebih awal lantaran tak ingin kecolongan seperti mudik tahun lalu. Selain terlalu singkat mengumumkan pelarangan mudik, tahun lalu sempat muncul perbedaan makna dari mudik dan pulang kampung oleh pemerintah. Saat itu pemerintah melarang mudik namun mempersilakan bagi masyarakat yang ingin pulang kampung.
Meski beberapa hari terakhir angka jangkitan Covid-19 menurun, Ma’ruf meminta agar masyarakat tidak terlalu mengalami euforia. “Khusus Lebaran, potensinya bisa kembali meningkat melihat tahun lalu seperti itu," kata mantan Ketua Majelis Ulama Indonesia ini.
EGY ADYATAMA | INDRA WIJAYA | ANTARA