maaf email atau password anda salah


Lima Jalan Pengelolaan Hutan

Penebangan hutan tak selalu berarti kerusakan lingkungan. Penelitian mendapati tebang pilih bisa ikut melestarikan lingkungan.

arsip tempo : 171475960475.

Hutan di Teluk Bintuni, Papua Barat. TEMPO/ Nita Dian. tempo : 171475960475.

Penebangan biasanya merusak hutan tropis. Namun bagaimana jika penebangan direncanakan dengan cermat dan dilakukan oleh pekerja terlatih?

Meskipun kampanye publik untuk mengakhiri penebangan mendominasi media populer dan jurnal sains terkenal, transisi dari praktik “penambangan kayu” ke “kehutanan yang tertata” (managed forestry) dan berbasis bukti sedang berlangsung. Mengingat praktik penebangan yang buruk kemungkinan terus berlanjut di sekitar 500 juta hektare hutan tropis, upaya untuk mendorong kehutanan yang bertanggung jawab patut mendapat perhatian lebih.

Dalam laporan terbaru, kami merekomendasikan lima cara memperbaiki pengelolaan hutan tropis. Pekerjaan ini didanai oleh Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID) dan Program Internasional Dinas Kehutanan AS.

Untungnya, praktik-praktik tersebut sejalan dengan pengelolaan hasil hutan non-kayu, seperti buah-buahan, serat, damar dan tanaman obat, serta pelestarian keberagaman hayati. Praktik ini juga akan mengurangi emisi karbon dan meningkatkan penyerapan karbon dengan lebih irit biaya.

Warga melihat bekas penebangan hutan di Biak, Papua. TEMPO/Tony Hartawan

Lima Cara Memperbaiki Nasib Hutan

Penelitian menunjukkan hutan yang dikelola dengan baik dan ditebang secara selektif bisa menjaga sebagian besar kekayaan serta keberagaman hayati di dalamnya, terutama jika perburuan turut dikendalikan. Apabila praktik penebangan berdampak rendah diterapkan, hutan masih mampu menjaga stok karbonnya tetap tinggi.

Penebangan 5-10 persen pohon memang mengurangi jumlah total karbon tersimpan di hutan untuk sementara. Namun cadangan karbon ini dapat pulih dengan cepat jika kita dapat meredam kerusakan pohon muda dan tanah.

Berikut ini lima cara memuluskan transisi dari “penambangan kayu” dan penebangan habis ke pengelolaan hutan dengan pemanenan selektif.

1. Memperbaiki praktik penebangan kayu. Praktik penebangan terencana—dilakukan oleh pekerja terlatih dengan upah berdasarkan praktik penebangan berdampak rendah—meredam erosi tanah, mengurangi angka cedera pekerja, dan melepaskan emisi karbon 50 persen lebih rendah dibanding pembalakan konvensional.

2. Mengurangi limbah kayu. Pekerja dapat dilatih memaksimalkan perolehan kayu dari pemanenan dan pemrosesan. Misalnya, jika pohon ditebang dengan benar, tunggulnya (sisa pohon yang masih menancap di tanah) bakal lebih rendah dan batang kayu yang patah akan berkurang.

3. Memberikan waktu untuk pemulihan. Usaha mempertahankan hasil kayu sering kali mengharuskan hutan dibiarkan lebih lama di antara masa panen (mengurangi frekuensi pemanenan) dan atau membatasi jumlah kayu yang dapat dipanen per satuan luas. Intensitas pemanenan (jumlah pohon atau volume kayu yang ditebang per satuan luas) dapat dikurangi dengan menambah jarak antarpohon yang dapat ditebang atau dengan menambah ukuran minimum pohon yang dapat ditebang.

Ilustrasi penebang pohon di hutan. PEXELS

Meski mengurangi keuntungan jangka pendek, pembatasan akan memastikan stok kayu yang bisa dipanen pada masa depan. Untungnya, perubahan-perubahan ini juga mengurangi emisi karbon dari hutan. Pengurangan emisi ini dapat menarik minat investor pasar karbon yang ingin menebus emisi mereka.

