JAKARTA – Konflik bersenjata yang tak berkesudahan di Kabupaten Intan Jaya, Papua, menjadikan wilayah itu sebagai salah satu titik terpanas di Papua. Baku tembak antara Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) dan Tentara Nasional Indonesia terus berulang hampir tiap tahun. Terakhir, seorang anggota TNI dan tiga warga sipil dikabarkan tewas akibat insiden yang terjadi pada awal pekan ini.
Sejumlah organisasi masyarakat sipil menganggap ketidakseriusan pemerintah dalam menangani Papua diduga sebagai biang konflik yang terus berulang dan tak berkesudahan. Pemerintah terus-terusan berupaya menyelesaikan konflik dengan pendekatan keamanan dan operasi militer. Hal ini menyebabkan aktivitas di sejumlah kabupaten, termasuk Intan Jaya, lumpuh. Sekitar 700 warga Intan Jaya dilaporkan mengungsi karena konflik ini.
Manajer Media dan Kampanye Amnesty International Indonesia, Nurina Savitri, menyatakan kasus kekerasan dan konflik bersenjata di Intan Jaya bakal terus berulang jika pemerintah tidak mengubah paradigma dalam menyelesaikan persoalan di Papua. “Orang Papua bukan setahun-dua tahun menyaksikan operasi militer, tapi sudah lebih dari dua dekade,” ucap Nurina kepada Tempo, kemarin.
Tidak mengherankan jika banyak warga yang dilaporkan mengungsi dan trauma akibat konflik bersenjata ini. Menurut Nurina, warga di Papua hidup dalam bayang-bayang ketakutan melihat anggota keluarganya tertembak. Dia mendesak agar pemerintah menghentikan pendekatan keamanan dan memperbaiki komunikasi dengan warga Papua.
Nurina juga mengkritik tewasnya tiga pemuda di Distrik Sugapa, yang diduga ditembak oleh aparat TNI. Mereka adalah Janius Bagau, Soni Bagau, dan Justinus Bagau. Menurut Nurina, pembunuhan ini dilakukan di luar hukum. Peristiwa ini selalu berulang dan terus meningkat sejak tahun lalu. Pada September lalu, penembakan juga dilakukan oleh militer terhadap Pendeta Yeremia Zanambani di Distrik Hitadipa, Intan Jaya. “Pola ini terus berulang. Menurut kami, apa pun itu, penembakan tanpa proses hukum harus diusut,” kata dia.
Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Asfinawati. TEMPO/M Taufan Rengganis
Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Asfinawati, juga mengkritik metode pendekatan keamanan yang dilakukan oleh pemerintah di Papua. Menurut dia, pemerintah memiliki banyak catatan buruk ketika menangani persoalan di daerah konflik, tak terkecuali di Papua. “Ada kesamaan di daerah-daerah tersebut, yaitu pelanggaran hak asasi manusia yang luar biasa dan meluas,” ucap Asfinawati.
Dia tidak melihat ada upaya pemerintah dalam menyelesaikan konflik Papua menggunakan jalan keadilan. Apalagi, selama ini, pelaku kekerasan dan pembunuhan di Papua dibiarkan tanpa proses hukum. Praktik tersebut akan terus berulang apabila tidak dihentikan secara hukum. Padahal seharusnya pemerintah memulai penyelesaian konflik Papua dengan melihat akar permasalahan, bukan justru menggunakan pendekatan keamanan.
Suasana Intan Jaya, Papua. intanjayakab.go.id
Anggota Komisi IV DPR Papua, Thomas Sondegau, menyebutkan dampak konflik bersenjata antara TNI dan TPNPB-OPM menyebabkan warga Intan Jaya hidup dalam ketakutan. Tidak sedikit warga yang kini mengungsi ke daerah yang dianggap aman karena khawatir bakal menjadi korban. “Saya harap wilayah Intan Jaya tidak dijadikan area perang atau konflik. Kalau mau perang, cari area yang tidak ada warga di sana,” kata Thomas.
Konflik itu menempatkan masyarakat sipil sebagai korban dan berada di posisi serba salah. Warga kerap dituduh sebagai mata-mata ketika berhadap-hadapan dengan TNI maupun kelompok TPNPB-OPM. Selain itu, konflik secara langsung menghambat aktivitas pembangunan di berbagai sektor di Intan Jaya, tak terkecuali mengganggu kehidupan masyarakat.
Korban penembakan KKB di Bilogai, Intan Jaya, Papua, 9 Februari 2021. Antara/HO/Polres Intan Jaya
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md. tidak menjawab ketika ditanya ihwal upaya pemerintah untuk menyelesaikan konflik di Papua. Adapun Staf Khusus Presiden Bidang Hukum, Dini Purwono, menolak menjawab ihwal pendekatan kekerasan yang acap dilakukan pemerintah di Papua. “Saya tidak bisa menjawab karena tidak dalam ranah kewenangan saya,” ucap Dini.
Kepala Pusat Penerangan TNI, Mayor Jenderal Achmad Riad, juga menolak berkomentar ihwal pengiriman pasukan besar-besaran yang ia lakukan di Kabupaten Intan Jaya. Menurut dia, saat ini pihaknya masih menggelar operasi militer di wilayah itu. “Karena masih dalam pelaksanaan operasi. Kami semua sedang melakukan tugas di sana, ya,” kata dia.
AVIT HIDAYAT | JUBI