maaf email atau password anda salah


Mencegah Pandemi Resistansi Antibiotik

Resistansi antibiotik menjadi masalah global. Resistansi antibiotik dapat membunuh sekitar 10 juta jiwa pada 2050.

arsip tempo : 171490584382.

Ilustrasi antibiotik. UNSPLASH. tempo : 171490584382.

Resistansi antibiotik atau penurunan kemampuan antibiotik untuk menyembuhkan penyakit infeksi merupakan ancaman serius bagi semua negara. Fenomena ini dikenal dengan istilah pandemi senyap (silent pandemic) karena tidak banyak pihak yang menyadarinya. Para pakar bahkan memprediksi bahwa resistansi antibiotik dapat membunuh sekitar 10 juta jiwa pada 2050.

Saat ini, ada lebih dari 20 jenis mikroba yang dianggap dapat menjadi ancaman serius akibat resistansi antibiotik. Ini termasuk bakteri penyebab infeksi, seperti pneumonia, infeksi saluran kemih, dan tuberkulosis.

Semua pihak, termasuk individu, pemerintah, lembaga, dan profesional kesehatan, perlu bekerja sama untuk mengurangi penggunaan antibiotik yang tidak rasional serta meningkatkan kesadaran akan resistansi antibiotik.

Ilustrasi antibiotik. PEXELS

Lima Langkah

Resistansi antibiotik adalah kondisi saat obat antibiotik menjadi tidak efektif dalam mengobati penyakit infeksi. Masalah ini terjadi karena bakteri patogen yang menyebabkan penyakit infeksi membangun kekebalan terhadap obat antibiotik yang diberikan.

Kekebalan ini dapat terjadi secara alamiah, tapi diperparah oleh penggunaan antibiotik yang tidak benar dan berlebihan. Untuk mengatasi resistansi antibiotik, setidaknya ada lima langkah yang bisa kamu lakukan.

1. Jangan membeli antibiotik tanpa resep dokter

Pada dasarnya, antibiotik hanya bisa dibeli dan diperoleh dengan resep dokter. Namun kenyataan di lapangan membuktikan bahwa obat antibiotik sering dijual bebas di apotek atau toko obat tanpa resep dokter. Hal ini sangat berbahaya karena penggunaan antibiotik yang tidak tepat dapat merugikan kamu sendiri akibat kesalahan pemilihan obat dan dosis.

Mayoritas obat antibiotik memiliki efek samping dan sebagian di antaranya justru berbahaya. Misalnya, antibiotik dari kelas fluoroquinolones, seperti ciprofloksasin—untuk mengatasi infeksi bakteri di saluran kemih, mata, dan telinga—dapat menyebabkan kerusakan pada otot serta saraf yang dapat bersifat permanen. Ribuan kasus sudah dilaporkan terkait dengan efek samping ini tanpa ada penjelasan ilmiah yang pasti.

Tidak kalah penting, penggunaan antibiotik tanpa resep dokter juga memperparah resistansi bakteri. Hal ini karena penggunaan antibiotik tanpa indikasi yang jelas atau dosis yang tidak tepat dapat membuat bakteri menjadi lebih kuat dan kebal terhadap antibiotik yang digunakan.

2. Gunakan antibiotik sesuai dengan petunjuk dan habiskan

Penggunaan antibiotik secara tepat sangat penting untuk mencegah bertambah parahnya resistansi bakteri. Penggunaan yang benar mencakup konsumsi dengan dosis, frekuensi, dan durasi yang tepat sesuai dengan petunjuk penggunaan.

Ihwal dosis, antibiotik harus dikonsumsi satu hingga tiga kali sehari sesuai dengan instruksi apoteker. Instruksi ini diberikan berdasarkan resep yang ditulis oleh dokter.

Selain dosis, durasi penggunaan antibiotik dapat bervariasi. Sebagian antibiotik harus dikonsumsi selama tujuh hingga sepuluh hari, sedangkan sebagian lainnya mungkin hanya perlu diminum selama beberapa hari.

Variasi ini sangat bergantung pada jenis penyakit infeksi yang diobati, jenis obat antibiotik yang digunakan, dan profil pasien, seperti umur serta berat badan.

Antibiotik yang tidak digunakan sesuai dengan petunjuk, misalnya tak dihabiskan, justru berisiko memperparah masalah resistansi bakteri.

Akibatnya, bakteri patogen menjadi lebih leluasa membangun kekebalan terhadap antibiotik yang digunakan sehingga pengobatan menjadi tidak efektif. Tidak hanya untuk pasien tersebut, tapi juga untuk masyarakat secara keseluruhan.

