maaf email atau password anda salah


Benarkah Olahraga Membuat Panjang Umur

Riset di Finlandia menyatakan berolahraga tidak berpengaruh pada usia harapan hidup. Bertentangan dengan penelitian terdahulu.

arsip tempo : 171480485319.

Ilustrasi berolahraga. TEMPO/Bintari Rahmanita. tempo : 171480485319.

Riset tentang hubungan gaya hidup dan panjang umur biasanya menyimpulkan orang-orang yang rajin berolahraga bisa hidup lama. Namun penelitian yang dilakukan terhadap orang-orang kembar di Finlandia menyatakan hal sebaliknya: hanya ada sedikit dampak langsung aktivitas fisik terhadap usia harapan hidup. Mengapa hasil penelitian ini berbeda? Lantas, seberapa akurat kesimpulan tersebut?

Perilaku manusia dan biologi merupakan sistem yang kompleks serta saling terkait dengan masyarakat dan lingkungannya. Berapa banyak porsi olahraga yang bisa dijalani seseorang dipengaruhi oleh faktor genetika, diet, disabilitas, pendidikan, kesejahteraan, atau semata-mata apakah mereka punya waktu dan ruang hijau yang memadai. Setiap faktor tersebut juga dapat dikaitkan dengan usia harapan hidup.

Anda bisa saja berpikir bahwa ada banyak faktor yang mempengaruhi kesehatan dan porsi olahraga yang bisa dijalani seseorang. Hubungan sebab-akibatnya tak selalu jelas. Meski secara umum hampir dapat dipastikan bahwa orang yang rajin berolahraga dapat hidup lebih lama, sulit untuk mengetahui seberapa banyak perpanjangan umur itu disebabkan oleh olahraga, bukan dari faktor-faktor lainnya. Bagaimana kita dapat memilah hanya satu faktor tersebut, yaitu olahraga, dari kompleksitas hidup seseorang?

Penelitian terhadap orang-orang kembar dapat membantu. Orang kembar memiliki genetika dan pengalaman usia dini yang mirip, bahkan identik. Dengan demikian, kita dapat secara langsung mengamati perbedaan aktivitas di fase-fase hidup berikutnya yang mempengaruhi usia harapan hidup mereka.

Pendekatan itu yang dijalani para peneliti di University of Jyväskylä, Finlandia. Mereka menyebar kuisioner kepada 11 ribu pasangan kembar bergender sama pada 1975, 1981, dan 1990, serta mengaitkannya dengan catatan kematian hingga 2020.

Ilustrasi balita kembar. PEXELS

Pengaruh Usia Biologis

Seperti dugaan awal, peneliti mendapati mereka yang rajin berolahraga memiliki tingkat kematian lebih rendah 24 persen dibanding yang tidak aktif. Efek ini lebih kecil ketimbang berbagai penelitian terdahulu dan risiko tertinggi terbatas pada 10 persen partisipan.

Peneliti juga mendalami umur biologis, yang diukur dari tingkat kerusakan DNA lewat metilasi. Di luar dugaan, mereka mendapati umur biologis tertua ada pada partisipan yang paling jarang dan paling rajin berolahraga.

Orang-orang kembar memiliki genetika dan pengalaman hidup awal yang relatif sama. Tapi bagaimana dengan aspek kesehatan lainnya?
  
Saat peneliti memasukkan faktor merokok, konsumsi alkohol, serta indeks massa tubuh (BMI) dalam perhitungan, korelasi antara olahraga dan panjang umur menjadi berkurang. Beda tingkat kematian antara mereka yang rajin dan jarang berolahraga tinggal 9 persen. Sementara itu, tidak ada perbedaan antara mereka yang berolahraga dengan intensitas tinggi dan sedang. Dengan kata lain, seorang kembar yang tingkat konsumsi alkohol, rokok, dan indeks massa tubuhnya sama memiliki tingkat harapan hidup yang relatif sama dengan kembarannya, entah mereka rutin berolahraga atau tidak.

Sebaliknya, bagaimana perhitungannya jika tingkat aktivitas olahraga diubah, sementara faktor-faktor kesehatan lainnya sama? Contohnya, apabila olahraga meningkat tapi berat badan tidak berubah, apakah ada hal lain yang bisa menjadi kompensasinya?

Terdapat sejumlah bukti yang menunjukkan manfaat olahraga lebih terasa pada 20 tahun pertama penelitian ketimbang dekade-dekade berikutnya. Jadi, bisa jadi perlu mempertahankan pola olahraga hingga usia lanjut agar berefek pada panjang umur. Hal ini sejalan dengan bukti-bukti dari uji klinis yang menunjukkan manfaat langsung dari intervensi olahraga terhadap kesehatan.

Ilustrasi seorang wanita sedang berolahraga. TEMPO/Bintari Rahmanita

Peran Olahraga Ternyata Lebih Kecil

Jadi, apa yang bisa kita simpulkan dari temuan-temuan baru ini? Sebagai catatan, riset mendapat penelaahan sejawat atau peer-review, tapi memenangi penghargaan di bidang olahraga-kesehatan di Finlandia.

Secara jelas, orang yang rajin berolahraga dapat hidup lebih lama. Namun ada juga faktor genetika, sosial, kondisi kesehatan, gaya hidup, dan lainnya yang perlu diperhitungkan. Kami tidak serta-merta menghapus peran olahraga dalam meningkatkan harapan hidup, tapi penelitian ini membuktikan bahwa peran olahraga tidak sebesar yang kita bayangkan sebelumnya.

Meski demikian, tetap perlu kita ingat banyaknya bukti yang menunjukkan bahwa berolahraga dapat mencegah berbagai macam penyakit, meningkatkan mood, dan kualitas hidup secara keseluruhan. Hal-hal tersebut dianggap lebih bermakna ketimbang semata-mata berumur panjang.

Memang tak mudah bagi kita untuk mempertahankan banyak faktor yang mendukung kesehatan. Dari gaya hidup, lingkungan sosial, hingga ruang hijau. Kesenjangan sosial soal kesehatan dan usia harapan hidup terus meningkat. Kita perlu meningkatkan pemahaman akan ketimpangan tersebut, mencari akar masalah, serta solusinya.

---

Artikel ini ditulis oleh George M. Savva, peneliti senior di Quadram Institute, Inggris. Terbit pertama kali dalam bahasa Inggris di The Conversation dan diterjemahkan oleh Reza Maulana dari Tempo.

Konten Eksklusif Lainnya

  • 4 Mei 2024

  • 3 Mei 2024

  • 2 Mei 2024

  • 1 Mei 2024


Jurnalisme berkualitas memerlukan dukungan khalayak ramai. Dengan berlangganan Tempo, Anda berkontribusi pada upaya produksi informasi yang akurat, mendalam dan tepercaya. Sejak awal, Tempo berkomitmen pada jurnalisme yang independen dan mengabdi pada kepentingan orang banyak. Demi publik, untuk Republik.

Login Langganan