maaf email atau password anda salah


Mengenali Zat Pencemar Udara

Polusi udara Jakarta ikut menyebabkan 10 ribu kematian setiap tahun. Disebabkan partikulat, karbon monoksida, dan lain-lain.

arsip tempo : 171484185692.

Warga beraktivitas dengan menggunakan masker di Jakarta, 22 Agustus 2023. TEMPO/Subekti. tempo : 171484185692.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa hampir seluruh populasi dunia (99 persen) terpapar udara yang mengandung zat berbahaya melebihi batas minimal yang masih dapat ditoleransi sesuai dengan ketentuan WHO. Hal ini menjadi faktor risiko kematian utama di kota-kota besar.

Polusi udara berkontribusi terhadap 1,6 juta kematian atau 17 persen dari seluruh kematian di Cina. Di Kota Bangkok, Thailand, ditemukan peningkatan pasien yang dirawat di rumah sakit akibat penyakit pernapasan dan kardiovaskular akibat polusi udara.

Sementara itu, di India, ada sekitar 23 persen pasien asma bermukim di daerah dengan kadar polusi udara yang tinggi.

Sedangkan di Jakarta, polusi udara dapat berkontribusi terhadap 50 ribu kasus rawat inap karena penyakit pernapasan dan kardiovaskular, 7.000 masalah kesehatan serius terhadap anak-anak, dan berkontribusi terhadap 10 ribu kematian setiap tahun. Dalam beberapa pekan terakhir, kualitas udara di Jakarta begitu buruk.

Pencemar di udara tidak hanya terlihat sebagai kabut yang mempengaruhi jarak pandang, melainkan terdapat zat kimia berbahaya tak kasatmata yang lebih mengkhawatirkan dan bisa merusak kesehatan.

Baca: Alternatif Solusi Polusi Udara Jakarta ala Beijing

Warga beraktivitas di Jakarta, 22 Agustus 2023. TEMPO/Subekti

Berikut ini adalah lima pencemar udara utama (criteria air pollutant) yang berpengaruh terhadap kesehatan.

1. Partikulat

Ukuran partikulat beragam, dari ukuran paling kasar hingga paling halus, yaitu PM10 (≤ 10 mikron), PM2,5 (≤ 2,5 mikron), dan ultrafine particulate (≤ 0,1 mikron).

Sebagai perbandingan, diameter partikel PM10 adalah 1/7 diameter rata-rata rambut manusia atau kurang. Saat terhirup, partikulat yang kasar akan tetap berada di saluran pernapasan bagian atas. Namun semakin halus ukurannya, partikulat akan bertahan dalam permukaan alveoli (kantong halus di paru-paru tempat pertukaran oksigen dan karbon dioksida) serta menyebabkan kerusakan fungsi paru.

Partikulat dapat membawa alergen ke dalam paru-paru dan menyebabkan respons berlebihan saluran napas. Selain itu, partikulat yang sangat halus dapat memasuki saluran peredaran darah dan meningkatkan berbagai risiko kesehatan, terutama penyakit kardiovaskular.

Partikulat berasal terutama dari kendaraan bermotor, pembangkit listrik, fasilitas industri, pembakaran sisa panen, dan kebakaran hutan.

2. Karbon Monoksida (CO)

CO adalah gas beracun dan mematikan yang tidak berbau serta tak berasa. Gas ini berasal dari pembakaran tidak sempurna bahan bakar fosil.

CO yang terhirup langsung masuk ke peredaran darah dan mengikat oksigen lebih kuat daripada hemoglobin. Hal ini mengakibatkan pasokan oksigen dalam tubuh berkurang sehingga menyebabkan penurunan fungsi vital.

Dalam waktu singkat, paparan CO dalam kadar tertentu dapat menyebabkan sakit kepala hingga kematian mendadak.

3. Ozon (O3)

Ozon yang termasuk pencemar udara utama adalah ozon trofosferik. Ini adalah ozon yang berada di ketinggian 8-15 kilometer di atas permukaan tanah.

Ozon merupakan polutan sekunder yang terbentuk karena adanya reaksi oksida nitrogen (NOx) dan senyawa organik yang mudah menguap/volatil (VOC) dengan sinar matahari. Sebagai polutan yang “tidak terlihat”, ozon telah terbukti memiliki bahaya kesehatan yang signifikan.

Ozon merupakan oksidan yang kuat karena merusak sel dan cairan pelapis pada saluran napas serta menyebabkan otot-otot di saluran udara menyempit sehingga memerangkap udara di alveoli.

Efek buruk yang dirasakan adalah kesulitan bernapas hingga pemburukan fungsi paru-paru.

4. Nitrogen Dioksida (NO2)

NO2 mayoritas terbentuk dari kegiatan pembakaran dan terlihat seperti kabut berwarna cokelat kemerahan.

