JAKARTA – Jatu Barmawati menceritakan tantangan petani dalam memasarkan produk pertanian pada masa pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19). Petani sekaligus eksportir produk pertanian ini mengatakan kondisi pandemi menyulitkan petani mengekspor produk mereka ke luar negeri.
Kendala utama mereka karena ada proses karantina yang ketat dan terjadi penyetopan sementara jalur perdagangan untuk menghindari penularan Covid-19 lintas negara. Tapi ia melihat masih ada beberapa pasar internasional yang menerima beragam produk pertanian Indonesia, khususnya buah dan sayuran.
"Saya mengekspor petai, jengkol, buah naga, dan lainnya. Jadi, harus pintar cari produk eksotis, mana yang laku di luar negeri," kata Jatu dalam diskusi virtual yang digelar Badan Nasional Penanggulangan Bencana, kemarin.
Jatu mendapat tugas sebagai Duta Petani Milenial dari Kementerian Pertanian. Lulusan Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada pada 2014 ini bertugas menginspirasi kalangan milenial agar tak malu menjadi petani. Ia menawarkan cara bertani yang lebih modern.
"Menjadi petani itu mulia. Tak sekadar cari rupiah, petani bisa menyediakan pangan untuk banyak orang. Jadi petani bisa sekaligus ibadah," kata Presiden Direktur PT Mitra Eksotik Asia ini.
Hasil pengamatan Jatu, sektor pertanian dalam negeri tetap berjalan pada masa pandemi. Omzet sejumlah kelompok petani buah dan sayur justru melejit karena tingginya permintaan masyarakat terhadap sayur dan buah, yang bertujuan memenuhi kebutuhan vitamin dan meningkatkan imunitas tubuh terhadap virus corona.
Duta Petani Milenial lainnya, Sandi Octa Susila, 27 tahun, juga berbagi pengalaman sebagai petani muda. Dari usaha bertani, ia membuat perusahaan Mitra Tani Parahyangan yang menyuplai hasil pertaniannya ke 25 hotel di Bogor dan Jakarta. Sandi membina 385 petani dengan 141 jenis produk pertanian. Dari usaha ini, Sandi mengklaim bisa meraup Rp 500-800 juta per bulan.
Ia menginspirasi kalangan muda agar mau terjun ke sektor pertanian.
"Petani di sawah atau di kebun, panas-panasan, tidak bonafide, itu pikiran lama yang harus dihapus," kata Sandi.
Direktur Utama Pengelola Sub Terminal Agribisnis Cigombong-Cianjur ini mengatakan kaum milenial cocok menggeluti pertanian modern. Sebab, kaum milenial akrab dengan teknologi, sehingga berpotensi mengembangkan bisnis pertanian. Misalnya, memanfaatkan media sosial dan gawai untuk memantau hingga memasarkan hasil pertanian.
Ia mengatakan pertanian menjadi salah satu sektor yang bisa bertahan dari pagebluk. Indikasinya, permintaan produk pertanian tetap berjalan lancar. "Sektor pertanian ini sebenarnya pekerjaan yang bonafide," ujarnya.
Selama ini, Sandi mengajarkan kendali pertanian dari hulu hingga hilir kepada petani binaannya. Ia berharap petani binaannya memahami tahapan produksi hingga penjualan hasil panen.
Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Pertanian, Dedi Nusyamsi, mengklaim sektor pertanian nyaris tak terkena dampak pandemi. Buktinya, produk domestik bruto dari sektor pertanian pada triwulan pertama tahun ini meningkat 16,24 persen. “Pada triwulan kedua tahun ini naik sekitar 2,15 persen," kata Dedi.
Kondisi itu menjadi alasan Dedi mengajak kaum muda agar tak ragu menjadi petani. Sebab, hingga saat ini masih sedikit kaum muda yang melirik sektor pertanian sebagai mata pencarian. "Pola pikir bertani itu dekil, kotor, dan penghasilan minim itu harus ditinggalkan. Petani modern zaman sekarang bisa bergelimang duit," ucapnya.
INDRA WIJAYA
Inspirasi Bertani Kaum Muda Saat Masa Pagebluk