JAKARTA - Angka kekerasan terhadap jurnalis di Indonesia masih tinggi dan dari tahun ke tahun menunjukkan peningkatan. Masih tingginya kekerasan terhadap jurnalis ini terungkap dalam laporan tahunan Lembaga Bantuan Hukum Pers di Jakarta, kemarin. Penerbitan laporan ini sekaligus menandai 20 tahun berlakunya Undang-Undang Pers.
Direktur Lembaga Bantuan Hukum Pers Ade Wahyudin mengatakan pada 2019 terjadi peningkatan kekerasan menjadi 79 kasus atau naik 10 persen, dari 71 kasus pada 2018. Jumlah ini menambah rentetan panjang kasus kekerasan terhadap jurnalis yang diperkirakan mencapai 882 kasus pada 2003-2019.
Ade mengatakan pelaku kekerasan didominasi oleh aparat kepolisian. "Biasanya, jurnalis jadi korban kekerasan oleh kepolisian ketika meliput tindakan represif aparat terhadap massa aksi (dalam demonstrasi)," kata Ade.
Menurut temuan LBH Pers, wartawan kerap menjadi korban kekerasan oleh polisi ketika meliput demonstrasi yang sedang berlangsung. Sepanjang 2019, di Jakarta saja, terdapat dua demonstrasi besar-besaran yang terjadi. Aksi itu di antaranya unjukrasa menolak hasil Pemilu 2019 di Badan Pengawas Pemilu dan aksi "Reformasi Dikorupsi" yang mengkritik rencana Dewan Perwakilan Rakyat mengesahkan sejumlah undang-undang bermasalah.
LBH Pers juga merinci, dari 79 kasus kekerasan pada 2019, 33 kasus kekerasan dilakukan oleh polisi, 17 kasus dilakukan warga atau massa, 7 kasus dilakukan oleh publik, dan 6 kasus dilakukan pengusaha. Sisanya, sebanyak 6 kasus belum teridentifikasi pelakunya. Pada 2018, kasus kekerasan juga didominasi oleh kepolisian. Sebanyak 30 persen dari 71 kasus kekerasan di tahun itu dilakukan oleh aparat kepolisian.
Selain itu, Ade menemukan beberapa jenis kekerasan baru yang dialami wartawan. Hal itu di antaranya kriminalisasi, ancaman teror, serangan cyber, dan perusakan atau penghapusan data. Dari data itu, terdapat 24 kasus perusakan alat liputan dan penghapusan data, 12 kasus penghalangan, serangan cyber terhadap 5 jurnalis, dan 19 kasus intimidasi terhadap wartawan.
Ade menyayangkan, dari banyaknya kasus kekerasan yang diderita wartawan, hanya sedikit yang masuk meja hijau. Data 2019 menunjukkan, hanya 10 persen dari 79 kasus yang diselesaikan melalui jalur hukum. "Di Jakarta, kami dampingi delapan kasus yang masuk proses hukum. Tapi hanya dua kasus yang masuk dalam laporan tindak pidana di kepolisian," ucap Ade.
Masalah ini muncul lantaran tidak adanya lembaga penegak hukum yang berwenang melakukan penyelidikan tindak pidana menggunakan Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999. Selama ini, penyidik kepolisian menangani perkara kekerasan terhadap wartawan hanya menggunakan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Wartawan Nibras Nada Nailufar adalah salah satu kasus wartawan yang mengalami tindak kekerasan oleh kepolisian. Nibras mendapat intimidasi dari seorang oknum polisi ketika mengabadikan peristiwa polisi melakukan kekerasan terhadap demonstran "Reformasi Dikorupsi" pada 24 September 2019 di Jakarta Convention Center, Senayan.
Sampai saat ini, kasus kekerasan yang dilaporkan ke kepolisian masih mandek. "Sampai saat ini saya belum menerima SPDP (surat pemberitahuan dimulainya penyidikan). Berarti kasusnya masih dalam penyelidikan," kata Nibras.
Dia juga menyatakan, pada 20 Desember tahun lalu, ia dipanggil oleh penyelidik Kepolisian Resor Metro Jakarta Pusat untuk diperiksa dan menyerahkan barang bukti. Namun selanjutnya tidak ada kabar. Selain Nibras, terdapat beberapa wartawan lain yang kasusnya mandek dan sedang ditangani oleh Divisi Profesi dan Pengamanan Polda Metro Jaya.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Pusat, Ajun Komisaris Besar Tahan Marpaung, menyatakan belum mengetahui adanya pelimpahan kasus kekerasan yang dialami Nibras ke kesatuannya. "Kami akan pastikan dulu," kata dia.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Kepolisian, Brigadir Jenderal Prabowo Argo Yuwono, belum merespons laporan LBH Pers yang menyebut anggota kepolisian lebih banyak terlibat sebagai pelaku kekerasan terhadap wartawan. Sebelumnya, Argo membantah ketika lembaganya disebut aktif melakukan kekerasan terhadap massa demonstran. "Polisi sudah sesuai aturan dalam menjalankan tugas. Semua SOP (prosedur operasi standar) sudah diatur dalam undang-undang." AVIT HIDAYAT
Angka Kekerasan terhadap Wartawan Tinggi