maaf email atau password anda salah


Alasan Anak Dilarang Minum Antibiotik

Anak yang diberi antibiotik banyak kena sakit lanjutan. Risiko resistansi antibiotik meningkat seiring merebaknya batuk-pilek.

arsip tempo : 171493820836.

Ilustrasi penggunaan antibiotik pada anak. Shutterstock. tempo : 171493820836.

Di Inggris, dokter umum melayani lebih dari 300 juta pasien setiap tahun dan paling tidak seperempatnya adalah anak-anak. Hampir dua pertiga keluhannya adalah batuk, sakit tenggorokan, atau sakit telinga—penyakit yang biasa diderita anak-anak.

Para dokter dan perawat mengelompokkan jenis penyakit ini sebagai infeksi saluran pernapasan akut. Penyakit itu dianggap bisa sembuh dengan sendirinya, yang berarti antibiotik hanya memiliki sedikit manfaat atau bahkan tidak sama sekali, serta akan hilang dengan sendirinya. Namun, dalam setidaknya 30 persen kasus ini, antibiotik selalu diberikan. Artinya, diperkirakan ada 13 juta resep antibiotik yang tidak diperlukan. Tidak hanya boros, pemberian antibiotik juga mendatangkan konsekuensi yang tidak diinginkan pada anak-anak.

Memang, dalam penelitian terbaru kami terhadap lebih dari 250 ribu anak-anak di Inggris, kami menemukan anak-anak prasekolah yang telah mengkonsumsi dua atau lebih antibiotik untuk infeksi saluran pernapasan akut pada tahun sebelumnya memiliki peluang 30 persen lebih besar untuk tidak memerlukan perawatan lanjutan (termasuk kebutuhan untuk rawat inap di rumah sakit) dibandingkan dengan anak-anak yang belum mengkonsumsi antibiotik. Penelitian ini secara khusus tidak dilakukan terhadap anak-anak dengan kondisi kesehatan permanen karena mereka akan lebih rentan terhadap infeksi.

Ilustrasi penggunaan antibiotik pada anak. Shutterstock

Masalah Resistansi

Sudah menjadi hal umum bahwa menggunakan antibiotik dapat mendorong bakteri berubah dan bisa menyebabkan munculnya resistansi antibiotik. Tapi banyak orang cenderung berpikir bahwa resistansi hanya terjadi pada orang yang terlalu sering menggunakan antibiotik, dalam jangka waktu terlalu lama, atau pada pasien dengan kondisi medis lain yang membuat mereka semakin sakit. Ini tidak benar.

Mengkonsumsi antibiotik apa pun, baik sesuai maupun tidak, membuat perkembangan resistansi antibiotik lebih mungkin terjadi. Seperti yang ditunjukkan dalam penelitian kami, bahkan penggunaan antibiotik yang relatif sedikit memiliki implikasi dan efek kesehatan yang tidak perlu bagi anak-anak. Dan begitu Anda melihat bahwa banyak anak prasekolah kerap menderita sakit lanjutan setelah mengkonsumsi antibiotik, hal ini membuat temuan kami lebih relevan.

Pada tahap ini, masih belum jelas mengapa anak-anak yang mengkonsumsi lebih banyak antibiotik cenderung tidak memberikan respons terhadap perawatan lanjutan.

Mungkin karena munculnya bakteri resistan, misalnya. Bisa juga karena gangguan mikrobioma pada usus anak-anak. Dan hal ini mungkin berhubungan dengan harapan orang tua ihwal perawatan lanjutan dan fakta bahwa orang tua tidak menyadari terbatasnya peran antibiotik dalam sebagian besar kasus infeksi pada anak. Hal yang normal jika batuk pada anak berlangsung lebih lama daripada yang Anda kira—setengah dari kasus ini berlangsung selama sepuluh hari dan satu dari sepuluh kasus berlangsung selama 25 hari.

Ilustrasi penggunaan antibiotik pada anak. Shutterstock

Perubahan Jangka Panjang

Tentu saja dokter ingin memberikan perawatan terbaik untuk pasien mereka. Tapi mereka bergumul ketika meresepkan antibiotik—dengan demikian menurunkan risiko pasien mengalami dampak membahayakan—atau tidak meresepkannya sehingga menurunkan risiko bersama.

Keputusan itu tidak mudah. Di tengah ketidakpastian ini, dokter kerap keliru menggunakan sisi kehati-hatian dalam memberikan resep. Penelitian kami menemukan anak-anak yang mengkonsumsi lebih banyak antibiotik cenderung lebih mungkin kembali ke dokter dalam periode 14 hari, yang secara tidak langsung akan meningkatkan beban kerja dokter dan perawat.

Mengingat temuan kami juga menunjukkan penggunaan antibiotik yang relatif sedikit pun memiliki implikasi kesehatan jangka pendek untuk anak-anak, jelas bahwa semakin sedikit dokter meresepkan antibiotik dalam kasus seperti ini, semakin baik. Ini bukan hanya tanggung jawab dokter dan perawat. Orang tua juga harus realistis ihwal berapa lama penyakit anak mereka berlangsung.

---

Artikel ini ditulis oleh Oliver van Hecke, dosen Fakultas Kedokteran University of Oxford, Inggris. Terbit pertama kali di The Conversation.

Konten Eksklusif Lainnya

  • 5 Mei 2024

  • 4 Mei 2024

  • 3 Mei 2024

  • 2 Mei 2024


Jurnalisme berkualitas memerlukan dukungan khalayak ramai. Dengan berlangganan Tempo, Anda berkontribusi pada upaya produksi informasi yang akurat, mendalam dan tepercaya. Sejak awal, Tempo berkomitmen pada jurnalisme yang independen dan mengabdi pada kepentingan orang banyak. Demi publik, untuk Republik.

Login Langganan