JAKARTA - Ketidakpatuhan warga Jawa Timur menjadi faktor yang mempengaruhi penambahan jumlah kasus Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) di provinsi bagian timur Jawa itu masih tinggi. Pakar epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga Surabaya, Windhu Purnomo, mengatakan tingkat kesadaran masyarakat Jawa Timur untuk patuh pada protokol kesehatan sangat rendah. "Yang membuat angka penularan masih tinggi itu karena warga yang tidak patuh," kata Windhu kepada Tempo, kemarin.
Berdasarkan survei yang dilakukan Ikatan Alumni Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga di Surabaya Raya, hingga 6 Juni lalu, tingkat ketidakpatuhan masyarakat terbesar terjadi di pasar tradisional. Survei itu melibatkan 3.407 responden. Dari 92,6 persen responden yang aktif berinteraksi di pasar tradisional, sebanyak 84,1 persen tidak memakai masker dan 89,3 persen tidak menerapkan jaga jarak sosial. Angka ketidakpatuhan yang tinggi juga terjadi di supermarket dan minimarket. Dari 97,6 persen warga yang aktif ke supermarket dan minimarket, sebanyak 49 persen tidak memakai masker dan 61,7 persen tidak menjaga jarak.
Kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang diterapkan di Jawa Timur pun rupanya tak menurunkan niat warga untuk pergi ke tempat ibadah dan nongkrong. Buktinya, selama PSBB tahap kedua, sebanyak 81,7 persen responden tetap pergi ke masjid, gereja, dan pura. Sebanyak 72,5 persen warga juga aktif nongkrong di warung kopi dan kafe. "Perilaku masyarakat dalam mematuhi protokol kesehatan memburuk secara signifikan pada masa PSBB," kata Windhu.
Menurut dia, pemerintah daerah perlu menerapkan sanksi bagi masyarakat yang ketahuan tak mematuhi protokol kesehatan. Sanksi itu, kata dia, bukan berupa sanksi pidana, melainkan denda. "Kesadaran orang-orang itu harus dipaksa. Ini sama seperti peraturan lalu lintas. Aturan itu sudah ada bertahun-tahun lalu, tapi orang masih tetap melanggar lalu lintas kalau enggak ada polisi. Jadi, perlu ada sanksi denda," ujar dia.
Selain ketidakpatuhan, kepadatan penduduk di Jawa Timur, khususnya di Kota Surabaya, mempengaruhi tingginya penambahan jumlah kasus. Ia menyebutkan, makin padat penduduk di suatu daerah, potensi penularan virus akan semakin tinggi. "Kasus-kasus yang tinggi itu kan di daerah yang padat penduduknya. Jakarta dan Makassar contohnya," kata Windhu.
Jawa Timur menjadi provinsi dengan jumlah kasus Covid-19 tertinggi. Data kumulatif pasien positif hingga kemarin menunjukkan jumlah kasus yang terkonfirmasi di Jawa Timur sebanyak 10.901, mengalahkan DKI Jakarta dengan 10.796 kasus. Dalam dua pekan terakhir, jumlah rata-rata penambahan kasus di Jawa Timur mencapai 270 per hari. Rasio kematian akibat Covid-19 di Jawa Timur mencapai 7,3 persen, melampaui rasio kematian nasional yang sekitar 5,2 persen.
Tingginya penularan Covid-19 di Jawa Timur ini disoroti Presiden Joko Widodo yang berkunjung ke provinsi ini, Kamis lalu. Jokowi meminta Jawa Timur menekan angka kenaikan kasus positif dalam dua pekan. "Saya minta dalam waktu dua minggu ini pengendaliannya betul-betul kita lakukan,” kata Jokowi.
Kemarin, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian; Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md.; Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, serta sejumlah kepala daerah menggelar rapat tertutup di Hotel Shangri-La Surabaya, membahas penyebaran Covid-19. Tito meminta Pemerintah Daerah Surabaya mengkaji adanya kemungkinan pemberian sanksi bagi warga yang kedapatan melanggar protokol kesehatan. Selain itu, ia meminta pemerintah Jawa Timur meniru cara Pemerintah Daerah Bali mensosialisasi protokol kesehatan dalam menerapkan kebijakan normal baru. Ia menyebut sistem budaya dan sosial masyarakat di Bali lebih homogen sehingga cukup mudah membuat masyarakat di sana patuh dan taat kepada para tokoh adatnya.
Tito berharap Surabaya ataupun daerah lainnya bisa memanfaatkan kebijakan lokal untuk menggerakkan masyarakat agar lebih patuh dalam menerapkan protokol kesehatan. "Di Jawa Timur ini, misalnya, bagaimana ketaatan masyarakat kepada ustaz, kiai, dan tokoh adat perlu masuk ke situ," ujarnya.
Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa mengatakan sudah berupaya semaksimal mungkin menekan angka penularan Covid-19. Menurut dia, selama ini seluruh kebijakan yang dikeluarkan pemerintah Jawa Timur didasari data dan fakta di lapangan. “Masukan dari pakar epidemologi juga dijadikan pertimbangan dalam setiap mengambil kebijakan,” kata Khofifah.
Khofifah mengatakan penuntasan pandemi tidak bisa dilakukan pemerintah saja. Menurut dia, butuh sinergi bersama seluruh elemen masyarakat agar rantai penularan Covid-19 bisa diputus. “Dari pusat hingga level provinsi dan berlanjut ke kabupaten/kota hingga desa harus linier. Tidak bisa beda-beda dan sendiri-sendiri.”
NUR HADI | KUKUH SW | DEWI NURITA | MAYA AYU PUSPITASARI
Pelanggaran Sebabkan Penularan Covid di Jawa Timur Tinggi