JAKARTA – Peneliti dari Amnesty International Indonesia, Ari Pramuditya, mengatakan temuan tim gabungan pencari fakta (TGPF) kasus rentetan pembunuhan di Kabupaten Intan Jaya, Papua, justru menimbulkan ambigu. Kesimpulan ambigu itu terlihat dari temuan TGPF yang menyebutkan dua kemungkinan pelaku pembunuhan Pendeta Yeremia Zanambani, yaitu aparat atau pihak ketiga.
Ari mengatakan kesimpulan TGPF itu berbeda dengan dugaan pelaku pembunuhan terhadap dua prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan seorang warga Intan Jaya, yang waktunya berdekatan dengan kematian Yeremia. Tim gabungan justru secara terang-benderang menyebut pelaku pembunuhan ketiganya adalah kelompok kriminal bersenjata (KKB).
"TGPF harusnya bisa memberi titik terang. Kenapa dia bilang yang (dibunuh) KKB itu jelas dan (pembunuhan Yeremia) ini enggak jelas?" kata Ari, kemarin.
Ia mengatakan lembaganya juga menginvestigasi rentetan pembunuhan ini. Pihaknya menghubungi sejumlah pihak, termasuk tetangga Yeremia. "Keluarga bilangnya mengenali pelaku, dan dari citra satelit terlihat ada pos keamanan di seberang jalan dari rumah pendeta Yeremia yang ditempati sudah 9 bulan," ujar Ari.
Yeremia tewas tertembak di Distrik Hitadipa pada 19 September lalu. Dalam dua hari sebelum pembunuhan Yeremia, terjadi tiga insiden pembunuhan terpisah di Intan Jaya. Dua korban adalah prajurit TNI, yaitu Sersan Kepala Sahlan dan Prajurit Satu Dwi Akbar Utomo. Satu lagi seorang warga Intan Jaya bernama Badawi. Karena rentetan pembunuhan ini, Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan membentuk TGPF.
Kemarin, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md. mengumumkan temuan TGPF tersebut. Ia menyebut dua kemungkinan pelaku pembunuhan itu, yaitu aparat atau pihak ketiga.
"Mengenai terbunuhnya {endeta Yeremia, informasi dan fakta-fakta yang didapatkan tim di lapangan menunjukkan dugaan keterlibatan oknum aparat, meskipun ada kemungkinan dilakukan pihak ketiga," katanya.
Mahfud juga menyebutkan dugaan pelaku pembunuhan terhadap dua prajurit TNI dan Badawi adalah KKB. Ia mengatakan temuan tim ini akan diselesaikan lewat proses hukum pidana maupun administrasi negara. Upaya lainnya, kata Mahfud, pemerintah memberi rekomendasi untuk melengkapi daerah yang masih kosong dari aparat pertahanan keamanan organik.
Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia Asfinawati mengkritik rencana pemerintah untuk menambah jumlah tentara di Papua. Ia mengatakan solusi itu kontraproduktif karena dugaan pelaku pembunuhan Yeremia adalah aparat. "Harusnya justru dievaluasi kebutuhannya apa. Apakah enggak berlebihan (menambah tentara)?” kata dia.
Selain TGPF, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menginvestigasi rentetan pembunuhan di Intan Jaya tersebut. Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam, mengatakan investigasi lembaganya berusaha mendetailkan rentetan peristiwa itu. "Tidak hanya menjawab soal siapa pelakunya seperti yang dikasih sinyal oleh Prof Mahfud, kami juga mendetailkan bagaimana insiden itu bisa terjadi," ucapnya.
Ia menjelaskan, lembaganya akan berusaha membuat kasus tersebut menjadi terang. Saat ini Komnas HAM tengah menguji fakta yang ditemukan di lapangan dengan sejumlah ahli. "Ini membutuhkan waktu," ujarnya.
Anam mengatakan kasus kematian Yeremia tidak berdiri sendiri, melainkan ada 18 rentetan peristiwa sebelumnya yang melengkapi kasus tersebut.
FRISKI RIANA | DIKO OKTARA