JAKARTA – Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia menolak mengesahkan kepengurusan Partai Demokrat hasil kongres luar biasa (KLB) di Deli Serdang, Sumatera Utara. Keputusan ini menuai respons berbeda dari kubu Demokrat hasil KLB Deli Serdang dan kubu ketua umum partai ini, Agus Harimurti Yudhoyono.
Ketua Departemen Komunikasi dan Informasi Partai Demokrat hasil kongres luar biasa Deli Serdang, Saiful Huda, mengatakan pihaknya mungkin akan menggugat ke pengadilan tata usaha negara setelah pemerintah menolak kepengurusan Demokrat dengan ketua umum Moeldoko itu. Saiful mengatakan keputusan Kementerian Hukum dan HAM ini merupakan babak awal dari perjuangan mereka selanjutnya.
“Pintu PTUN masih terbuka lebar bagi kami untuk memasukinya dan melayangkan gugatan demi memperoleh keadilan dan kepastian hukum,” kata Saiful, kemarin.
Obyek yang akan menjadi gugatan kubu Moeldoko adalah surat keputusan Menteri Hukum dan HAM yang mengesahkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Partai Demokrat pada 2020. AD/ART inilah yang menjadi pijakan Kementerian Hukum dan HAM dalam memeriksa keabsahan pengurus Demokrat hasil KLB Deli Serdang. Bagi kubu Moeldoko, AD/ART pada 2020 tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Partai Politik.
“Ini sudah jelas ada pelanggaran AD/ART 2020, tapi kok masih bisa disahkan,” kata Saiful.
Saiful belum dapat memastikan rencana gugatan ke PTUN tersebut karena mereka belum menggelar rapat internal. “Saya harus mendengar dulu pembicaraan rapat nanti seperti apa,” katanya. “Itu baru opini saya pribadi dan hasil saya menyerap aspirasi dari teman-teman pengurus, yang ada seperti itu.”
Menurut Saiful, sejak awal, kubu Moeldoko tidak mempersoalkan penolakan Kementerian Hukum dan HAM untuk mengesahkan hasil KLB Deli Serdang. Sebab, keputusan tersebut tak akan berpengaruh banyak bagi kedua kubu yang tengah bertikai ini.
Ia juga memahami bahwa Kementerian Hukum dan HAM bukan lembaga pengadilan yang dapat memutuskan menang atau kalah antara kubu Deli Serdang dan kubu Agus Yudhoyono. Kubu Moeldoko juga memahami bahwa perkara ini sangat riskan bagi Kementerian Hukum dan HAM.
“Jika Kementerian Hukum dan HAM memenangkan kepengurusan Partai Demokrat kubu Pak Moeldoko, ia akan dicurigai sebagai intervensi pemerintah atas terjungkalnya AHY dari Ketua Umum Partai Demokrat,” katanya.
Moeldoko saat Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat di The Hill Hotel Sibolangit, Deli Serdang, Sumatera Utara, 5 Maret 2021. ANTARA/Endi Ahmad
Kepala Badan Komunikasi Strategis Partai Demokrat kubu Agus Yudhoyono, Herzaky Mahendra Putra, mengatakan pihaknya siap menghadapi gugatan dari kubu Moeldoko tersebut. Herzaky mengatakan pihaknya sudah mengantisipasi akan adanya gugatan di pengadilan. “Kami yakin legal standing kami yang lebih kuat,” kata Herzaky.
Kemarin, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Hamonangan Laoly mengumumkan sikap resmi pemerintah ihwal konflik internal Partai Demokrat. Yasonna mengatakan Kementerian Hukum dan HAM menolak kepengurusan Partai Demokrat hasil kongres luar biasa Deli Serdang. Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu mengatakan pemerintah harus menolak kepengurusan Demokrat hasil KLB Deli Serdang karena tidak memenuhi kelengkapan yang disyaratkan. Syarat itu, misalnya, perwakilan dewan pimpinan daerah (DPD) dan dewan pimpinan cabang (DPC) yang hadir dalam kongres luar biasa tidak membawa mandat dari ketua DPD dan DPC.
“Kalau ada perselisihan, itu urusan pengadilan, karena dari AD/ART yang diberikan kepada kami, yang disahkan kepengurusannya tahun lalu, yaitu Pak AHY,” kata Yasonna.
Dualisme kepengurusan Partai Demokrat ini berawal dari adanya gerakan penggulingan Agus Yudhoyono yang dimotori oleh sejumlah pengurus dan mantan pengurus partai ini, seperti Jhoni Allen Marbun, Darmizal, Marzuki Alie, dan Muhammad Nazaruddin. Mereka lantas menggelar kongres luar biasa di Deli Serdang, bulan lalu. Hasil kongres ini memutuskan memilih Moeldoko, Kepala Staf Kepresidenan, sebagai Ketua Umum Demokrat periode 2020-2025.
Jurnalis mengamati layar telepon pintar konferensi pers dari Kementerian Hukum dan HAM terkait kepengurusan partai Demokrat yang digelar secara virtual di Jakarta, 31 Maret 2021. ANTARA/Fakhri Hermansyah
Agus Yudhoyono mengatakan keputusan Kementerian Hukum dan HAM itu memastikan bahwa tak ada dualisme di lingkup internal Partai Demokrat. Keputusan itu sekaligus menguatkan legalitas kepengurusan Demokrat hasil Kongres V, tahun lalu.
“Tidak ada dualisme kepemimpinan di tubuh Partai Demokrat. Ketua Umum Partai Demokrat yang sah adalah Agus Harimurti Yudhoyono,” kata Agus.
Setelah mengetahui keputusan pemerintah itu, Agus mengatakan akan kembali bersafari ke daerah-daerah mulai akhir pekan ini. Putra sulung Susilo Bambang Yudhoyono itu berencana memperkuat soliditas dan persatuan segenap kader partainya di daerah.
Menurut Agus Yudhoyono, peristiwa KLB Deli Serdang memberi pelajaran berharga untuk meningkatkan soliditas sekaligus menjadi momentum bagi Demokrat untuk bangkit kembali. Ia juga berpesan kepada kadernya agar terus menguatkan silaturahmi serta kolaborasi dengan masyarakat sipil dan elemen bangsa lainnya. “Mari terus berkoalisi dengan rakyat, memperjuangkan harapan rakyat,” katanya.
Herzaky Mahendra menambahkan, Agus Yudhyono berencana berkunjung ke Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur, pekan ini. Sebelumnya, Agus Yudhoyono menemui kader partainya di DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat. Sedangkan rencana safari Agus Yudhoyono di luar Pulau Jawa belum dijadwalkan. “Nanti kami lihat kondisinya karena pekan depan ada kegiatan di Jakarta. Memasuki bulan puasa, Ketua Umum akan cooling down, fokus ibadah, dan kegiatan sosial,” kata Herzaky.