JAKARTA - Sejumlah pasien bergejala Covid-19 kesulitan mendapatkan ruang perawatan. Beberapa di antaranya bahkan meninggal ketika berupaya mencari bangsal di sejumlah sakit. Kisah sulitnya pasien corona mencari ruang perawatan yang kian tiris ini disampaikan pegiat LaporCovid-19, Irma Hidayana, dalam konferensi pers virtual, kemarin.
Irma mengatakan, sejak Agustus lalu, tim LaporCovid-19 mulai sering menerima telepon orang yang meminta bantuan dicarikan fasilitas kesehatan. Pada awal Desember 2020 hingga 21 Januari 2021, timnya menerima 34 laporan yang semuanya meminta bantuan dicarikan bangsal perawatan. “Mereka semua kesulitan mencari ruang perawatan di fasilitas kesehatan di wilayahnya masing-masing.”
Irma menceritakan pengalaman timnya menangani kasus yang terjadi di Depok. Pada 3 Januari lalu, tim menerima telepon dari keluarga pasien setelah dari hasil tes dinyatakan positif terinfeksi corona. Pasien ini sejatinya melakukan tes Covid-19 pada 19 Desember lalu. Hasilnya belum keluar, tapi pasien yang merupakan kepala keluarga itu mengalami gejala sesak napas dan dibawa ke rumah sakit.
Setelah diperiksa CT scan toraks di salah satu rumah sakit swasta, keluarga sempat ditawari untuk memberikan uang muka Rp 1 juta guna mendapatkan kamar. Namun keluarga memutuskan membawa pulang bapak itu untuk menjalani isolasi mandiri. Sepekan kemudian, situasinya memburuk.
Aplikasi koalisi warga Lapor Covid-19. Tempo/Nurdiansah
Irma mengatakan keluarga tersebut meminta bantuan di lingkungannya dan puskesmas setempat, termasuk menghubungi ambulans. Warga mencari bantuan agar pasien itu bisa segera dirawat, apakah rawat inap biasa atau di ruang perawatan intensif (ICU). Lantaran ambulans tak kunjung datang, mereka memutuskan membawa pasien menggunakan taksi daring untuk mencari rumah sakit. Namun, sayang, nyawa bapak tersebut tak terselamatkan. “Situasi rumah sakit di Jabodetabek sudah tak mampu menampung,” ujar Irma.
Selain di Jabodetabek, tim relawan LaporCovid-19 pernah dihubungi dan dimintai bantuan agar mencarikan rumah sakit di Surabaya bagi seorang pasien. Tim LaporCovid-19 mencoba membantu mencarikan ruang perawatan, termasuk mengontak Satgas Covid-19 Jawa Timur.
Tim relawan kemudian mendapat informasi bahwa ada ruang perawatan kosong di RS Lapangan Indrapura, Surabaya. Tapi keluarga tersebut sudah lelah. Sebelum meminta bantuan tim LaporCovid, mereka sudah mendatangi lima rumah sakit dan ditolak karena ruang perawatan penuh. Keluarga itu pun dilaporkan tidak pernah mendatangi rumah sakit yang dirujuk tim. “Mereka lelah secara fisik dan psikologis. Mereka trauma dan takut diberi harapan palsu,” ujar Irma.
Menanggapi kejadian di Depok itu, juru bicara Satuan Tugas Covid-19 Kota Depok, Dadang Wihana, mengatakan hingga kini belum menerima informasi ihwal warga Depok yang meninggal karena ditolak 10 rumah sakit lantaran ruang perawatan penuh. Dadang meminta tim LaporCovid-19 segera melaporkan data sang pasien agar bisa dievaluasi dan mencegah kejadian terulang. “Kami berharap LaporCovid-19 atau CISDI melaporkan datanya agar kami bisa menginvestigasi terkait dengan kejadian ini. Kita sama-samalah untuk evaluasi kebijakan,” kata Dadang.
Pasien terkonfirmasi positif Covid-19 menaiki bus sekolah untuk dibawa ke Rumah Sakit Darurat Covid-19 Wisma Atlet Kemayoran di Puskesmas Kecamatan Duren Sawit, Jakarta, 25 Januari 2021. TEMPO/Hilman Fathurrahman W
Epidemiolog dari Griffith University, Dicky Budiman, mengatakan contoh yang disampaikan oleh LaporCovid-19 merupakan bukti bahwa situasi pandemi sudah sangat serius. Menurut dia, hal tersebut merupakan contoh yang dapat terdeteksi media massa, sedangkan yang tidak terdeteksi cenderung lebih banyak.
Dicky menyampaikan kasus-kasus seperti itu menunjukkan masyarakat masih bingung akan sistem rujukan di Indonesia. “Pandemi ini ujian dengan semua sistem. Sistem rujukan, sistem penanggulangan gawat darurat terpadu (SPGDT), sistem hotline, dan sistem bagaimana pemerintah daerah menangani pandemi. Semua masih harus diperbaiki,” kata dia kepada Tempo, kemarin. Ia mengimbuhkan, pemerintah daerah harus transparan perihal ketersediaan ruang rawat inap dan ICU.
Dalam kesempatan terpisah, Ketua Bidang Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, M. Isnur, mengatakan identitas masyarakat yang mengadu ke lembaga seperti LaporCovid-19 harus dilindungi. Ia khawatir akan keselamatan pelapor jika data pelapor itu dibuka kepada Satgas Covid-19 Kota Depok. Dia menilai Satgas Kota Depok meniru pola pemerintah pusat, yakni menyalahkan korban yang mengemukakan kejadian yang dialaminya. "Buruk muka, cermin dibelah. Buruknya penanganan pandemi, tapi masyarakat yang salah,” kata dia, kemarin.
ADE RIDWAN YANDWIPUTRA (DEPOK) | DIKO OKTARA