JAKARTA – Ratusan warga di Kabupaten Intan Jaya, Papua, dilaporkan telantar setelah mengungsi akibat konflik bersenjata di kawasan tersebut. Sekitar 700 orang meninggalkan rumah mereka lantaran insiden saling serang antara Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) dan Tentara Nasional Indonesia memanas. "Sepekan ini, hingga kemarin, ada sekitar 700 orang mengungsi ke paroki-paroki di sejumlah kabupaten di sekitar Intan Jaya," kata Direktur Sekretariat Keadilan dan Perdamaian Keuskupan Timika, Papua, Saul Paulo Wanimbo, kemarin.
Konflik bersenjata di Intan Jaya terjadi sejak beberapa tahun terakhir. Akibatnya, banyak warga mengungsi. Puncaknya, pada September lalu, ratusan warga berbondong-bondong meninggalkan kampung halaman mereka ketika Pendeta Yeremia Zanambani diduga ditembak oleh anggota TNI. Pengungsi terus bertambah lantaran konflik tak kunjung reda. Warga kembali mengungsi setelah tiga pemuda di Kampung Mamba, Distrik Sugapa, Papua, tewas ditembak, yang diduga dilakukan anggota TNI pada awal pekan ini.
Saul menuturkan, para pengungsi berdatangan dari berbagai distrik di sekitar Distrik Sugapa. Mereka berbondong-bondong menuju Gereja Katolik St Misael Bilogai, Intan Jaya. Beberapa di antaranya memilih mengungsi ke luar Intan Jaya, seperti ke Kabupaten Nabire dan Paniai. "Pemberitaan yang muncul hanya soal ribut-ribut dan konflik saling tembak. Sementara itu, dampak konflik tidak tersentuh. Banyak pengungsi yang telantar," kata dia.
Menurut Saul, para pengungsi di Gereja Katolik St Misael Bilogai mulai kekurangan bahan makanan. Mereka hanya menggantungkan bantuan dari pengurus gereja. Keuskupan sendiri tidak memiliki pasokan logistik yang cukup untuk ratusan orang tersebut. Pemerintah dan organisasi kemanusiaan yang lain juga sama sekali tidak mengirimkan bantuan. “Bantuan datang hanya dari perorangan,” ujar Saul.
Korban penembakan KKB di Bilogai, Intan Jaya, Papua, 9 Februari 2021. Antara/HO/Polres Intan Jaya
Keuskupan Timika kemudian menerbitkan surat permohonan bantuan dari pastor, dewan paroki, dan umat paroki di berbagai wilayah. Dalam surat itu disebutkan bahwa jumlah pengungsi di Gereja dan Pastoran Paroki Santo Misael Bilogai mencapai 600 orang. Mereka terdiri atas orang dewasa dan anak-anak. Adapun sisanya mengungsi di Paroki Santo Antonius, Bumiwonorejo, Kabupaten Nabire. "Stok bahan makanan sangat terbatas. Bahkan, di hari pertama, yang bisa makan hanya anak-anak," tutur Saul.
Dia berharap pemerintah atau organisasi masyarakat sipil membantu pengungsi yang terancam kelaparan. Bantuan dapat dikumpulkan di paroki-paroki di sejumlah wilayah. Di antaranya Paroki Enarotali, Moanemani, Nabire, dan Timika. Wilayah itu merupakan basis pengumpulan bantuan untuk para pengungsi.
Direktur Yayasan Pusaka, Angky Samperante, menyatakan kondisi pengungsi di Intan Jaya sangat memprihatinkan akibat konflik yang terus memanas sejak sepekan terakhir. Hal ini, menurut dia, bersamaan dengan penambahan personel pasukan besar-besaran di wilayah itu. Angky menjelaskan, Yayasan Pusaka—lembaga riset dan advokasi masyarakat Papua—terus berupaya mengumpulkan bantuan logistik bahan makanan dari gereja-gereja di wilayah Papua.
Ia berharap akan ada dukungan bantuan dari kalangan lain bagi pengungsi di Papua. Apalagi selama ini pemerintah daerah juga tidak bisa berbuat banyak. Aktivitas pemerintahan pun lumpuh karena ditinggalkan oleh pegawainya yang juga ikut mengungsi ke luar Intan Jaya.
Situasi di Intan Jaya terus memburuk setelah tiga pemuda di Distrik Sugapa diduga tewas ditembak oleh anggota TNI. Para pemuda itu bernama Janius, Soni Bagau, dan Justinus Bagau. Merujuk pada laporan Jubi, media lokal Papua, seorang pemuda mulanya tertembak dan dirawat di Puskesmas Bilogai, Distrik Sugapa, Intan Jaya. Mereka kemudian didatangi aparat militer dan dibunuh.
Kepala Penerangan Komando Gabungan Wilayah Pertahanan III, Kolonel CZI IGN Suriastawa, mengatakan ketiga pemuda itu adalah anggota kelompok bersenjata yang sering menyerang masyarakat dan aparat di Distrik Sugapa. Mereka ditembak lantaran berupaya merampas senjata aparat gabungan TNI-Polri yang berjaga di puskesmas. "Sudah dikoordinasikan dengan pemerintah daerah setempat untuk pengurusan tiga jenazah itu," ucap Suriastawa.
Adapun Staf Khusus Presiden Bidang Hukum, Dini Purwono, enggan berkomentar ihwal insiden penembakan dan konflik bersenjata di Papua. Ia juga menolak berbicara terkait dengan banyaknya pengungsi yang terlunta-lunta akibat konflik ini. "Untuk isu ini, harus ditanyakan ke Menkopolhukam," ucap dia. Sedangkan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md. sama sekali tidak merespons upaya konfirmasi yang dilakukan Tempo.
AVIT HIDAYAT | JUBI