Alternatif Solusi Polusi Udara Jakarta ala Beijing
Beijing diakui sebagai kota yang paling sukses mengatasi pencemaran udara. Jakarta bisa mengikuti langkah-langkah mereka.
Sejak Juli lalu, indeks kualitas udara harian Jakarta berdasarkan situs pemantau IQAir nyaris selalu bertengger di predikat tidak sehat.
Paparan PM2.5—partikel debu yang berkorelasi dengan berbagai masalah pernapasan dan kematian dini—di Jakarta mencapai 16,7 kali lipat dari standar aman yang ditentukan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Presiden Joko Widodo juga disebut-sebut mengalami batuk berkepanjangan diduga akibat kualitas udara yang buruk.
Presiden sebenarnya telah memerintahkan kabinetnya menangani polusi udara dengan beberapa langkah, seperti kebijakan work from home atau WFH (bekerja dari rumah) serta rekayasa cuaca. Namun efektivitas langkah-langkah tersebut masih diragukan sejumlah kalangan.
Baca: Polusi Udara dan Aktivitas Ekonomi Jakarta
Pemerintah Indonesia semestinya dapat belajar dari penanganan polusi udara oleh pemerintah Beijing di Cina, yang jorjoran mengendalikan polusi udara di kawasan tersebut. Hasilnya, selama 2013-2017, studi menyatakan bahwa Beijing, melalui kebijakan Rencana Aksi Udara Bersih (Clean Air Action Plan), mampu mengurangi 39 persen emisi dalam waktu lima tahun.
Kondisi langit Jakarta pada hari ketiga pelaksanaan Work From Home (WFH) bagi 50 persen aparatur sipil negara di lingkungan Pemprov DKI Jakarta, 23 Agustus 2023. TEMPO/Tony Hartawan
Lantas, apa saja aksi penanganan polusi udara di Beijing yang dapat ditiru oleh Indonesia?
1. Penutupan PLTU
Dalam mengatasi polusi udara, pemerintah Beijing menyasar sektor energi atau pembangkit listrik sebagai sektor yang menghasilkan gas buang karbon dioksida (CO2), sulfur dioksida (SOx), nitrogen oksida (NOx), dan partikel-partikel debu, seperti PM10 ataupun PM2.5.
Selama lima tahun, pemerintah Beijing menutup empat pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) serta mengganti 24 ribu ketel uap berbahan bakar batu bara dengan energi yang lebih bersih. Otoritas juga melarang penggunaan batu bara sebagai pemanas dan untuk memasak bagi 874 ribu rumah tangga.
Pemerintah pusat bersama Jabodetabek dapat meniru langkah tersebut. Pasalnya, setidaknya terdapat 16 PLTU dalam radius 100 kilometer dari wilayah Jakarta. Belasan pembangkit tersebut diduga menjadi salah satu biang masalah pencemaran udara di Jabodetabek.
2. Penghapusan dan Pembatasan Kendaraan
Aksi udara bersih Beijing turut menyasar sektor transportasi. Caranya adalah menghilangkan 2,1 juta kendaraan berpolusi tinggi di jalan dan menggantinya dengan kendaraan berbasis listrik (electric vehicle/EV). Beijing juga mewajibkan pemasangan alat penyaring gas buang bagi 7.600 kendaraan berat.
Langkah lainnya adalah pembatasan kendaraan pribadi baru di angka 150 ribu unit pada 2017. Pembatasan kian ketat pada tahun-tahun berikutnya hingga mencapai 30 ribu—khusus kendaraan berbahan bakar minyak—pada 2022.
Sementara itu, penanganan emisi kendaraan di Ibu Kota masih berkutat pada pembatasan mobilitas. Misalnya, rencana pemerintah Jakarta menerapkan aturan jalan berbayar yang terus molor sejak sepuluh tahun silam. Ada juga wacana pelaksanaan aturan 4 in 1 atau kewajiban mobil yang melintas diisi minimal empat penumpang.
Di wilayah DKI Jakarta, ada lebih dari 26 juta kendaraan bermotor pada 2022. Angka ini meningkat 4,39 persen dibanding pada tahun sebelumnya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik pada 2022, jumlah sepeda motor sebanyak 17,3 juta dan mendominasi dibanding jenis kendaraan lainnya.
Pemerintah sebenarnya menggenjot penjualan kendaraan listrik melalui program subsidi. Namun program ini masih berjalan lambat dan jauh dari target.
Penumpang bus menggunakan masker di kawasan Sudirman, Jakarta, 23 Agustus 2023. TEMPO/Tony Hartawan
3. Pemangkasan Emisi Sektor Industri
Data pemerintah Jakarta pada 2020 menyebutkan industri manufaktur (pengolahan barang) melepaskan emisi SOx sebesar 2.637 ton per tahun—setara dengan 61,9 persen dari total emisi SOx. Emisi di sektor ini kebanyakan berasal dari sisa pembakaran minyak dan gas bumi ataupun batu bara. Keberadaan sektor manufaktur tumbuh pesat di wilayah DKI Jakarta ataupun di wilayah tetangga, seperti Jawa Barat dan Banten.
Pemerintah harus memperketat emisi dari sektor industri. Saat ini, sektor industri manufaktur tidak memiliki standar minimum performa energi sehingga mereka bisa beroperasi dengan beraneka bahan bakar dan mesin tanpa pengawasan yang memadai. Pemerintah juga tidak memiliki aturan batasan emisi yang dapat memaksa pelaku industri mengubah cara operasinya menjadi lebih ramah lingkungan.
Soal ini, Beijing jauh lebih unggul. Guna menangani polusi udara, otoritas setempat mengakhiri 2.000 industri berskala besar yang mencemari udara. Pemerintah turut mengalihkan proses operasi 10,6 ribu unit usaha untuk menjadi lebih bersih.
Langkah lainnya, pemerintah Cina mengurangi produksi semen 6,5 juta ton dalam lima tahun. Otoritas juga memangkas emisi dari pemakaian bahan kimia organik, terutama dari sektor farmasi, pestisida, dan peralatan industri.
Beijing juga tak main-main dalam memberi sanksi pencemaran udara. Pemerintah setidaknya sudah mengenakan denda hingga US$ 28 juta atau sekitar Rp 429 miliar pada 2015 bagi industri pelanggar batas atas pencemaran udara.
Langkah ke Depan
Pemerintah pusat ataupun Jabodetabek harus lebih serius mengatasi polusi udara yang dapat mengakibatkan banyak masalah kesehatan fisik, bahkan mental. Setiap langkah penanganan pencemaran haruslah efektif, yang menyasar hulu (dari sumber-sumber pencemar) hingga ke hilir (masalah akibat pencemaran).
Kesadaran masyarakat terhadap risiko pencemaran udara juga harus ditingkatkan. Harapannya, sumber polusi di tingkat rumah tangga, seperti pemakaian kendaraan pribadi dan pembakaran sampah, juga bisa diredam.
---
Artikel ini ditulis oleh Nadira Asrifa Nasution dan Akhmad Hanan dari The Purnomo Yusgiantoro Center. Terbit pertama kali di The Conversation.