JAKARTA — Sejumlah organisasi masyarakat sipil dan organisasi keagamaan mendesak kepolisian mengusut dalang pelaku kekerasan terhadap jurnalis Tempo di Surabaya, Nur Hadi. Ketua Bidang Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur, menduga ada pihak yang memerintahkan para pelaku kekerasan terhadap Nur Hadi tersebut.
Isnur mengatakan kesimpulan itu dibuktikan dengan adanya telepon dari seseorang yang memerintahkan agar Nur Hadi dibawa ke Kepolisian Resor Pelabuhan Tanjung Perak, Sabtu lalu. Di tengah perjalanan, ada lagi telepon yang masuk. Si penelepon lantas meminta pelaku membawa Nur Hadi kembali ke Gedung Samudera Bumimoro, Surabaya.
Ia menilai peristiwa ini mengindikasikan ada orang lain yang terlibat dengan cara memberi perintah untuk melakukan kekerasan terhadap Nur Hadi. Karena itu, Isnur mendesak kepolisian agar berani mengusut dalang dalam kasus penganiayaan ini.
"Kami mendorong harus dicari tahu siapa yang bertanggung jawab, siapa atasannya, karena polisi pasti bertindak dalam komando," kata Isnur, kemarin. Ia juga mendesak kepolisian agar tak segan menangkap pelaku lain yang diperkirakan mencapai belasan orang.
Ketua YLBHI bidang Advokasi Muhammad Isnur. TEMPO/Subekti
Insiden penyekapan dan penganiayaan terhadap Nur Hadi ini terjadi ketika ia berusaha meminta konfirmasi kepada mantan Direktur Pemeriksaan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Angin Prayitno Aji, Sabtu malam lalu. Angin merupakan tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait urusan pajak tiga perusahaan. Komisi Pemberantasan Korupsi tengah mengusut perkara Angin ini.
Saat itu, Nur Hadi mendatangi lokasi resepsi pernikahan anak Angin dengan anak Komisaris Besar Achmad Yani, mantan Kepala Biro Perencanaan Kepolisian Daerah Jawa Timur, di Gedung Samudera Bumimoro, Surabaya. Namun Nur Hadi justru ditangkap. Lalu ia mendapat kekerasan fisik dan ancaman pembunuhan dari sejumlah orang yang diduga anggota kepolisian, anggota TNI, serta ajudan Angin.
Nur Hadi melaporkan insiden ini ke Polda Jawa Timur, dua hari lalu. Polisi menyikapinya dengan memulai pemeriksaan dan menggelar prarekonstruksi. Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan Surabaya, Muhammad Djuir, mengatakan hasil prarekonstruksi terhadap kasus Nur Hadi menemui titik terang karena kedua orang terlapor, yaitu Purwanto dan Firman, mengakui perbuatannya.
"Kami berharap lebih lanjut harus diungkap secara terang-benderang para pelakunya," kata Djuir.
Ia mengatakan upaya prarekonstruksi oleh Direktorat Reserse Kriminal Umum Kepolisian Daerah Jawa Timur itu bertujuan memastikan bahwa kekerasan terhadap Nur Hadi merupakan delik pidana. Djuir berharap dalam waktu dekat polisi menaikkan status kasus ini ke tahap penyidikan dan menetapkan terduga pelaku sebagai tersangka.
Djuir juga berharap Polda Jawa Timur menangkap para pelaku utama penganiayaan Nur Hadi. Apalagi polisi telah menemukan nama baru, yaitu seorang terduga pelaku yang muncul dalam proses prarekonstruksi.
Ia memperkirakan masih banyak nama lain yang belum terungkap, terutama polisi, anggota TNI, serta pengawal Angin Prayitno.
Jurnalis Tempo, Nurhadi menunjukkan bagian tubuh yang dianiaya, 28 Maret 2021. Tempo/Kukuh SW
Wakil Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Jawa Timur, Abdul Salam Shohib, juga mendesak kepolisian agar tak ragu mengusut anggotanya yang diduga terlibat dalam penganiayaan terhadap Nur Hadi. “Kami mengecam setiap tindak kekerasan terhadap jurnalis yang sedang menjalankan tugas jurnalistiknya,” kata Abdul. “Mereka dilindungi undang-undang dan ini merupakan salah satu indikator iklim demokrasi kita.”
Menurut Abdul Salam, kasus ini perlu menjadi perhatian khusus. Sebab, kekerasan yang dialami oleh Nur Hadi merupakan gaya Orde Baru yang seharusnya tidak terulang di era reformasi.
Senada, Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera di Dewan Perwakilan Rakyat, Jazuli Juwaini, turut mengecam penganiayaan dan intimidasi terhadap Nur Hadi. "Ancaman terhadap wartawan dan pers yang bebas adalah ancaman terhadap demokrasi itu sendiri," kata Jazuli.
Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Surabaya, Eben Haezer, mengatakan saat ini jaringan masyarakat sipil dari berbagai organisasi ikut mengawal kasus ini. Mereka beramai-ramai menuntut agar pengusutan kasus kekerasan terhadap Nur Hadi dilakukan secara transparan. Mereka juga menuntut agar semua pelaku dijerat pidana. "Kami mendorong agar semua pelaku diungkap oleh polisi," kata Eben.
Ahli hukum pidana dari Universitas Al Azhar Indonesia, Suparji Ahmad, berpendapat bahwa para pelaku kekerasan terhadap Nur Hadi dapat dijerat dengan pasal-pasal dalam Undang-Undang Hak Asasi Manusia, UU Pers, serta UU Pengesahan Konvensi Hak Sipil dan Politik.
"Polisi juga bisa menggunakan Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 tentang Pengimplementasi Hak Asasi Manusia," kata Suparji.
Adapun Sekretaris Jenderal Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia, Julius Ibrani, berharap Presiden Joko Widodo, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, serta parlemen mengambil langkah konkret untuk memperbaiki kondisi penegakan hukum HAM dan kemanusiaan. "Segera terbitkan regulasi yang dapat menjamin penuh perlindungan kepada para pembela HAM, termasuk jurnalis," kata dia.