– Ini merupakan hikmah di balik wabah. Dikepung berbagai pembatasan di tengah pandemi virus corona, jumlah pesepeda meningkat di Jakarta. Kota-kota besar lainnya, seperti Surabaya dan Makassar, mengalami fenomena serupa.
Kepala Dinas Perhubungan DKI Syafrin Liputo mengatakan pengguna kereta angin mulai meningkat seiring dengan penerapan kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) transisi, sejak awal bulan ini. “Hasil survei menunjukkan pengguna sepeda meningkat,” ujar dia di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, dua hari lalu.
Klaim tersebut didasari penelitian Institute for Transportation and Development Policy (ITDP), yang menghitung jumlah pesepeda di tiga titik--halte Dukuh Atas 1, Gelora Bung Karno, dan Sarinah--di Jakarta Pusat pada Jumat dan Sabtu pekan lalu.
ITDP mendapati, sekitar pukul 06.30-08.00 pada 11 Juni lalu, terdapat 586 pesepeda yang melintasi Halte Dukuh Atas 1. Mereka lalu membandingkan dengan pengamatan sebelumnya, pada 23 Oktober 2019, di jam yang sama, bahwa jumlah pengayuh pit yang melalui halte itu hanya 268 orang.
Peningkatan serupa terjadi di halte Sarinah. Pada 6 November 2019 sejak pukul 07.00-08.00, jumlah pesepeda yang melintasi halte itu hanya 53 orang. Tapi, pada 10 Juni lalu, dari jam yang sama, ada 161 pengayuh kereta angin di titik tersebut.
Pemerintah DKI Jakarta memanfaatkan momen tersebut untuk mengubah kebiasaan warga dalam berkendara. “Mari lihat sepeda bukan sekadar sebagai alat olahraga, tapi juga alat transportasi,” kata Gubernur Anies Baswedan.
Untuk memudahkan penggowes, Dinas Perhubungan DKI membangun pemisah jalur sementara di Jalan Sudirman-M.H. Thamrin ke tepi jalan protokol itu. Jadi, penggowes, yang selama ini hanya diperkenankan melintas di trotoar, bisa berkendara di aspal. Pelebaran jalur itu dikenal dengan istilah pop-up bike lane. “Harapannya, tidak bercampur antara pesepeda dan pejalan kaki, sehingga kami bisa menekan penyebaran Covid-19,” kata dia.
Menurut Transport Associate ITDP, Rian Wicaksana, sepeda bisa menjadi angkutan alternatif pada masa pandemi dan pasca-pandemi. Sebab, kereta angin merupakan moda transportasi individu yang dapat melindungi penggunanya dari kontak dengan orang lain. Apalagi, di tengah wabah virus corona, angkutan umum dinilai sebagai tempat dengan risiko penularan tinggi.
Akibatnya, Rian melanjutkan, potensi masyarakat menggunakan kendaraan pribadi akan meningkat di tengah berbagai limitasi ini. Tapi, jika warga dibiarkan mengandalkan kendaraan bermotor pribadi, hal itu akan menimbulkan dampak berupa peningkatan kembali polusi dan kemacetan. “Kendaraan bermotor yang tidak sustainable itu dapat digantikan oleh sepeda yang merupakan transportasi individu yang sustainable,” ujar dia.
Koordinator Bike to Work Makassar, Adi Wahyudin, mengatakan peningkatan pesepeda juga terjadi di Kota Anging Mamiri. Berdasarkan pengamatan pria berusia 46 tahun itu, toko-toko sepeda di kota pantai tersebut mulai terlihat ramai selama pagebluk Covid-19.
Sebagai orang yang banyak menghabiskan waktu di aspal, Adi melanjutkan, dia kerap bertemu dengan wajah-wajah penggowes baru. Menurut dia, peningkatan jumlah pengayuh pit di Makassar lebih pada sarana untuk berolahraga. “Ada komunitas sepeda baru bermunculan, dari yang berdasarkan merek, jenis sepeda, hingga perkantoran,” kata pria yang kerap mengayuh sepeda dari rumah ke kantor sejauh 9 kilometer itu.
Peningkatan jumlah pesepeda juga terjadi di Surabaya. Koordinator Bike to Work Surabaya, Tia, melihat adanya lonjakan pesepeda, khususnya di kalangan anak muda, di Kota Pahlawan itu sejak pandemi Covid-19. Hal itu terlihat dari banyaknya muka baru pengayuh pit di sejumlah tempat publik, seperti di Taman Bungkul.
Menurut Tia, banyak orang bersepeda karena ingin berekreasi dan berolahraga. “Untuk yang menjadikan sepeda sebagai alat transportasi, belum banyak,” kata perempuan yang kerap mengayuh sepedanya dari rumah ke kantor sejauh 12 kilometer itu.
GANGSAR PARIKESIT
Covid Bikin Warga Doyan Gowes