JAKARTA – Pengamat terorisme dari Universitas Malikussaleh Lhokseumawe, Al Chaidar, memperkirakan kelompok Jamaah Ansharud Daulah (JAD) masih menjadi ancaman teror yang dominan di Tanah Air. Organisasi ini dianggap memiliki potensi besar melalui perekrutan instan yang langsung mengarah pada aksi pengeboman. "Peran JAD tidak bisa diremehkan," ujar Chaidar, kemarin.
JAD adalah kelompok yang cukup muda bila dibandingkan dengan organisasi teroris lainnya, seperti Jemaah Islamiyah. Mereka pun berbaiat untuk membentuk Daulah Islamiyah di seluruh dunia, yang disuarakan oleh pendiri kelompok teror Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS), Abu Bakar Al Baghdadi.
Sumpah setia inilah yang membuat jumlah simpatisan JAD menjadi banyak. Chaidar menyitir laporan Pew Research Center yang menyatakan pengikut Al Baghdadi di Indonesia mencapai 2 persen dari total populasi atau sekitar 6 juta orang. Al Baghdadi tewas beberapa tahun lalu. Namun ide-idenya, menurut Chaidar, masih didukung para simpatisan.
Dukungan orang-orang ISIS tersebut berpotensi meningkat menjadi dukungan kepada kelompok JAD. Apalagi, kata Chaidar, tak ada birokrasi khusus untuk menjadi anggota. Orang-orang dapat mengikuti pengajian dengan sejumlah materi yang telah disiapkan dari empat pendoktrin utama. Dua di antaranya adalah Cholid Abu Bakar, dalang teror bom Surabaya, serta seseorang yang disebut Gozali.
Materi ini pun dibagikan dalam bentuk teks ataupun video melalui aplikasi pesan instan. Mereka yang sudah melahap doktrin langsung diajak untuk melancarkan aksi teror. Pembaiatan dilakukan secara daring. "Mereka diajarkan untuk maju sebanyak-banyaknya menjadi umpan peluru lalu mati, dan disebut-sebut ditampung di surga," kata Chaidar.
Sebelumnya, kepolisian menyebut JAD sebagai kelompok yang bertanggung jawab atas pengeboman di depan Gereja Katedral Hati Yesus Maha Kudus di Makassar, Ahad lalu. Insiden ini mengakibatkan 20 orang luka-luka. Kedua pelaku, Muhammad Lukman dan Dewi, tewas di tempat.
Tim gabungan Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Mabes Polri dan Brimob Polda Sulsel menggiring tersangka teroris jaringan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) di Bandara lama Sultan Hasanuddin, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, 4 Februari 2021. ANTARA/Abriawan Abhe
Pendiri Yayasan Prasasti Perdamaian, Noor Huda Ismail, mengemukakan serangan di Makassar cukup serampangan. Meski begitu, serangan tersebut tidak bisa dianggap enteng karena intensitas aksi teror oleh JAD beberapa tahun terakhir cukup marak. Selain pengeboman gereja di Filipina dan Surabaya, ada aksi anggota JAD yang dilakukan di Medan dan Sibolga.
Huda menjelaskan, aksi teror JAD yang terjadi belakangan kian tersebar di kota besar di luar Pulau Jawa dan dilakukan secara acak, sehingga menyulitkan polisi mendeteksinya. Hal itu berbeda dengan terorisme khas Jemaah Islamiyah yang terstruktur, dari perencanaan, pendanaan, hingga aksi teror yang bisa menimbulkan banyak korban.
Perubahan ini terjadi karena JAD lebih mengedepankan aksi teror yang direncanakan dan dieksekusi anggota di daerahnya masing-masing. Doktrin ini sejalan dengan seruan Baghdadi yang meminta pengikutnya melakukan amaliah sesuai dengan tempat tinggalnya, jika tidak mampu pergi ke Suriah.
Doktrin tersebut menjadikan pengambilan keputusan terkait dengan aksi teror menjadi otonomi masing-masing daerah. "JAD selalu melibatkan local boy atau anggota setempat," kata Huda.
Direktur Institute for Policy Analysis of Conflict, Sidney Jones, membenarkan bahwa operasi JAD lebih terfragmentasi di daerah-daerah. Menurut dia, aspek pemersatu JAD adalah buku berjudul Materi Tauhid buatan terpidana terorisme sekaligus sang pendiri, Aman Abdurrahman.
Jones menjelaskan, awalnya JAD dipimpin seorang amir operasional bernama Zainal Ansori. Namun, selepas dia dipenjara karena kasus teror bom Thamrin serta maraknya penangkapan oleh polisi, kelompok ini lambat laun kehilangan pemimpinnya, sehingga sel-sel di daerah bergerak sendiri-sendiri.
Adapun untuk aksi bom bunuh diri di Makassar, Jones menganggapnya lebih terkait dengan sisa-sisa kelompok Muhammad Basri, terpidana kasus terorisme yang wafat di penjara, tiga tahun lalu. Relasi itu terbaca dari terungkapnya peran Rizaldy yang menyediakan rumahnya untuk acara pernikahan Lukman dan Dewi. Rizaldy, yang tewas ditembak polisi pada Januari lalu, adalah anggota kelompok Basri.
Salah satu irisan JAD dengan kelompok Basri, kata Jones, adalah dukungan keduanya terhadap Daulah Islamiyah. "Terminologi itu yang sering disalahartikan, pendukung Daulah dianggap sebagai bagian kelompok JAD," ujar dia.
Pengamat terorisme asal Bojonegoro, Haris Abu Ulya, membenarkan bahwa kelompok Basri tidak terafiliasi dengan JAD. Basri dan Aman hanya memiliki hubungan yang dekat dan kerap bersilaturahmi. Di banyak daerah, Haris mengemukakan kelompok JAD sudah melemah. "Antar-anggota juga hubungannya sudah dibatasi," kata dia.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Boy Rafli Amar membenarkan bahwa pelaku teror di Makassar adalah bagian dari kelompok Basri yang masih melakukan regenerasi. Namun, kata dia, mereka juga bagian dari JAD. "Itu bagian dari kelompok mereka," kata Boy.