NO2 dapat menyebabkan kerusakan jaringan dan peradangan pada saluran pernapasan. Hal ini menyebabkan penurunan kekebalan yang mengakibatkan organ pernapasan rentan mengalami infeksi.

5. Sulfur Dioksida (SO2)

SO2 terbentuk dari pembakaran bahan bakar fosil yang mengandung sulfur. Sulfur berasal dari pembakaran bahan bakar fosil (batu bara dan minyak bumi) serta peleburan bijih mineral (aluminium, tembaga, seng, timbal, dan besi) yang mengandung belerang. Gas ini berbau, tapi tidak berwarna.

Gas ini dapat bereaksi dengan senyawa lain di atmosfer membentuk partikel halus yang mengurangi jarak pandang (kabut). SO2 dapat menyebabkan iritasi saluran pernapasan (selaput lendir pada hidung, tenggorokan, dan saluran pernapasan).

Risiko yang lebih besar terjadi jika SO2 berubah menjadi polutan sekunder yang lebih berbahaya karena dapat menghancurkan jaringan pada organ tubuh vital serta bersifat karsinogenik (penyebab kanker). Angka kematian akibat SO2 meningkat sebesar 1,4 persen, terutama pada suhu 22,8-29,4 derajat Celsius.

Selain pencemar udara kriteria, kita mengenal pencemar udara berbahaya (hazardous air pollutant), seperti volatile organic compounds (VOC), logam berat, dan dioksin. Zat ini dapat memberikan efek karsinogenik dan kelainan fungsi organ. Sumber pencemar udara berbahaya berasal terutama dari pembakaran limbah beracun dan berbahaya (termasuk plastik serta limbah medis), asap rokok, penggunaan bahan-bahan mengandung logam, dan kebakaran tempat pembuangan sampah.

Cepatnya perkembangan teknologi dan industri yang berpotensi menghasilkan banyaknya zat berbahaya baru perlu disertai dengan kajian risiko kesehatan yang komprehensif.

Kepadatan kendaraan di Pancoran, Jakarta, 30 Agustus 2023. TEMPO/Subekti

Mengapa Kualitas Udara Semakin Buruk di Tengah Isu Pemanasan Global?

Isu perubahan iklim dan pemanasan global berdampak pada skala lokal dan regional. Masalah itu berhubungan dengan kualitas udara di suatu wilayah.

Perubahan cuaca ekstrem, seperti kemarau panjang, akan meningkatkan kejadian kebakaran hutan dan pembakaran biomassa (material dari tumbuhan). Berkurangnya curah hujan, meningkatnya kekeruhan tanah, dan peningkatan kecepatan angin permukaan akan menyebabkan peningkatan aktivitas partikulat di udara.

Baca: Apa Penyebab Polusi Udara Jakarta

Peningkatan suhu diprediksi meningkatkan konsentrasi ozon di Amerika Utara, Eropa, dan Asia, terutama di wilayah yang berpolusi.

Selain itu, suhu udara yang panas akan menyebabkan musim semi yang lebih lama. Hal ini berhubungan dengan lebih banyak penyakit terkait dengan alergi, seperti asma, karena banyaknya serbuk sari di udara.

Perlunya Pengelolaan Kualitas Udara yang Komprehensif

Pada dasarnya, pencemaran di lingkungan terdiri atas sumber, media, dan reseptor. Untuk sumber pencemar, perlu adanya inventarisasi emisi untuk mengetahui sumber-sumber pencemaran udara beserta konsentrasinya.

Di udara ambien sebagai media perantara, titik pengawasan pencemaran udara yang lebih representatif dan pemantauan berkelanjutan diperlukan untuk melihat kualitas udara yang diterima masyarakat.

Untuk reseptor, yaitu manusia, studi toksikologi dan epidemiologi diperlukan untuk mengetahui risiko serta dampak kesehatan yang muncul dari zat-zat pencemar di udara.

Karena itu, lima pencemar berbahaya di udara tersebut harus diwaspadai keberadaannya karena dapat secara signifikan memberikan kerugian bagi kesehatan, terutama pada penyakit pernapasan dan kardiovaskular terhadap kelompok rentan yang berada di area-area yang menjadi sumber polusi udara.

---

Artikel ini ditulis oleh Putri Nilam Sari, lektor ilmu kesehatan lingkungan di Universitas Andalas, Padang. Terbit pertama kali di The Conversation.

Konten Eksklusif Lainnya

  • 4 Mei 2024

  • 3 Mei 2024

  • 2 Mei 2024

  • 1 Mei 2024


Jurnalisme berkualitas memerlukan dukungan khalayak ramai. Dengan berlangganan Tempo, Anda berkontribusi pada upaya produksi informasi yang akurat, mendalam dan tepercaya. Sejak awal, Tempo berkomitmen pada jurnalisme yang independen dan mengabdi pada kepentingan orang banyak. Demi publik, untuk Republik.

Login Langganan