JAKARTA – Pemerintah DKI Jakarta meminta warga permukiman padat membebaskan badan jalan lingkungan dari parkiran kendaraan bermotor. Kebiasaan buruk ini, kata Wakil Wali Kota Jakarta Pusat, Irwandi, kerap menimbulkan permasalahan, dari kemacetan, kecelakaan, hingga kesulitan dalam pemadaman kebakaran.
“Kami sudah meminta pengurus RT atau RW agar warganya mencari dan menggunakan lokasi parkir sewaan atau kolektif,” kata Irwandi kepada Tempo, kemarin. Menurut dia, sebagian besar rumah di kawasan padat penduduk di Jakarta Pusat memang tak memiliki ruang penyimpanan kendaraan di lahan mereka. Para warga kemudian menggunakan ruang kosong, seperti bahu jalan, sebagai lahan parkir.
Pemerintah Kota dan Dinas Perhubungan pun sudah memberikan imbauan serta peringatan, tapi belum membuahkan hasil. “Sambil menunggu aturan yang lebih ketat, kami minta para pemilik mobil berkomunikasi dengan banyak pihak yang mungkin bisa menyewakan parkir,” ujar Irwandi.
Keluhan atas parkir di badan jalan lingkungan kembali mencuat setelah kebakaran di Jalan Pisangan Baru III, Matraman, Jakarta Timur, pekan lalu. Dalam musibah tersebut, petugas pemadam kebakaran baru bisa mencapai lokasi kejadian dalam waktu lebih dari 15 menit. Penyebabnya, iring-iringan branwir terhambat mobil-mobil yang diparkir di jalanan sempit. Akibatnya, kebakaran yang relatif kecil itu menghanguskan empat petak rumah kontrakan dan sepuluh korban jiwa.
“Lebar jalan hanya 3-4 meter. Setiap pertigaan atau perempatan ada mobil parkir, sehingga branwir harus maju-mundur, baru bisa belok,” kata Kepala Seksi Operasional Pengendalian Kebakaran dan Penyelamatan Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan DKI, Gatot Sulaeman.
Petugas melakukan olah TKP kebakaran kontrakan di permukiman padat penduduk di Jalan Pisangan Baru III, Matraman, Jakarta, 25 Maret 2021. TEMPO/Hilman Fathurrahman W.
Tidak mudah mengubah kebiasaan buruk yang telah berlangsung puluhan tahun tersebut. Pejabat pelaksana tugas Wali Kota Jakarta Selatan, Isnawa Adji, ingat betul saat bertugas di Tambora, Jakarta Barat, pada 2008-2013. Sebagai wakil camat dan camat, dia kerap turun langsung membuka jalan bagi petugas pemadam yang akan bertugas di permukiman padat penduduk. Pemberian imbauan dan larangan, dia melanjutkan, tak efektif karena warga tak memiliki alternatif lokasi parkiran.
Menurut Isnawa, parkir di permukiman hanya bisa dihentikan lewat penegakan aturan di hulu, yaitu saat pembelian kendaraan bermotor. Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 5 Tahun 2014 tentang Transportasi telah mengatur hal itu. Pada Pasal 140, ada kewajiban orang atau badan usaha memiliki garasi sebelum membeli kendaraan bermotor. “Di Jakarta Selatan, ada beberapa wilayah yang menjadi perhatian kami, seperti pemukiman padat penduduk di Bukit Duri, Manggarai, dan lainnya,” kata dia.
Pemerintah Kota Jakarta Selatan berulang kali meminta pengurus RW dan RT mengajak warganya yang memiliki kendaraan bermotor mencari lokasi parkir alternatif. Selain tanah kosong, Isnawa melanjutkan, masyarakat bisa berkomunikasi dengan sejumlah pengelola gedung swasta atau pemerintah tentang potensi penyewaan parkir.
Pejabat pelaksana tugas (Plt) Wali Kota Jakarta Selatan, Isnawa Adji. Dok.TEMPO/Dhemas Reviyanto
Sebelumnya, Kepala Dinas Perhubungan DKI Syafrin Liputo mengatakan Pemerintah Provinsi tengah menyelesaikan aturan turunan Perda 5/2014. Ketentuan tersebut akan dibuat selaras dengan sejumlah regulasi Badan Pendapatan Daerah DKI dan Kepolisian Daerah Metro Jaya, terutama soal penerapan kewajiban kepemilikan garasi sebelum penerbitan surat tanda nomor kendaraan (STNK). Namun, Syafrin melanjutkan, penyusunan aturan tersebut terhambat pandemi Covid-19. “Memang belum maksimal."
Pengamat transportasi Darmaningtyas menilai kewajiban kepemilikan parkiran justru lebih tepat untuk mewujudkan kebijakan pengendalian kualitas udara Ibu Kota. Menurut dia, aturan tersebut justru akan mengurangi jumlah kendaraan bermotor karena terbatasnya warga yang memiliki garasi. Hal ini lebih efektif dibanding rencana Pemerintah Provinsi membatasi umur kendaraan bermotor 10 tahun. “Jadi, aturan garasi ini lebih mendesak untuk diterapkan,” ujarnya.