4. Melindungi pohon-pohon muda. Jika kita melindungi dan mendorong pertumbuhan pohon-pohon kecil, pohon-pohon tersebut akan tumbuh hingga mencapai ukuran yang sesuai untuk panen berikutnya. Hal ini sangat penting, khususnya di hutan yang telah terganggu oleh penebangan sebelumnya. Pembersihan pohon dari tanaman merambat berkayu (tumbuhan liana) adalah cara yang relatif murah untuk meningkatkan hasil kayu pada masa depan sekaligus mempercepat laju penyerapan CO2 dari atmosfer.

5. Menanam lebih banyak pohon. Di area yang tidak memiliki regenerasi spesies pohon komersial secara alami, penanaman pengayaan (enrichment planting) dapat membantu. Jika pohon-pohon yang ditanam ini dirawat secara teratur selama beberapa tahun, tingkat pertumbuhan dan penyerapan karbon akan meningkat.

Manfaat Karbon Berganda

Manfaat karbon dari kelima mekanisme yang kami jelaskan di atas hanya bersifat tambahan. Artinya, hal tersebut tidak akan terjadi jika tak ada intervensi.

Pasar karbon harus mendukung usaha transisi dari penambangan kayu yang eksploitatif ketika pengelolaan hutan yang bertanggung jawab menjadi aspek penggunaan lahan yang sah.

Praktik kehutanan yang tertata juga menciptakan lapangan kerja bagi para profesional dan mendukung tenaga kerja yang stabil. Sebaliknya, proyek karbon yang hanya menghentikan pembalakan hutan justru berisiko memindahkan para penebang ke tempat lain.

Hutan hujan tropis di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Dok. TEMPO/Agung Pambudhy

Dari Eksploitasi dan Degradasi ke Penataan Hutan

Transisi yang lama dinanti dari eksploitasi hutan tropis menjadi pengelolaan hutan yang bertanggung jawab memerlukan dukungan dari pemerintah, sektor swasta, dan seluruh masyarakat.

Pemerintah perlu menegakkan hukum. Kegagalan penerapan praktik ini berisiko melemahkan perekonomian pendapatan pajak negara. Sementara itu, melimpahnya kayu ilegal dapat menjungkirkan harga kayu ke titik terendah.

Industri kehutanan perlu menyadari manfaat investasi di seluruh aspek kehutanan, termasuk pemeliharaan tegakan kayu produktif.

Masyarakat juga perlu mendukung sektor kehutanan dengan memastikan tersedianya tenaga kehutanan muda yang terlatih. Sayangnya, kesalahpahaman umum soal pengelolaan hutan sama dengan degradasi hutan mengurangi daya tarik profesi ini di kalangan generasi muda pemerhati lingkungan.

Penutupan begitu banyak program sarjana kehutanan di luar Brasil, ditambah meningkatnya fokus pada perkebunan dibanding hutan alam membuat kita sulit menemukan orang-orang yang terlatih dan tertarik memuluskan transisi menuju pengelolaan hutan yang bertanggung jawab.

Padahal transisi ini tidak sia-sia karena pengelolaan hutan yang bertanggung jawab menjanjikan manfaat finansial, lingkungan, dan sosial.

---

Artikel ini ditulis oleh Francis E. Putz dan Claudia Romero, pakar kehutanan dari University of the Sunshine Coast, Australia. Terbit pertama kali di The Conversation.

Konten Eksklusif Lainnya

  • 3 Mei 2024

  • 2 Mei 2024

  • 1 Mei 2024

  • 30 April 2024


Jurnalisme berkualitas memerlukan dukungan khalayak ramai. Dengan berlangganan Tempo, Anda berkontribusi pada upaya produksi informasi yang akurat, mendalam dan tepercaya. Sejak awal, Tempo berkomitmen pada jurnalisme yang independen dan mengabdi pada kepentingan orang banyak. Demi publik, untuk Republik.

Login Langganan