JAKARTA – Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) mengkritik rapat pembahasan anggaran daerah yang digelar oleh pemerintah DKI Jakarta dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta. Sebab, rapat itu diadakan di luar kota sehingga warga Ibu Kota sulit mengawasinya. "Kalau pembahasannya masih sembunyi-sembunyi, saya yakin kualitas dan akuntabilitas APBD menjadi rendah," kata Sekretaris Jenderal Fitra, Misbah Hasan, kemarin.
Rapat yang diikuti anggota eksekutif dan legislatif Jakarta itu secara khusus membahas tentang Kebijakan Umum Perubahan Anggaran-Plafon Prioritas Anggaran Sementara (KUPA-PPAS) 2020. Rapat digelar selama dua hari di Grand Cempaka Resort and Convention, Cipayung, Bogor. Padahal, biasanya rapat pembahasan anggaran daerah digelar di gedung DPRD DKI Jakarta.
Tanpa pengawasan publik, Misbah khawatir terjadi kesepakatan titipan. “Yang dikhawatirkan ada kesepakatan gelap atau anggaran siluman yang ingin disisipkan di komponen kegiatan atau program,” tuturnya.
Menurut Misbah, kecurigaan itu cukup beralasan. Sebab, berdasarkan pengalaman tahun sebelumnya, penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sempat karut-marut dengan ditemukannya sejumlah anggaran belanja bermasalah. Misalnya, anggaran pembelian lem Aica Aibon untuk siswa senilai Rp 82,8 miliar dan pengadaan pulpen untuk sekolah-sekolah di Ibu Kota sebesar Rp 123,8 miliar.
Pembahasan anggaran, kata Misbah, sebaiknya disiarkan secara langsung atau live streaming. Dengan demikian, masyarakat dapat mengikuti dan mengawasi jalannya rapat.
Pelaksana tugas Sekretaris DPRD DKI Jakarta, Hadameon Aritonang, menjelaskan bahwa rapat pembahasan KUPA-PPAS 2020 di Puncak diusulkan oleh politikus Kebon Sirih. Usul itu disampaikan dalam rapat Badan Musyawarah pada pekan lalu. Tujuannya, menghindari penularan Covid-19. "Kalau di sini (Puncak), kan tempatnya terbuka,” katanya. “Kalau di (gedung) DPRD, tidak ada ventilasi dan gedungnya tertutup."
Anggota Badan Anggaran DPRD DKI Jakarta, Pantas Nainggolan, memberikan penjelasan serupa. Selama rapat berjalan, seluruh peserta menerapkan protokol kesehatan dengan ketat. Sedangkan tentang kekhawatiran mata anggaran titipan, ia mengklaim, semua pembahasan tetap transparan meski digelar di luar kota. “Tidak ada yang disembunyikan,” kata politikus PDI Perjuangan itu.
Misbah menilai alasan itu terlalu mengada-ada. Apalagi saat ini wilayah Kabupaten Bogor tidak sepenuhnya terbebas dari penularan Covid-19. Ia justru menduga, rapat di luar kota itu untuk meningkatkan serapan anggaran daerah karena akan dihitung menjadi biaya perjalanan dinas, penginapan, serta akomodasi.
Direktur Utama PT Jakarta Tourisindo Novita Dewi mengklaim rapat pembahasan anggaran di Puncak dilakukan dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Bahkan, semua karyawan hotel yang bertugas telah mengikuti rapid test sebelum rapat itu digelar. “Semua karyawan yang bertugas sudah melalui pemeriksaan dan berada dalam kondisi sehat,” tuturnya.
GANGSAR PARIKESIT | IMAM HAMDI
DKI Gelar Pembahasan Anggaran di Puncak