JAKARTA – Pembangunan Museum SBY-ANI di Kabupaten Pacitan, Jawa Timur, menjadi sorotan dan menuai kontroversi. Musababnya, muncul informasi bahwa pembiayaan museum yang berlokasi di Jalan Lingkar Selatan, Ploso, ini bersumber dari anggaran belanja pemerintah daerah sebesar Rp 9 miliar.
Bupati Pacitan Indartato mengatakan dana itu bersumber dari bantuan keuangan khusus Pemerintah Provinsi Jawa Timur kepada Pemerintah Kabupaten Pacitan. “Itu benar. Jadi, dana itu bukan dari anggaran belanja Pemerintah Kabupaten Pacitan, melainkan dari pemerintah provinsi,” ujar dia kepada Tempo, kemarin.
Dia menjelaskan, Pemerintah Kabupaten Pacitan mengajukan proposal untuk bantuan keuangan khusus itu kepada Pemerintah Provinsi Jawa Timur. "Kami berharap adanya museum tersebut dapat membuat semakin banyak wisatawan datang ke Pacitan,” ujar dia.
Museum dan Galeri Seni SBY-ANI di Pacitan, Jawa Timur, dibangun di atas lahan seluas sekitar 1,5 hektare. Total bangunan museum seluas 7.500 meter persegi. Museum akan menampilkan sejarah hidup Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono alias SBY, yang dibagi menjadi sejumlah tema, seperti masa kecil, karier militer, hingga menjadi presiden pertama yang dipilih langsung oleh rakyat pada 2004. Museum itu juga dilengkapi galeri seni Ani Yudhoyono. Bagian ini didedikasikan kepada Ani Yudhoyono untuk mengenang warisan dan kontribusinya selama bertugas mendampingi SBY sebagai Ibu Negara.
Bupati Pacitan Indartato. Dok Magang Tempo/Faisal Akbar
Indartato menjelaskan, dana tersebut belum diserahkan kepada Yudhoyono Foundation, yayasan yang mengelola museum. Uang tersebut rencananya dialokasikan untuk membantu pembangunan yang belum diselesaikan di museum tersebut. Salah satunya pembangunan saluran air bersih di wilayah museum serta sejumlah pembangunan kelengkapan lainnya. Pemerintah Kabupaten Pacitan, kata Indartato, memiliki keterbatasan untuk membantu pembangunan museum ini sehingga meminta bantuan kepada pemerintah provinsi.
Dana sebesar Rp 9 miliar itu, kata Indartato, masih ada di rekening pemerintah kabupaten untuk diurus administrasinya. Indartato menuturkan pemerintah provinsi juga tengah mengkaji dana tersebut. Jika hasil kajian menyatakan masih membolehkan dana tersebut diteruskan kepada pemerintah kabupaten sesuai dengan peruntukannya, akan dilanjutkan. Indartato mengatakan tidak berani menyerahkan dana itu jika ada polemik seperti ini.
Ihwal kritik perihal dana tersebut, Indartato menegaskan bahwa dirinya hanya berpikiran sederhana, yakni membantu pembangunan museum ini akan mendatangkan wisatawan ke wilayahnya. “Ekonomi masyarakat juga bisa meningkat,” ujar dia.
Tempo berupaya menghubungi Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa ihwal dana bantuan keuangan khusus ini, tapi tidak mendapatkan respons. Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Timur, Heru Tjahjono, juga tidak merespons pertanyaan dan panggilan telepon yang dilakukan Tempo.
Tempo juga berusaha menghubungi sejumlah politikus Partai Demokrat, seperti Sekretaris Jenderal Partai Demokrat, Teuku Riefky Harsya. Namun dia kemudian meminta untuk menghubungi Kepala Badan Komunikasi dan Strategi Partai Demokrat, Herzaky Mahendra Putra. Namun Herzaky tidak merespons pertanyaan yang diajukan Tempo. Begitu pula dengan Direktur Museum dan Galeri Seni SBY-ANI, Ossy Dermawan, yang tak merespons permintaan wawancara dari Tempo.
Meski begitu, pada 12 Februari lalu, Herzaky pernah membantah kabar bahwa Yudhoyono Foundation menerima hibah sebesar Rp 9 miliar dari Pemerintah Kabupaten Pacitan. “Fitnah itu,” ujar dia. Herzaky menegaskan bahwa Yudhoyono Foundation tidak pernah mengajukan hibah kepada Pemerintah Kabupaten Pacitan.
Menanggapi hal itu, peneliti dari Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), Badiul Hadi, menilai argumen bahwa museum itu untuk mendongkrak jumlah wisatawan harus disertai dengan survei. Ia justru mempertanyakan alasan anggaran ini ditempatkan untuk pembangunan museum, bukan untuk wisata alam yang tengah digemari masyarakat saat ini.
Susilo Bambang Yudhoyono meresmikan proses pembangunan Museum dan Galeri Seni SBY-ANI, 22 Februari 2020. demokrat.or.id
Badiul Hadi menuturkan bantuan seperti itu secara regulasi diperbolehkan seperti diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, terutama di Pasal 34 ayat 3 huruf b dan Pasal 45 ayat 2 huruf a. “Tapi, saat pandemi ini, bagaimana soal kepatutan dan urgensinya? Museum belum sepenuhnya dibutuhkan masyarakat. Pemerintah provinsi bisa menunda bantuan keuangan sampai situasi pandemi membaik,” kata dia kepada Tempo, kemarin.
Dengan situasi Jawa Timur yang dirasa masih memiliki sejumlah zona merah Covid-19, Badiul mengusulkan agar dana itu digunakan untuk penanganan kesehatan dan pemulihan ekonomi masyarakat. Bahkan bisa digunakan untuk program bantuan langsung tunai.
Senada dengan Badiul Hadi, Direktur Eksekutif Indonesia Budget Center (IBC) Roy Salam mengatakan, dalam situasi pandemi Covid-19, seharusnya pemerintah daerah selektif menjalankan sejumlah program. Roy menilai lebih baik anggaran itu diarahkan untuk bidang kesehatan dan pemulihan ekonomi.
Menurut dia, pembangunan museum tidak tepat menjadi sasaran bantuan keuangan khusus. Ia mengimbuhkan harus ada dorongan kepada pemerintah daerah agar menggunakan dana bantuan keuangan khusus untuk program prioritas pembangunan provinsi. “Diberikan untuk pencapaian provinsi, misalnya meningkatkan kualitas lingkungan hidup, penurunan kemiskinan. Ini tak hanya di Jawa Timur, tapi wilayah lain juga,” kata dia.
FRISKI RIANA | ANT