Ilustrasi penelitian penggunaan antibiotik. PEXELS

3. Jangan gunakan antibiotik sisa

Konsumsi antibiotik yang tidak tuntas merupakan salah satu bentuk penggunaan antibiotik yang tak benar.

Sisa obat yang tidak dihabiskan tersebut biasanya disimpan dengan harapan untuk bisa digunakan bagi anggota keluarga sekiranya diperlukan. Hal ini merupakan praktik swamedikasi yang salah dan berisiko memperparah resistansi antibiotik.

Pemakaian antibiotik sisa tidak dapat menyembuhkan penyakit infeksi. Selain karena jenis antibiotiknya belum tentu cocok, hampir dapat dipastikan bahwa jumlahnya tidak mencukupi untuk pengobatan yang efektif. Akibatnya, penyakit infeksi yang diobati juga tidak akan sembuh sepenuhnya.

Lebih parah lagi, penggunaan antibiotik yang tidak tuntas justru akan memungkinkan bakteri menjadi lebih kuat dan resistan terhadap antibiotik. Hal ini dapat menyebabkan sulitnya pengobatan infeksi pada masa mendatang karena antibiotik yang tersedia tidak lagi efektif melawan bakteri yang resistan.

4. Praktikkan gaya hidup bersih dan higienis

Gaya hidup bersih dan higienis merupakan langkah penting dalam mengurangi penyebaran infeksi. Salah satu contohnya adalah membersihkan tangan dengan sabun dan air mengalir sebelum serta setelah menangani makanan atau setelah menggunakan toilet. Hal ini penting karena tangan adalah salah satu media utama penyebaran kuman dan bakteri.

Bakteri pada umumnya masuk dan menginfeksi tubuh manusia melalui mulut atau hidung. Sebagai contoh, penyakit tifus akibat Salmonella biasanya dipicu oleh konsumsi makanan yang terkontaminasi.

Kuman-kuman seperti ini sering berasal dari tempat yang kotor, seperti toilet yang dapat singgah pada tangan saat menggunakan fasilitas ini. Tanpa disadari, kuman ini dapat terhirup atau termakan akibat tangan yang tidak dicuci setelah menggunakan toilet.

Karena itu, supaya terhindar dari infeksi dan meminimalkan kebutuhan penggunaan antibiotik, biasakan gaya hidup bersih, seperti menjaga kondisi tangan yang higienis. Selain kebersihan diri, kondisi lingkungan perlu dijaga supaya tidak menjadi tempat berkembangbiaknya kuman dan bakteri patogen.

5. Tambah pengetahuan kamu tentang antibiotik dan resistansinya

Salah satu langkah penting dalam mendukung kampanye ini adalah meningkatkan pengetahuan kamu tentang antibiotik dan resistansinya. Misalnya, kamu perlu memahami bahwa obat antibiotik adalah obat khusus untuk membunuh bakteri patogen yang dapat menyebabkan penyakit. Antibiotik berbeda dengan obat lainnya, seperti obat penyakit kronis atau gejala penyakit ringan pada umumnya yang bekerja dengan memodifikasi proses fisiologis di dalam tubuh.

Dengan memahami hal ini, kamu akan lebih cermat dalam mengkonsumsi antibiotik dan hanya menggunakannya saat memang diresepkan obat ini oleh dokter. Selain itu, penting untuk memahami bahwa resistansi antibiotik adalah masalah global dan dapat menjadi malapetaka bagi kesehatan semua orang jika tidak ditangani dengan serius. Antibiotik yang efektif adalah kebutuhan semua orang tanpa memandang status sosial dan kesehatan.

Topik peringatan Pekan Antibiotik Dunia tahun ini “Bersama mencegah resistansi antibiotik” sangat relevan bagi kita untuk mengedukasi diri dan orang-orang di sekitar kita tentang pentingnya penggunaan antibiotik yang benar. Selain itu, langkah pencegahan infeksi sangat penting untuk mengurangi risiko resistansi antibiotik. Kita perlu mengkampanyekan penggunaan antibiotik yang bertanggung jawab dan memerangi resistansi antibiotik.

---

Artikel ini ditulis oleh Yori Yuliandra, lektor kepala ilmu farmasi di Universitas Andalas, Padang. Terbit pertama kali di The Conversation.

Konten Eksklusif Lainnya

  • 5 Mei 2024

  • 4 Mei 2024

  • 3 Mei 2024

  • 2 Mei 2024


Jurnalisme berkualitas memerlukan dukungan khalayak ramai. Dengan berlangganan Tempo, Anda berkontribusi pada upaya produksi informasi yang akurat, mendalam dan tepercaya. Sejak awal, Tempo berkomitmen pada jurnalisme yang independen dan mengabdi pada kepentingan orang banyak. Demi publik, untuk Republik.

Login Langganan